Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Larangan Suami-Istri Bekerja di Tempat yang Sama?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Adakah Larangan Suami-Istri Bekerja di Tempat yang Sama?

Adakah Larangan Suami-Istri Bekerja di Tempat yang Sama?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Adakah Larangan Suami-Istri Bekerja di Tempat yang Sama?

PERTANYAAN

Apakah ada aturan yang melarang suami istri bekerja di tempat yang sama?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pada dasarnya, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur mengenai boleh-tidaknya suami istri bekerja di tempat yang sama.
     
    Yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja mempunyai ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:
     
    Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja Bersama (PKB).
     
    Namun kemudian Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Itu artinya, pengusaha tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan ikatan perkawinan. Atau dengan kata lain, pengusaha dilarang memberlakukan larangan pernikahan antar sesama pekerja dalam suatu perusahaan. Apabila tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak berlaku.
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apakah Ada Larangan Suami-Istri Bekerja di Tempat yang Sama? yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 14 November 2012.
     
    Intisari:
     
     
    Pada dasarnya, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur mengenai boleh-tidaknya suami istri bekerja di tempat yang sama.
     
    Yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja mempunyai ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:
     
    Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja Bersama (PKB).
     
    Namun kemudian Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Itu artinya, pengusaha tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan ikatan perkawinan. Atau dengan kata lain, pengusaha dilarang memberlakukan larangan pernikahan antar sesama pekerja dalam suatu perusahaan. Apabila tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak berlaku.
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pada dasarnya, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur mengenai boleh-tidaknya suami istri bekerja di tempat yang sama.
     
    Yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja mempunyai ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:
     
    Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja Bersama (PKB).
     
    Namun kemudian Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 ("Putusan MK 13/2017”) menyatakan bahwa frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Itu artinya, pengusaha tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan ikatan perkawinan. Atau dengan kata lain, pengusaha dilarang memberlakukan larangan pernikahan antar sesama pekerja dalam suatu perusahaan. Apabila tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak berlaku.
     
    Mengenai larangan melakukan pemutusan hubungan kerja karena adanya ikatan perkawinan, dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa pertalian darah atau hubungan perkawinan adalah takdir yang tidak dapat direncanakan maupun dielakkan. Oleh karena itu, menjadikan sesuatu yang bersifat takdir sebagai syarat untuk mengesampingkan pemenuhan hak asasi manusia, dalam hal ini hak atas pekerjaan serta hak untuk membentuk keluarga, adalah tidak dapat diterima sebagai alasan yang sah secara konstitusional.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Hakim ad hoc PHI Jakarta periode 2006-2016, Juanda Pangaribuan dalam artikel Buruh Boleh Menikah dengan Rekan Sekantor, Poin-Poin Ini yang Perlu Diperhatikan. Juanda Pangaribuan, menilai Putusan MK 13/2017 terkait Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan sudah selayaknya begitu karena menikah adalah hak asasi setiap orang. Perusahaan yang melarang pekerjanya menikah dengan teman kerjanya merupakan bentuk pembatasan terhadap perjodohan dan sumber rejekinya. Putusan MK itu bisa langsung dilaksanakan karena sifatnya mengikat dan tidak ada persoalan teknis yang menghambat.
     
    Menurut Juanda, langkah yang perlu dilakukan pengusaha dalam menyikapi putusan tersebut yakni tidak menjalankan aturan yang melarang pekerja menikah atau memiliki pertalian darah dengan rekan kerja di satu perusahaan. Jika ketentuan itu sudah tercantum dalam perjanjian kerja, demi hukum itu tidak berlaku lagi sejak Mahkamah Konstitusi membacakan putusan tersebut. Jika ketentuan itu diatur dalam Peraturan Perusahaan (“PP”) atau Perjanjian Kerja Bersama (”PKB”), maka tidak perlu dijalankan. Saat PP atau PKB itu direvisi, putusan MK itu harus dimasukkan dalam amandemen.
     
    Lebih lanjut dijelaskan oleh Juanda, pengusaha juga perlu mengatur agar pasangan pekerja yang menikah itu tidak dalam satu divisi yang sama. Pemindahan pekerja ke divisi lain itu dilakukan dengan memperhatikan keterampilan, kemampuan, dan latar belakang pendidikan pekerja. Tetapi jangan pula dipindahkan pada jabatan yang tingkatnya lebih rendah, misalnya dari akuntan menjadi office boy.
     
    Simak pula artikel jawaban kami sebelumnya Larangan Pernikahan Sesama Pekerja dalam Satu Perusahaan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017.
     

    Tags

    keluarga
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!