KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Perploncoan di Kampus Bisa Dipidanakan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Perploncoan di Kampus Bisa Dipidanakan?

Apakah Perploncoan di Kampus Bisa Dipidanakan?
M. Naufal Fileindi, S.H. & Anandito Utomo, S.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Apakah Perploncoan di Kampus Bisa Dipidanakan?

PERTANYAAN

Saya pernah ikut diklat di kampus dan itu cukup mengagetkan saya sendiri dikarenakan, diklat tersebut ada acara bentak-bentak, maki-maki, bahkan ada juga yang main tangan (memukul). Pertanyaannya, apakah hal tersebut bisa dipidanakan? Alasan mereka sih melakukan hal tersebut untuk melatih mental kita mahasiswa.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Pendidikan dan Latihan (Diklat) yang Anda sebutkan di atas pada hakikatnya merupakan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru. Kegiatan ini merujuk pada buku “Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru(selanjutnya ditulis “Panduan Umum”) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan, Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional pada 2003. Panduan Umum ini merujuk pada produk-produk hukum yaitu:

    KLINIK TERKAIT

    Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Memang Boleh?

    Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Memang Boleh?

    -      Keputusan Menteri P dan K Tahun 1979 No. 0125/U/1979 tentang Penertiban Acara/Upacara Penerimaan Siswa dan Mahasiswa Baru dalam Rangka Pengenalan Program Studi dan Program Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi; dan

    -      Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Panduan Umum ini disusun dengan maksud mempercepat proses pembimbingan mahasiswa baru agar dapat beradaptasi dengan kehidupan akademik dan non-akademik di perguruan tinggi dengan semangat percepatan adaptasi tanpa kekerasan.

     

    Dalam Panduan Umum tersebut juga dijelaskan bahwa penyampaian materi-materi terkait Pengenalan Kehidupan Kampus dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

    -          Ceramah

    -          Pemutaran video/film

    -          Praktik

    -          Pameran

    -          Kunjungan

    -          Buku-buku

    -          Diskusi

    -          Analisis

    -          Visualisasi materi

    -          Dsb.

     

    Dari cara-cara tersebut terlihat bahwa seharusnya tidak terjadi kekerasan dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus.

     

    Dari yang pengalaman yang Anda ceritakan, dalam acara tersebut terjadi bentakan, makian, serta pemukulan. Sayangnya, Anda tidak menjelaskan lebih detail mengenai isi dari makian atau bentakan tersebut. Secara umum, menurut kami, bentakan dan makian serta pemukulan tersebut berpotensi terjadinya dugaan tindak pidana atau delik-delik sebagai berikut:

    1.    Perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP),

    2.    Penghinaan (Pasal 310 ayat [1] KHP), dan

    3.    Penganiayaan (Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP).

     
    Mengenai bentakan

    Mengenai bentakan yang dialami oleh peserta plonco/ospek biasanya terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu:

    1.    Perintah untuk melakukan sesuatu

    2.    Perintah untuk tidak melakukan sesuatu

    3.    Peringatan atas sesuatu.

     

    Apabila perintah-perintah tersebut disampaikan dengan cara yang tidak disenangi oleh peserta, maka perintah tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Mengenai delik ini diatur dalam Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Bab XVIII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang yang rumusannya berbunyi:

     

    (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama atau tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;

    Ke-1: barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain.

    Ke-2: barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

     

    (2)  Dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

     

    Dalam Pasal 335 KUHP ini, terdapat dua unsur yang merupakan kunci untuk pembuktian delik ini, yaitu unsur “memakai kekerasan” atau “ancaman kekerasan”. Apabila salah satu unsur tersebut terpenuhi maka dapat dikategorikan sebagai delik perbuatan tidak menyenangkan.

     

    Mahkamah Agung atas Pasal 335 KUHP ini berpendapat, bahwa kekerasan yang terjadi tidak harus merupakan paksaan fisik melainkan juga paksaan psikis. Jadi, apabila panitia Diklat (plonco/ospek) melakukan paksaan dalam memberikan perintah yang tidak anda senangi maka hal itu dapat dikategorikan sebagai delik perbuatan tidak menyenangkan. Untuk lebih jelasnya, sila buka artikel Perbuatan Tidak Menyenangkan.

     
    Mengenai Makian

    Makian yang dilontarkan oleh panitia Diklat (plonco/ospek) terhadap peserta dapat dikategorikan sebagai penghinaan. Perbuatan penghinaan ini diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP yang  berbunyi:

     

    Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

     

    Dalam Pasal 310 KUHP ini terdapat unsur yang harus diperhatikan yakni unsur “sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal” dan unsur “maksud untuk diketahui umum”. Jika unsur-unsur ini terpenuhi maka dapat dikategorikan sebagai penghinaan.

     

    Delik penghinaan ini merupakan delik aduan. Jadi, tuntutan hanya bisa dilakukan apabila ada aduan yang disampaikan kepada polisi. Informasi lebih lanjut sila simak artikel Penghinaan.

     
    Mengenai Penganiayaan

    Pemukulan yang dilakukan panitia terhadap peserta merupakan delik penganiayaan. Delik penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP. Sebelumnya, terlebih dahulu diklasifikasikan delik pemukulan (penganiayaan) yang terjadi apakah merupakan penganiayaan berat atau ringan. 

     

    Penganiayaan berat diatur dalam Pasal 351 KUHP yang berbunyi:

    1.    Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    2.    Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

    3.    Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

    4.    Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

    5.    Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
     

    Penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi:

    1.    Selain daripada yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500. Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada di bawah perintahnya.

    2.    Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.

     

    Menurut R. Soesilo, tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 352 KUHP disebut ‘penganiayaan ringan’, dan masuk kategori ‘kejahatan ringan’. Perbuatan penganiayaan yang masuk kategori Pasal 352 KUHP adalah:

    a.    perbuatan yang tidak menjadikan sakit; dan

    b.    perbuatan yang tidak sampai membuat korban terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.

     

    Soesilo memberi contoh penganiayaan ringan; A menempeleng B tiga kali. Meskipun B merasa sakit tetapi tidak menghalanginya untuk bekerja sehari-hari.

     

    Penganiayaan ini merupakan delik biasa yang berarti perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban) atau laporan dari korban maupun saksi. Penjelasan selengkapnya simak Batasan Penganiayaan Ringan.

     
    Demikian jawaban kami semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad1915 No. 732).

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!