Definisi Hak Servituut (Pengabdian Pekarangan) dan Penerapannya
PERTANYAAN
Bapak/ Ibu yth. redaksi hukumonline, apakah hak servituut (pengabdian pekarangan) itu? Dan apakah masih berlaku di Indonesia atau sudah digantikan?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bapak/ Ibu yth. redaksi hukumonline, apakah hak servituut (pengabdian pekarangan) itu? Dan apakah masih berlaku di Indonesia atau sudah digantikan?
Menurut Prof. Subekti dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 75), servituut atau erfdienstbaarheid adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang yang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A atau air yang dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui pekarangan A. lebih jauh Subekti menulis:
Oleh karena erfdienstbaarheid itu suatu hak kebendaan, maka haknya tetap melekat pada pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada orang lain. Erfdienstbaarheid diperoleh karena suatu titel (jual beli, pemberian, warisan, dan sebagainya) atau karena lewat waktu (berpuluh-puluh tahun berlaku dengan tiada bantahan orang lain), dan ia hapus apabila kedua pekarangan jatuh dalam tangan satu orang atau juga karena lewat waktu (lama tidak dipergunakan).
Servituut diatur dalam Pasal 674 sampai dengan Pasal 710 KUH Perdata yaitu Bab Keenam tentang Pengabdian Pekarangan.
H.F.A. Vollmar dalam buku Pengantar Studi Hukum Perdata (hal. 255) menulis bahwa tanda ciri khas dari pengabdian pekarangan itu ialah bahwa pengabdian tersebut tidak terikat kepada seorang orang tertentu, tetapi kepada sebidang pekarangan tertentu yang pemilik langsungnya sebagai demikian melakukan hak pengabdian pekarangan tersebut.
Vollmar juga menjelaskan bahwa hak pengabdian pekarangan dapat juga diadakan untuk kepentingan atau untuk beban jalan umum (ibid., hal. 256). Dalam kaitan ini, Vollmar merujuk pada putusan Hoge Raad tahun 1912 yang menyatakan bahwa benda-benda yang diperuntukkan bagi dinas umum dapat menjadi obyek dari Hukum Perdata. Lebih jauh Vollmar menulis (ibid., hal. 200):
Misalnya adalah sangat mungkin dan memang sangat lazim untuk membebani lapangan-lapangan yang terletak pada jalan-jalan tertentu dengan "pengabdian pekarangan” untuk kemanfaatan jalan-jalan itu (misalnya suatu servituut untuk melarang mendirikan bangunan).
Mengenai apakah hak servituut masih berlaku, berdasarkan penelusuran kami, hak servituut sebagaimana diatur dalam KUH Perdata masih berlaku. Hal ini dapat kita lihat dalam perkara No. 19/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST antara Kisin Miih, Rizal Sofyan Gueci, Margono, Robingatun dan Jakaria sebagai para penggugat melawan PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT Smart Telecom Tbk dan PT Supra Veritas sebagai para tergugat.
Sebagaimana diberitakan hukumonline dalam artikel BSD dan PT Smart Dihukum Membangun Jalan Warga Lengkong Gudang, Perkara ini berawal dari tidak digubrisnya usulan warga Kampung Lengkong kepada para tergugat untuk membuat 12 jalan alternatif akses keluar masuk warga. Mereka menilai para tergugat melanggar hak servituut warga dengan melakukan perbuatan melawan hukum dengan ‘pengisolasian’ melalui pemagaran. Lebih jauh hukumonline menulis bahwa:
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat hak servituut warga tak dapat diganggu gugat dengan alasan apapun. Majelis hakim menyatakan berdasarkan bukti peta udara yang diajukan penggugat terungkap, sejak 1937 hingga sekarang, jalan Kemuning merupakan jalan penghubung warga. Dua saksi yang diajukan penggugat menyatakan hal senada. Sayang jalan itu kini tertutup tembok dan diurug tanah.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad No. 23 Tahun 1847).
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?