Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Rangkap Jabatan Profesi Hukum

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Rangkap Jabatan Profesi Hukum

Rangkap Jabatan Profesi Hukum
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Rangkap Jabatan Profesi Hukum

PERTANYAAN

Bisakah seorang sarjana hukum memiliki beberapa profesi dalam profesi hukum juga?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Ada beberapa profesi hukum yang dapat dirangkap, ada juga yang tidak bisa. Profesi hukum yang dapat rangkap jabatan misalnya advokat merangkap kurator atau konsultan kekayaan intelektual, notaris merangkap pejabat pembuat akta tanah (“PPAT”). Sedangkan yang tidak dapat rangkap jabatan misalnya advokat merangkap notaris atau PPAT, hakim merangkap advokat, serta dosen berstatus pegawai negeri sipil merangkap advokat.
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua kali dari artikel dengan judul yang sama yang pertama kali dibuat oleh Amrie Hakim, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 10 September 2012 dan dimutakhirkan pertama kali oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. pada Rabu, 27 April 2016.
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ada beberapa profesi hukum yang dapat melakukan rangkap jabatan, akan tetapi ada beberapa juga yang tidak dapat dilakukan rangkap jabatan.
     
    Dalam artikel Lapangan Kerja Bidang Hukum, kami menjelaskan sejumlah profesi bidang hukum yang dapat digeluti oleh sarjana lulusan fakultas hukum. Beberapa profesi bidang hukum yang kami sebutkan di dalam artikel tersebut di antaranya adalah advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah (“PPAT”), konsultan kekayaan intelektual, kurator, hakim dan dosen.
     
    Di antara beberapa profesi hukum tersebut, sebagian di antaranya dapat saling merangkap. Misalnya, seorang advokat dapat merangkap jabatan menjadi, antara lain, konsultan kekayaan intelektual dan/atau kurator.
     
    Rangkap Jabatan Advokat
    Advokat dapat merangkap sebagai kurator maupun konsultan kekayaan intelektual. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“Permenkumham 18/2013”) disebutkan bahwa salah satu persyaratan untuk dapat menjadi sebagai kurator adalah orang tersebut harus advokat, akuntan publik, sarjana hukum, atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi.[1] Ini berarti bahwa advokat dapat merangkap jabatan sebagai kurator.
     
    Walaupun kurator dapat juga berprofesi sebagai advokat, akan tetapi, tidak semua jabatan dapat dirangkap oleh kurator. Kurator dilarang merangkap jabatan, selain:[2]
    1. advokat;
    2. akuntan;
    3. mediator;
    4. konsultan hak kekayaan intelektual;
    5. konsultan hukum pasar modal; dan
    6. arbiter.
     
    Kemudian mengenai advokat merangkap sebagai konsultan hak kekayaan intelektual, itu pun dapat dilakukan karena berdasarkan Pasal 3 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (“PP 2/2005”) yang dilarang adalah konsultan hak kekayaan intelektual berstatus sebagai pegawai negeri.
     
    Jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), advokat dilarang berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Ini berarti, selain daripada itu, advokat dapat merangkap jabatan lain.[3]
     
    Melihat pada ketentuan dalam UU Advokat tidak diatur bahwa advokat tidak dapat menjadi dosen atau hakim. Apakah advokat bisa menjadi hakim atau dosen?
     
    Terkait hakim, berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”), hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung tidak dapat merangkap jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.[4] Yang dimaksud dengan “merangkap jabatan” antara lain:
    1. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya;
    2. pengusaha; dan
    3. advokat.
     
    Dalam hal hakim yang merangkap sebagai pengusaha antara lain hakim yang merangkap sebagai direktur perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan atau mengadakan usaha
    perdagangan lain.
     
    Ini berarti advokat tentu saja tidak dapat merangkap jabatan sebagai hakim karena ada larangan dalam pengaturan mengenai hakim. Sebagai referensi, Anda bisa juga membaca Sebelas Jenis Jabatan Terlarang Bagi Hakim.
     
    Sedangkan rangkap jabatan sebagai dosen, jika dosen perguruan tinggi negeri yang berstatus sebagai pegawai negeri, tentu saja tidak diperbolehkan. Lebih lanjut, dapat dibaca juga artikel Ijin Praktek Insidentil, Alternatif bagi Dosen PTN dan Jadi Advokat Sekaligus Dosen, Jangan Takut Diuji.
     
    Rangkap Jabatan Notaris
    Selain advokat, notaris pun dapat merangkap jabatan, akan tetapi hanya dapat merangkap jabatan sebagai PPAT dalam tempat kedudukannya.[5]
     
    Notaris tidak dapat merangkap jabatan sebagai advokat. Tidak hanya itu, ada beberapa profesi yang tidak dapat dirangkap oleh notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Notaris”), yaitu:
     
    tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
     
    Begitu pula untuk PPAT, PPAT tidak dapat merangkap jabatan sebagai advokat sebagaimana dijelaskan dalam pada Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”).
     
    Lebih jelas lagi, menurut Pasal 7 ayat (2) PP 24/2016 ada beberapa profesi yang dilarang untuk dirangkap yaitu:
    1. advokat, konsultan atau penasehat hukum;
    2. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;
    3. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK);
    4. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tinggi swasta;
    5. surveyor berlisensi;
    6. penilai tanah;
    7. mediator; dan/atau
    8. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

    [1] Pasal 3 ayat (2) huruf e Permenkumham 18/2013
    [2] Pasal 6 Permenkumham 18/2013
    [3] Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Advokat
    [4] Pasal 31 UU 48/2009
    [5] Pasal 17 huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (“UU Notaris”) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”)

    Tags

    hukumonline
    profesi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!