Apakah benar jika karyawan yang menjalani skorsing, perusahaan tetap wajib membayar upah? Lantas, upahnya apakah penuh, gaji pokok, atau berapa persen dari upah?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Skorsing karyawan merupakan salah satu tindakan perusahaan untuk mendisiplinkan karyawan. Saat karyawan terkena skorsing, karyawan tersebut diberhentikan sementara dari aktivitas pekerjaan yang biasa dilakukan di perusahaan.
Sebelumnya, pengaturan mengenai skorsing karyawan diatur di dalam Pasal 155 UU Ketenagakerjaanjo. Putusan MK No. 37/PUU-IX/2011 yang saat ini normanya telah dihapus berdasarkan Pasal 81 angka 46 Perppu Cipta Kerja. Kemudian, saat ini ketentuan mengenai skorsing diatur di dalam Pasal 81 angka 49 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 157A UU Ketenagakerjaan.
Lantas, apakah karyawan yang diskors tetap digaji?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Upah Selama Masa Skorsing yang dibuat oleh Umar Kasim dan pertama kali dipublikasikan pada 17 Februari 2011.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Skors atau menskors menurut KBBI berarti memecat atau menghentikan untuk sementara waktu (dari jabatan, keanggotaan suatu perkumpulan, dan sebagainya); menunda atau menghentikan sementara (rapat, sidang pengadilan, dan sebagainya).
Skorsing karyawan atau employee suspension merupakan salah satu tindakan perusahaan untuk mendisiplinkan karyawan. Saat karyawan terkena skorsing, karyawan tersebut diberhentikan sementara dari aktivitas pekerjaan yang biasa dilakukan di perusahaan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Umumnya, skorsing dilakukan kepada karyawan dalam proses pemutusan hubungan kerja dan karena dikhawatirkan karyawan yang bersangkutan akan mengganggu proses produksi, seperti misalnya memengaruhi karyawan lainnya, merusak alat-alat produksi, atau bahkan menghilangkan barang bukti atas kesalahan berat yang dilakukan.
Pasal 81 angka 49 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 157A UU Ketenagakerjaan
1. Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
2. Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan yaitu belum berkekuatan hukum tetap, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
3. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
1. Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya.
2. Pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayar upah beserta hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
3. Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya.
Adapun yang dimaksud dengan “sesuai tingkatannya” adalah penyelesaian perselisihan di tingkat bipartit atau mediasi/konsiliasi/arbitrase atau pengadilan hubungan industrial.[1]
Berdasarkan ketentuan di atas di mana kami mengacu pada ketentuan terbaru, maka selama masa skorsing hingga selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya, perusahaan tetap memiliki kewajiban untuk membayar upah dan hak-hak lainnya yang biasa diterima oleh karyawan.
Adapun yang dimaksud dengan “hak lainnya” merupakan hak-hak lain yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Contoh: hak cuti yang belum diambil dan belum gugur.[2]
Dengan demikian, seorang karyawan yang diskors tetap mendapatkan upah serta hak-hak lainnya yang biasanya diterima oleh karyawan dari perusahaan selama perusahaan menerbitkan surat skorsing.