Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dipaksa Tanda Tangani Surat Pernyataan Sebelum Cuti Melahirkan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Dipaksa Tanda Tangani Surat Pernyataan Sebelum Cuti Melahirkan

Dipaksa Tanda Tangani Surat Pernyataan Sebelum Cuti Melahirkan
Kartika Febryanti, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dipaksa Tanda Tangani Surat Pernyataan Sebelum Cuti Melahirkan

PERTANYAAN

Saya bekerja di suatu yayasan swasta. Saat ini sedang hamil 9 bulan, sudah mengajukan cuti melahirkan dari awal bulan yang lalu. Dua hari lagi saya cuti, muncul surat pernyataan yang menyatakan saya harus tetap bekerja selama 6 bulan setelah cuti atau mengembalikan gaji 3 bulan cuti melahirkan jika melanggar. Jika saya tidak ingin menandatanganinya maka gaji saya tidak akan dibayar. Apakah hal ini berarti secara tidak langsung menghapus hak cuti melahirkan? Dan apakah dapat dilaporkan ke depnaker? Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Mengenai kebijakan pengurus yayasan tempat Anda bekerja tersebut, dapat kami sampaikan sebagai berikut:

     

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Larang Karyawan Nikah Selama Masa Kontrak

    Hukumnya Larang Karyawan Nikah Selama Masa Kontrak

    1.      Yayasan sebagai salah satu badan hukum sosial tunduk pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan kerja antara Yayasan dalam hal ini diwakili oleh pengurus dengan pihak pekerja. Penjelasan selengkapnya, simak artikel Hubungan Ketenagakerjaan di Dalam Yayasan.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    2.      Hak cuti melahirkan merupakan hak pekerja/buruh perempuan yang dijamin undang-undang. Mengutip penjelasan dalam artikel Hak Cuti Hamil Karyawan Rumah Sakit, berdasarkan UUK, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan – atau kurang lebih 45 hari kalender - sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya, hak cuti hamil selama 1,5 bulan dan hak cuti melahirkan 1,5 bulan, telah diberikan oleh undang-undang secara normatif dengan hak upah penuh atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti melahirkan tersebut (vide Pasal 82 ayat [1] jo. Pasal 153 ayat [1] huruf e UUK).*

     

    Dalam kaitan dengan hak cuti hamil dan melahirkan tersebut, pengusaha/para pihak hanya dapat mengatur/memperjanjikan (misalnya) pemberian hak cuti yang lebih dari ketentuan normatif, atau menyepakati pergeseran waktunya, dari masa cuti hamil ke masa cuti melahirkan, baik sebagian atau seluruhnya sepanjang akumulasi waktunya tetap selama 3 bulan atau kurang lebih 90 hari kalender.

     

    Jadi, mengenai hak cuti melahirkan, pihak yayasan tempat Saudari bekerja tidak boleh menyimpangi atau memperjanjikan kurang daripada yang telah diatur oleh UUK.

     

    3.      Mengenai Surat Pernyataan yang salah satu isinya menyatakan antara lain  bahwa “harus tetap bekerja selama 6 bulan setelah cuti atau mengembalikan gaji 3 bulan cuti melahirkan jika melanggar, menurut hemat kami, hal itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan ketentuan UUK yang kami sebutkan di atas. Demikian pula sikap pengurus yayasan yang memaksa Anda menandatangani surat pernyataan tersebut juga merupakan pelanggaran hukum.

     

    Atas pelanggaran (pembuatan surat pernyataan dan pemaksaan menandatangani surat pernyataan) tersebut, Saudari dapat melaporkan pengurus yayasan itu kepada Pegawai Pengawas pada instansi ketenagakerjaan (di Kabupaten/Kota) setempat di mana Saudari bekerja untuk dilakukan penegakkan hukum.

     

    Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

     

    *Catatan editor: Hak cuti melahirkan yang diatur dalam UUK, menurut pakar ketenagakerjaan Umar Kasim, adalah hak yang diberikan undang-undang dalam case yang normal atau wajar, dalam arti, sepanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan (legal). Artinya, kalau ada case seorang perempuan hamil dan melahirkan secara illegal (tidak resmi), maka tentunya manajemen perusahaan tidak berkewajiban untuk membayar upah selama masa hamil dan melahirkan (vide Pasal 1602c KUHPerdata), bahkan dapat menerapkan –antara lain– kebijakan no work no pay (seperti dimaksud Pasal 93 ayat (1) UUK atau Pasal 1602b KUHPerdata). Penjelasan lebih jauh baca artikel Legalitas Surat Pernyataan Bersedia Tidak Digaji Selama Cuti Melahirkan.

     

     

     

    Dasar hukum:

    1.       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

    2.      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

     

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!