Bagaimana Pelaksanaan Outsourcing oleh Perusahaan Pasca-Putusan MK?
PERTANYAAN
Apa yang harus dilakukan pengusaha dalam penerapan outsourcing pasca-putusan MK, jika perusahaan tersebut sebelumnya telah memberlakukan sistem outsourcing di tempatnya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apa yang harus dilakukan pengusaha dalam penerapan outsourcing pasca-putusan MK, jika perusahaan tersebut sebelumnya telah memberlakukan sistem outsourcing di tempatnya?
Dalam salah satu artikel Klinik Hukum berjudul Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pasca Putusan MK kami menjelaskan bahwa Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 tidaklah “mencabut” keberlakuan pasal UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai outsourcing.
Memang, sejak dikeluarkannya putusan MK tersebut masih terdapat perbedaan pandangan antara kalangan pekerja dan pengusaha (simak artikel Putusan MK Dianggap Makin Melegalkan Outsourcing).
Guna menghindari kesimpangsiuran lebih jauh, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi kemudian menindaklanjuti Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 itu melalui Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 (“selanjutnya disebut Surat Edaran”).
Dalam atikel hukumonline berjudul Kemenakertrans Terbitkan Aturan Outsourcing dan PKWT Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan antara lain bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin.
Dalam Surat Edaran tersebut dijabarkan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 yang isinya sebagai berikut:
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku.
2. Dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka:
a) Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
b) Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
3. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 12 Januari 2012 tersebut, serta dengan mempertimbangkan keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.
|
Sehingga, dari ketentuan tersebut di atas tampak bahwa dalam penerapan outsourcing saat ini, antara perusahaan outsourcing dengan pekerja harus dibuat perjanjian kerja dalam bentuk PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) jika perjanjian kerjanya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan outsourcing lain.
Sebaliknya, jika perjanjian kerjanya memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja/buruh yang obyek kerjanya tetap ada (sama), kepada perusahaan outsourcing lain, perjanjian kerjanya dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Jika suatu perusahaan telah memberlakukan sistem outsourcing dan perjanjian kerjanya (PKWT-nya) masih berlangsung/belum habis jangka waktunya, maka PKWT tersebut tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan. Setelah itu, perjanjian kerjanya harus mengikuti ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam Surat Edaran tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?