Praktik Bank Gelap
PERTANYAAN
Kapan suatu tindakan pinjam meminjam uang dapat dikategorikan sebagai Praktek Bank Gelap?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Kapan suatu tindakan pinjam meminjam uang dapat dikategorikan sebagai Praktek Bank Gelap?
Intisari:
“Bank Gelap” merupakan badan-badan yang yang melakukan kegiatan usaha perbankan, tanpa adanya izin usaha untuk melakukan kegiatan tersebut dari Pimpinan Bank Indonesia. Jadi dikatakan sebagai “bank gelap” adalah ketika pihak tersebut melakukan kegiatan bank seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, tetapi ia tidak mempunyai izin dari Bank Indonesia untuk melakukan hal tersebut.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Pada dasarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur secara khusus definisi dari “Bank Gelap” (Shadow Banking). Berdasarkan best knowledge dan best practice, “Bank Gelap” merupakan badan-badan yang yang melakukan kegiatan usaha perbankan, tanpa adanya izin usaha untuk melakukan kegiatan tersebut dari Pimpinan Bank Indonesia.[1]
Suatu praktik kegiatan usaha perbankan dapat dikategorikan sebagai praktek “Bank Gelap” apabila memenuhi sekurang-kurangnya kategori sebagai berikut.
1. Praktik kegiatan usaha perbankan tanpa mendapatkan izin dari Bank Indonesia;
2. Praktik kegiatan usaha “Bank di dalam Bank”, misalnya: karyawan/pegawai Bank menjalankan usaha bank (memberikan pinjaman dari dan/atau menampung dana kepada masyarakat) melalui rekening atas namanya, dengan penerima keuntungan dari rekening tersebut sebenarnya adalah nasabah lain;
3. Kegiatan investasi yang mengarah pada kegiatan usaha perbankan tanpa izin, misalnya: bisnis Multi-level Marketing yang memberikan fasilitas kredit/peminjaman uang kepada anggotanya;
4. Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dengan menjanjikan bunga simpanan atas dana nasabah yang tidak wajar, misalnya: koperasi yang memberikan bunga yang jauh lebih tinggi dari perbankan pada umumnya, atas fasilitas simpan pinjam anggotanya;
5. Menjanjikan keuntungan investasi yang tidak wajar (investasi dalam jangka waktu dekat dengan keuntungan yang begitu banyak), baik berupa pendapatan, imbal hasil, dan/atau profit sharing, baik dalam bentuk persentase maupun dalam bentuk jumlah nominal tanpa kejelasan latar belakang dan perhitungan investasi.
Terhadap pelaksanaan praktek “Bank Gelap” tersebut di atas, potensi pemberian sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ialah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”) mengatur bahwa pihak yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia dapat dikenakan pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.[2] Jika dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.[3]
2. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), badan dan/atau pengurus badan tersebut dapat berpotensi dikenakan pasal perihal Penggelapan (Pasal 372 KUHP) dengan ancaman sanksi pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak Rp900 ribu dan/atau penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun, dan/atau Penipuan (Pasal 378 KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Ancaman tindak pidana penggelapan dan/atau penipuan bisa dijerat jika para penghimpun dana masyarakat ini sejak awal memiliki iktikad tidak baik yang mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian.
Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
[1] Direktori institusi perbankan terdapat pada website Direktori Perbankan Indonesia, yang diumumkan oleh Bank Indonesia di website resminya, http://www.bi.go.id/id/publikasi/dpi/default.aspx.
[2] Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan
[3] Pasal 46 ayat (2) UU Perbankan
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?