Mohon penjelasan tentang bagaimana implementasi UNCAC ke dalam hukum nasional kita, khususnya pengaturan mengenai bantuan hukum timbal balik dan faktor faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan mutual Legal Assistance terkait pengembalian aset kejahatan korupsi yang disembunyikan di luar negeri? Mohon penjelasannya, terima kasih,
Dalam pelaksanaannya, Indonesia sudah melaksanakan ketentuan-ketentuan UNCAC secara umum sebagai proses pengembalian aset yang dilakukan Indonesia, seperti melakukan kerja sama bilateral, melakukan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance), melakukan upaya penelusuran aset melalui perbankan dari negara lain, dan lain sebagainya.
Mutual Legal Asistance (Bantuan Timbal Balik) (“MLA”) yang diatur dalam Pasal 46 UNCAC selanjutnya diaplikasikan melalui hukum nasional Indonesia yaitu dalam UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (“UU 1/2006”). UU 1/2006 berlaku sejak 3 Maret 2006.
UU 1/2006 bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi Pemerintah dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing (lihat Pasal 2 UU 1/2006).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (“PPATK”) menjelaskan dalam tulisannya “Mutual Legal Assistance: Suatu Keharusan Dalam Penegakan Hukum” bahwa MLA pada intinya dapat dibuat secara bilateral atau multilateral. MLA bilateral ini dapat didasarkan pada perjanjian MLA atau atas dasar hubungan baik timbal balik (resiprositas) dua negara.
Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki beberapa perjanjian kerja sama MLA Bilateral dengan Australia (diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 1999), China (diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun 2006), dan Korea. Namun, MLA dengan Korea yang walaupun sudah ditandatangani beberapa tahun yang lalu, tetapi sampai hari ini belum diratifikasi.
Objek MLA, antara lain, pengambilan dan pemberian barang bukti. Ini termasuk pernyataan, dokumen, catatan, identifikasi lokasi keberadaan seseorang, pelaksanaan permintaan untuk pencarian barang bukti dan penyitaan, pencarian, pembekuan, dan penyitaan aset hasil kejahatan, mengusahakan persetujuan orang yang bersedia memberikan kesaksian atau membantu penyidikan di negara peminta bantuan MLA. Demikian menurut Yunus.
Adapun faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan MLA terkait pengembalian aset kejahatan korupsi yang disembunyikan di luar negeri antara lain:
·Faktor sistem hukum yang berbeda;
·Faktor sistem perbankan dan finansial di mana aset berada;
·Praktek dalam menjalankan hukum;
·Faktor apakah ada perlawanan dari pihak yang hendak diambil asetnya oleh pemerintah atau tidak; dan