KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keabsahan Pembacaan Ikrar Talak dan Pelunasan Kewajiban kepada Bekas Istri

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Keabsahan Pembacaan Ikrar Talak dan Pelunasan Kewajiban kepada Bekas Istri

Keabsahan Pembacaan Ikrar Talak dan Pelunasan Kewajiban kepada Bekas Istri
Heri Aryanto, S.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Keabsahan Pembacaan Ikrar Talak dan Pelunasan Kewajiban kepada Bekas Istri

PERTANYAAN

Selamat siang hukumonline.com, saya mau tanya, bagaimana kalau nafkah iddah, mut'ah, dan hadiah untuk istri selaku termohon belum dipenuhi oleh pemohon, namun pihak pemohon sudah membacakan ikrar talak di depan persidangan, apakah itu sah?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Saudara/Saudari yang kami hormati,
     

    Ketentuan mengenai putusnya ikatan perkawinan dan akibat-akibatnya, secara umum diatur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9 Tahun 1975”). Dan lebih khusus lagi bagi orang-orang Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

     

    Menurut Pasal 38 UUP, putusnya ikatan perkawinan dapat disebabkan karena kematian, perceraian, dan keputusan pengadilan. Putusnya ikatan perkawinan yang disebabkan karena perceraian berdasarkan Pasal 114 KHI, dapat terjadi karena talak atau karena gugatan perceraian.

     

    Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama (Pasal 117 KHI). Talak yang akan diikrarkan oleh suami kepada isterinya, dilakukan oleh si suami dengan mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan penjatuhan ikrar talak tersebut (Pasal 129 KHI). Di dalam praktik, permohonan yang diajukan oleh suami tersebut dikenal dengan sebutan permohonan talak, yang mana suami berkedudukan sebagai Pemohon, sedangkan istri sebagai Termohon.

    KLINIK TERKAIT

    Biaya Gugat Cerai dari Pihak Istri yang Perlu Dikeluarkan

    Biaya Gugat Cerai dari Pihak Istri yang Perlu Dikeluarkan
     

    “Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131” (Pasal 117)

     

    Sedangkan, gugatan perceraian adalah gugatan yang diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal Penggugat (isteri), kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami (Pasal 132 KHI).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    “Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami” (Pasal 132 ayat [1] KHI)

     

    Berdasarkan Pasal 115 KHI, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (suami-istri). Disamping itu, berdasarkan Pasal 116 KHI dihubungkan dengan Pasal 19 PP 9 Tahun 1975, disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena satu atau lebih alasan berikut:

    a.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

    b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

    c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

    d.    Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

    e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

    f.     Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

    g.    Suami melanggar taklik talak;

    h.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

     

    Oleh karenanya, dengan merujuk pada ketentuan tersebut, maka perceraian itu sah apabila dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama (setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan suami-istri), dengan disertai alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur di dalam Pasal 116 KHI tersebut di atas. Lebih lanjut, perceraian antara suami istri dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/inkracht van gewijsde (Pasal 146 ayat [2] KHI). Khusus bagi perceraian karena talak, perceraian tersebut terjadi setelah suami mengucapkan ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama.

     

    Akibat hukum dari perceraian yang terjadi karena adanya permohonan talak dari suami (Pemohon), adalah mantan suami wajib, berdasarkan Pasal 149 KHI:

    a.    Memberikan mut`ah (pemberian/hadiah) yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul (belum dicampuri);

    b.    Memberi nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian) kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

    c.    Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul;

    d.    Memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan) untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun

     

    Berdasarkan ketentuan Pasal 149 KHI tersebut, maka mut’ah, nafkah iddah, pelunasan mahar bagi qobla al dukhul, dan biaya hadhonah bagi anak, baru bersifat “wajib” untuk diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri yang ditalaknya, setelah ikatan perkawinan suami-istri tersebut dinyatakan putus atau setelah suami mengucapkan ikrar talak di depan persidangan Pengadilan Agama. Oleh karenanya, perihal mut’ah dan nafkah iddah yang Saudara/Saudari tanyakan di atas, maka hal tersebut bukanlah syarat sah terjadinya perceraian karena talak, melainkan akibat hukum yang wajib dilakukan atau diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri akibat karena telah diucapkannya ikrar talak oleh suami di depan sidang Pengadilan Agama atau perceraian telah dinyatakan sah terjadi.

     

    Sebagaimana telah dijelaskan di atas, perceraian karena talak sah terjadi apabila:

    a.    Dilakukan di depan sidang pengadilan agama (setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan suami-istri);

    b.    Disertai alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur di dalam Pasal 116 KHI juncto Pasal 19 PP 9 Tahun 1975;

    c.    Pengadilan Agama menjatuhkan putusan yang mengizinkan suami mengucapkan ikrar talak dan putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap/inkracht van gewijsde;

    d.    Suami mengikrarkan talak di depan sidang pengadilan agama (dalam tempo maksimal 6 bulan sejak putusan izin ikrar talak berkekuatan hukum tetap).

     

    Dengan demikian, menurut kami, ikrar talak yang dilakukan/diucapkan Pemohon, meskipun belum dipenuhi mut’ah dan nafkah iddahnya oleh Pemohon kepada Termohon, sepanjang dilakukan/diucapkan di depan sidang Pengadilan Agama, adalah sah. Di dalam praktik, sebelum diucapkan ikrar talak, si suami (Pemohon) biasanya diminta oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama untuk memberikan mut’ah dan nafkah iddah yang telah ditetapkan kepada calon mantan istri pada saat sebelum persidangan pengucapan ikrar talak. Ada pula Pemohon yang menitipkan mut’ah dan nafkah iddah tersebut kepada Pengadilan Agama (konsinyasi), yang mana Termohon setelah sidang pengucapan ikrar talak, dapat mengambilnya di Pengadilan Agama tersebut.

     

    Terkait dengan mut’ah (hadiah) dan nafkah iddah yang belum dipenuhi atau diberikan oleh Pemohon, yang mana mut’ah dan nafkah iddah tersebut dinyatakan dan ditetapkan dalam amar putusan, maka Termohon dapat mengingatkan dan menegur Pemohon untuk melaksanakan putusan tersebut. Apabila tidak diindahkan, Termohon dapat meminta pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara permohonan talak tersebut supaya hak-hak Termohon (termasuk mutah dan nafkah iddah) dipenuhi dan diberikan oleh Pemohon.

     
    Demikian semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    2.    Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.    Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam;

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!