Perusahaan Tidak Bayar Upah, Gugat ke PHI atau Pengadilan Niaga?
PERTANYAAN
Apabila suatu perusahaan tidak membayar upah dari sekian banyak karyawan, ke mana pengajuan gugatan yang paling tepat? Pengadilan niaga atau pengadilan hubungan industrial?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apabila suatu perusahaan tidak membayar upah dari sekian banyak karyawan, ke mana pengajuan gugatan yang paling tepat? Pengadilan niaga atau pengadilan hubungan industrial?
Berdasarkan Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), upah adalah hak pekerja yang dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja sebagai imbalan atas suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan.
Oleh karena upah merupakan termasuk hak pekerja, maka perselisihan antara pengusaha dengan pekerja mengenai upah termasuk perselisihan hak. Perselisihan hak termasuk jenis perselisihan hubungan industrial.
Mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”). Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat (Pasal 3 ayat [1] UU 2/2004). Apabila dengan cara perundingan bipartit tidak menyelesaikan perselisihan, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan kepada instansi ketenagakerjaan setempat bahwa telah dilakukan perundingan bipartit tetapi tidak berhasil (Pasal 4 ayat [1] UU 2/2004).
Setelah menerima pencatatan, instansi ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase (Pasal 4 ayat [3] UU 2/2004). Jika pekerja dan pengusaha tidak memilih proses konsilisasi atau arbitrase, maka instansi ketenagakerjaan akan menyerahkan kepada mediator. Apabila proses ini juga tidak berhasil, barulah salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum (Pasal 55 UU 2/2004). Untuk perkara perselisihan hak, Pengadilan Hubungan Industrial berwenang memeriksa dan memutus untuk tingkat pertama (Pasal 56 huruf a UU 2/2004).
Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja (Pasal 81 UU 2/2004). Apabila Gugatan melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus (Pasal 84 UU 2/2004).
Apabila salah satu pihak tidak menerima putusan Pengadilan Hubungan Industrial, maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi (Pasal 108 jo. Pasal 110 UU 2/2004).
Jadi, demikianlah proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial tidak bisa langsung diajukan gugatan kepada pengadilan, tetapi harus melewati serangkaian tahapan sebelumnya.
Di sisi lain, pengadilan niaga merupakan pengadilan khusus di bawah lingkungan peradilan umum yang berwenang memutus sengketa mengenai Hak Kekayaan Intelektual antara lain hak cipta, merek, dan paten. Pengadilan niaga juga berwenang memeriksa dan memutus sengketa kepailitan sebagaimana diatur Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 7 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”). Kami asumsikan fungsi pengadilan niaga yang Anda maksud adalah memeriksa dan memutus sengketa kepailitan dan bukan sengketa Hak Kekayaan Intelektual.
Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan penjelasan kami sebelumnya, gugatan pembayaran upah untuk sekian banyak pekerja lebih tepat diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial karena peraturan perundang-undangan telah jelas mengatur hal yang demikian. Sebagai contoh, mengutip artikel Pailit Terhadap Hansung Garmindo Ditolak, PT Hansung Garmindo Mulia yang digugat pailit oleh 544 pekerjanya karena tidak membayar upah dengan total Rp 10,4 miliar ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena tidak ada kreditur lain selain pekerja. Ketua majelis hakim, Maryana, menyatakan 544 karyawan itu tidak bisa dianggap sebagai kreditur perorangan. Meskipun berdasarkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) No.157/PHI.G/2008/PHI.BDG Januari 2009 lalu, para karyawan berhak mendapatakan pembayaran kompensasi lantaran pemecatan secara sepihak harus dipandang sebagai satu kesatuan.
Jadi, pengajuan gugatan pembayaran upah pekerja akan lebih tepat jika diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Perlu diingat juga bahwa hak atas upah yang dapat dituntut adalah upah 2 tahun terakhir (lihat Pasal 96 UUK).
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
3. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?