Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Korupsi dan Asas Non-Retroaktif

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Korupsi dan Asas Non-Retroaktif

Korupsi dan Asas Non-Retroaktif
Ilman Hadi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Korupsi dan Asas Non-Retroaktif

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya tentang pemberlakuan hukum secara surut (retroaktif). Apakah dalam memutuskan suatu perkara korupsi hakim boleh memberlakukan hukum secara retroaktif? Seandainya hakim memberlakukan hukum retroaktif, apa implikasinya terhadap putusan tersebut, apakah bisa dikatakan batal demi hukum? Apakah pihak kejaksaan boleh melakukan eksekusi terhadap suatu putusan yang berdasarkan hukum berlaku surut?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Berdasarkan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

     

    Pemberlakuan hukum secara surut (retroaktif) merupakan penyimpangan dari prinsip utama hukum pidana (legalitas) sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

     

    “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian Asas Non Retroaktif dan Pengecualian Penerapannya

    Pengertian Asas Non Retroaktif dan Pengecualian Penerapannya
     

    Pengecualian atas asas retroaktif menurut Prof. Jimly Asshidiqie hanya dapat diberlakukan pada kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam Penjelasan Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kejahatan terhadap kemanusiaan disebut dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic diserimination). Sedangkan korupsi tidak termasuk di dalamnya.

     

    Meskipun, hingga saat ini masih ada perdebatan mengenai hal ini, apakah korupsi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Pendapat lain pernah dikemukakan oleh Dr. Indriyanto Seno Adji, salah satu tim pakar yang menggodok perubahan UU No. 31 tahun 1999 yang berpendapat bahwa sesuai Doktrin International Covenant Economic and Social Right, tindak pidana korupsi itu dapat dimasukkan dalam kriteria pelanggaran HAM berat. Lebih jauh simak artikel Korupsi Merupakan Pelanggaran HAM Berat dan Korupsi Diarahkan Menjadi Kejahatan Terhadap Kemanusiaan.

     

    Mengenai penyimpangan atau pengecualian dari asas larangan berlaku surut ini, E.Y. Kanter, S.H. dan S.R. Sianturi, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (hal. 71) mengatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP tidaklah berlaku mutlak. Pengecualian atau penyimpangan dari ketentuan tersebut dapat dibuat oleh pembuat undang-undang dengan peraturan yang sederajat. KUHP (Wetboek van Starfrecht) disetarakan dengan “undang-undang” sehingga pengecualian atau penyimpangan asas retroaktif bisa dilakukan dengan menerbitkan undang-undang.

     

    Jadi, sepanjang UU pemberantasan korupsi yang saat ini berlaku (UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi“UU Pemberantasan Tipikor”) tidak mengatur atau memberikan peluang diberlakukannya asas retroaktif, maka pemberlakuan surut hukum untuk tindak pidana korupsi belum dapat dilakukan.

     

    Dalam hal hakim menerapkan asas retroaktif dalam perkara korupsi, dapat dikatakan hakim salah menerapkan hukum, sehingga dapat ditempuh upaya hukum kasasi (Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana“KUHAP”).

     

    Jaksa sebagai pelaksana putusan pengadilan harus melaksanakan isi putusan Hakim tindak pidana korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sepanjang putusan tersebut belum dibatalkan (Pasal 1 angka 6KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf b UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia).

     

    Jadi, sampai saat ini, pemberlakuan asas retroaktif belum dimungkinkan oleh UU Pemberantasan Tipikor. Sehingga, hakim tidak seharusnya memberlakukan surut hukum untuk perkara korupsi kecuali ada peraturan (undang-undang) yang memungkinkannya.

     

    Dasar hukum :

    1.    Undang-Undang Dasar 1945;

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915);

    3.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

    4.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

    5.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

    6.    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!