Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika UU Bertentangan dengan TAP MPR, Bisakah Judicial Review?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Jika UU Bertentangan dengan TAP MPR, Bisakah Judicial Review?

Jika UU Bertentangan dengan TAP MPR, Bisakah Judicial Review?
Ndaru Hidayatulloh, S.H. Indonesian Center for Legislative Drafting
Indonesian Center for Legislative Drafting
Bacaan 10 Menit
Jika UU Bertentangan dengan TAP MPR, Bisakah Judicial Review?

PERTANYAAN

Jika ada undang-undang yang bertentangan dengan TAP MPR, ke mana dapat menguji undang-undang tersebut? Mohon pencerahannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sampai saat ini belum terdapat pengaturan mengenai mekanisme pengujian undang-undang yang bertentangan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“Tap MPR”). Meski demikian Tap MPR tetap masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang berada di bawah UUD 1945 dan di atas undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jika UU Bertentangan dengan TAP MPR, Ke Mana Mengujinya? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 17 Oktober 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Tugas dan Wewenang MPR

    Tugas dan Wewenang MPR

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Kewenangan MPR Mengeluarkan Tap MPR

    Amandemen UUD 1945 telah menimbulkan dampak dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dinamika ketatanegaraan.[1] Salah satu perubahan yang dilakukan dalam UUD 1945 yakni merubah kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) menjadi:

    1. MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
    2. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
    3. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.[2]

    Menurut Jimly Asshiddiqie, perubahan kewenangan tersebut menunjukan bahwa MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk membuat peraturan berupa Ketetapan MPR ("Tap MPR"). Sebelum amandemen UUD 1945, MPR merupakan lembaga negara yang memiliki kedudukan tertinggi di Indonesia sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.[3] Kewenangan sebagai lembaga negara tertinggi menjadikan MPR dapat melakukan pengaturan (regeling) dengan mengeluarkan Tap MPR. Oleh karenanya, Tap MPR sebelum amandemen merupakan suatu bentuk pengaturan/regeling yang mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat secara umum dan abstrak.[4]

     

    Status Keberlakuan TAP MPR

    Meskipun saat ini MPR tidak lagi berwenang membentuk Tap MPR yang bersifat regeling, tetapi berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, Tap MPR masih termasuk dalam hierarki perundang-undangan, yang selengkapnya meliputi:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
    3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
    4. Peraturan Pemerintah;
    5. Peraturan Presiden;
    6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
    7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

    Masuknya Tap MPR ke dalam hierarki perundang-undangan dikarenakan masih terdapat Tap MPR yang berlaku. Keberlakuan tersebut ditegaskan dalam kajian terhadap materi dan status hukum Tap MPR dan Tap MPR Sementara. Hasil kajian tersebut diputuskan melalui sidang MPR tahun 2003 dituangkan ke dalam Tap MPR Nomor I/MPR/2003.

    Tujuan dari Tap MPR Nomor I/MPR/2003 adalah meninjau materi dan status hukum setiap Tap MPR dan Tap MPR Sementara, menetapkan keberadaan Tap MPR dan Tap MPR Sementara untuk saat ini dan masa yang akan datang, serta untuk memberikan kepastian hukum.[5] Tap MPR Nomor I/MPR/2003 mengelompokan status Tap MPR dan Tap MPR Sementara menjadi enam kelompok, meliputi:

    1. Tap MPRS dan Tap MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi;
    2. Tap MPRS dan Tap MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan tertentu;
    3. Tap MPRS dan Tap MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan dibentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004;
    4. Tap MPRS dan Tap MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dibentuknya undang-undang yang mengatur materinya;
    5. Tap MPRS dan Tap MPR yang dinyatakan berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata tertib yang baru oleh MPR; dan
    6. Tap MPRS dan Tap MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, yang bersifat einmalig (berlaku sekali).

    Dengan demikian, sampai saat ini terdapat Tap MPR yang masih berlaku dan mengikat secara umum.

    Baca juga: Kewenangan MPR Mengeluarkan Tap MPR Pasca Amendemen UUD 1945

     

    Jika UU Bertentangan dengan Tap MPR

    Di sisi lain, Maria Farida berdasarkan teori nawiasky berpendapat bahwa Tap MPR merupakan aturan dasar negara/aturan pokok negara (staatsgrundgesetz). Tap MPR berdasarkan sifat norma hukumnya sama dengan batang tubuh dari UUD 1945 yang berisi garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakan negara dan merupakan norma tunggal.[6]

    Oleh karenanya, norma dalam Tap MPR tidak dapat digolongkan dalam peraturan perundang-undangan karena setingkat lebih tinggi dari undang-undang, namun lebih rendah dari pada norma-norma dalam batang tubuh UUD 1945. Hal ini didasari bahwa Tap MPR memiliki kesamaan hanya dalam sifat norma hukum sehingga Tap MPR dapat ‘mengisi’ atau ‘melengkapi’ UUD 1945.[7]

    Selain itu, perbedaan ini menurut Maria Farida disebabkan oleh kedudukan MPR saat membentuk batang tubuh UUD 1945 merupakan lembaga yang lebih tinggi daripada UUD 1945, sedangkan pembentukan Tap MPR merupakan kewenangan MPR sebagai lembaga yang menjalankan UUD 1945 atau lembaga yang lebih rendah dari UUD 1945.[8]

    Setelah mengerti mengenai Tap MPR, perlu terlebih dahulu dibahas mengenai kewenangan melakukan pengujian atau judicial review untuk menjawab pertanyaan Anda. Kewenangan melakukan pengujian saat ini dimiliki oleh lembaga yudikatif yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Dasar kewenangan kedua lembaga yudikatif tersebut masing-masing tertuang dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

    Berdasarkan kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan Mahkamah Konstitusi hanya berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Jadi secara normatif, tidak terdapat pengaturan tentang pengujian undang-undang yang bertentangan terhadap Tap MPR.  

    Jadi, sampai saat ini, belum ada sarana atau lembaga negara yang berwenang melakukan judicial review apabila terdapat undang-undang yang bertentangan dengan Tap MPR. Secara hukum, Mahkamah Konstitusi pun tidak berwenang melakukan pengujian terhadap undang-undang yang bertentangan Tap MPR.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002;
    3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

     

    Referensi:

    1. Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius, 2020;
    2. Meilany Fitri Langi. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) dalam Perundang-Undangan di Indonesia. Jurnal Lex Administratum. Vol. 1, No. 1. Jan-Mrt, 2013;
    3. Nisrina Irbah Sati. Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan. Vol. 49 No. 4, 2019;
    4. Telly Sumbu, Merry Kalalo, et.al. Kamus Umum Politik & Hukum. Jakarta: Media Prima Aksara, 2011;
    5. Jimly Asshiddiqie, yang diakses pada 23 Agustus 2023, pukul 13.00 WIB.

    [2] Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    [3] Nisrina Irbah Sati, Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 49 No. 4, 2019, hal. 835

    [4] Fitri Meilany Langi, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) dalam Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal Lex Administratum, Vol. 1/No. 1/Jan-Mrt/2013, hal. 149

    [5] Telly Sumbu, Merry Kalalo, et.al, Kamus Umum Politik & Hukum. Jakarta: Media Prima Aksara, 2011, hal. 385

    [6]  Maria Farida I, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2020, hal. 119

    [7] Maria Farida I, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2020, hal. 119

    [8] Maria Farida I, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2020, hal. 82

    Tags

    judicial review
    tap mpr

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!