Pemerintah lalu memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang dikhitan serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan, namun sepanjang penelusuran kami, hingga saat ini belum terdapat pedoman yang dimaksud.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Sunat Perempuan yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 27 Juli 2012, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya pada 19 Februari 2020.
Khitan Perempuan Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Khitan/sunat, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
Khitan terhadap perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan;
Pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syari’ah, karena khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam;
Namun, dalam pelaksanaannya, khitan terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris.
Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dlarar.
Hukum Khitan Perempuan di Indonesia
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada Konsiderans huruf a Permenkes 6/2014 disebutkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara alamiah.
Bahwa khitan perempuan hingga saat ini bukan merupakan tindakan kedokteran, karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.[1]
Berdasarkan aspek budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih terdapat permintaan untuk dilakukannya khitan perempuan yang pelaksanaannya tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta dengan tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation).[2]
Pasal 2 Permenkes 6/2014 mengatur bahwa pemberian mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan.
Dalam kajian tersebut, dipertanyakan apakah pemerintah hendak menghentikan P2GP atau justru mengizinkan P2GP berlangsung asalkan sesuai dengan kaidah keagamaan yang berlaku? Bahkan hingga saat ini, berdasarkan hasil temuan lapangan, P2GP masih tetap ditemukan dan dilakukan oleh bidan ataupun dukun dengan cara yang beragam (hal. 78).
Tentu hal ini tidak mengherankan, karena memang tidak pernah ada tindak lanjut dari Pasal 2 Permenkes 6/2014, yaitu Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k yang diberikan kewenangan untuk membuat pedoman mengenai penyelenggaraan khitan perempuan. Namun hingga kini, tidak ditemukan hasil dari mandat tersebut (hal. 78).
Maka, praktik P2GP atau khitan perempuan, baik oleh bidan maupun dukun, tidak memiliki landasan sumber yang jelas dan berpeluang membahayakan perempuan dan anak perempuan (hal. 182).
Namun patut diperhatikan bahwa berbeda dengan Fatwa MUI, lembaga keumatan lain, yaitu Muhammadiyah justru tidak menganjurkan khitan perempuan (hal. 61).
Maka, bisa disimpulkan bahwa khitan bagi perempuan di Indonesia masih menuai kontroversi baik dari sisi medis, agama, maupun aspek legalitasnya.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.