Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?

Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?
Try Indriadi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?

PERTANYAAN

Apakah sah secara hukum jual beli tanah antara ayah dengan anak? Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pada prinsipnya, jual beli tanah yang terjadi antara ayah dengan anaknya tidak berbeda dengan jual beli (tanah) pada umumnya. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang jual beli tanah antara orang tua dengan anak(-anaknya). Berbeda halnya dengan jual beli antara suami-istri yang tidak diperbolehkan berdasarkan Pasal 1467 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).

     

    Selanjutnya, mengenai syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi:

     

    Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

    KLINIK TERKAIT

    Hak Anak dari Perkawinan Campuran untuk Memiliki Rumah

    Hak Anak dari Perkawinan Campuran untuk Memiliki Rumah

    1.      kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

    2.      kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    3.      suatu pokok persoalan tertentu;

    4.      suatu sebab yang tidak terlarang.

     

    Namun, dalam hal adanya jual beli antara ayah dengan anak harus dilihat kembali mengenai usia anak tersebut, apakah ia sudah dewasa atau belum. Karena seorang anak yang belum dewasa termasuk ke dalam kategori yang tidak cakap untuk membuat persetujuan. Mengenai pihak yang tidak cakap membuat persetujuan diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, antara lain:

     
    Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;

    1.      anak yang belum dewasa;

    2.      orang yang ditaruh di bawah pengampuan;

    3.      perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

     

    Akan tetapi, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963, seorang istri berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Sedangkan, mengenai usia dewasa seorang anak diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa yang belum cukup umur (dewasa) adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin sebelumnya. Jika belum berumur 21 tahun namun telah menikah, maka dianggap telah dewasa secara perdata dan dapat mengadakan perjanjian.

     

    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan merupakan suatu syarat subyektif, yang apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.Dapat dibatalkan artinya, salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

     

    Jadi, bila perjanjian jual beli tanah itu dilakukan antara ayah dengan anak yang sudah berusia dewasa, maka perjanjian tersebut dapat terlaksana. Sedangkan apabila jual beli tanah tersebut dibuat antara ayah dengan anak di bawah umur dan salah satu pihak ada yang tidak setuju, maka di kemudian hari salah satu pihak dapat memintakan pembatalan perjanjian jual beli tanah tersebut ke Pengadilan Negeri. Lebih jauh, simak dalam artikel-artikel Pembatalan Perjanjian yang Batal Demi Hukum dan Perbedaan Batasan Usia Cakap Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan.

     

    Hal penting lainnya menyangkut jual beli tanah adalah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:

     

    Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

     

    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);

    2.      Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

    3.      Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963


    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!