Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Masalah Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Masalah Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa

Masalah Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Masalah Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa

PERTANYAAN

Saya mempunyai masalah dengan penyewa rumah, di mana rumah yang disewa tersebut milik orang tua saya dan kedua orang tua saya sudah meninggal. Penyewa tersebut tidak mau pindah dengan alasan diamanati oleh orang tua saya. Penyewa tersebut meminta “uang jasa” jika ingin mereka keluar dari rumah tersebut. Saya dan keluarga saya terlanjur menyanggupi untuk membayar "uang jasa"-nya, sebesar Rp"A". Tetapi, setelah berpikir kemudian nilai Rp"A" itu sangat besar dan kami ingin bernegosiasi kembali untuk mengurangi "uang jasa" tersebut. Jika hasil negosiasi tadi gagal dan si penyewa tidak mau pindah, apakah saya bisa membawa masalah tadi ke ranah hukum, sedangkan rumah tersebut milik keluarga dan keluarga berhak untuk mempergunakan rumah tersebut? Apakah saya dan keluarga yang tidak bisa memenuhi Rp”A” tersebut salah? Karena pada saat itu kami tidak berpikir jernih dan hanya fokus untuk mengusir penyewa tersebut. Mohon pencerahannya, terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    KLINIK TERKAIT

    Apa Istri Harus Bayar Sewa Rumah pada Suami?

    Apa Istri Harus Bayar Sewa Rumah pada Suami?

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 04 Desember 2012.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Intisari:

     

     

    Anda dapat membawa masalah tersebut ke ranah hukum dengan syarat bahwa memang berdasarkan perjanjian sewa menyewa antara kedua orang tua Anda dan penyewa tersebut, sewa menyewa rumah telah berakhir, sehingga Anda (dan saudara-saudara kandung Anda – kalau ada) sebagai ahli waris kedua orang tua Anda mempunyai hak untuk meminta orang tersebut keluar dari rumah warisan orang tua Anda.

     

    Anda dapat mempermasalahkan hal tersebut (si penyewa tidak mau keluar dari rumah orang tua Anda) baik secara hukum perdata maupun secara hukum pidana. Gugatan secara hukum perdata dapat Anda lakukan berdasarkan wanprestasi, yaitu si penyewa tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian untuk keluar dari rumah tersebut setelah jangka waktu sewa rumah berakhir.

     

    Akan tetapi, sebelum melakukan gugatan perdata, Anda harus melakukan somasi kepada penyewa untuk keluar dari rumah tersebut.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Perjanjian Sewa Menyewa

    Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang lain itu. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).

     

    Jadi, sewa menyewa tersebut pada dasarnya adalah perjanjian. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian tidak harus dibuat dalam bentuk tertulis dan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan dari kedua belah pihak.[1]

     

    Gugatan Perdata dan Tuntutan Pidana

    Berdasarkan penjelasan Anda, Anda tidak menyebutkan apakah Anda mempunyai saudara kandung dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu, kami berasumsi bahwa Anda mempunyai saudara kandung dan semuanya sepakat dengan Anda untuk meminta penyewa tersebut keluar dari rumah orang tua Anda.

     

    Anda dapat membawa masalah tersebut ke ranah hukum dengan syarat bahwa memang berdasarkan perjanjian sewa menyewa antara kedua orang tua Anda dan penyewa tersebut, sewa menyewa rumah telah berakhir, sehingga Anda (dan saudara-saudara kandung Anda – kalau ada) sebagai ahli waris kedua orang tua Anda mempunyai hak untuk meminta orang tersebut keluar dari rumah warisan orang tua Anda.

     

    Ini karena berdasarkan Pasal 1575 (“KUHPer”), perjanjian sewa menyewa tidak berakhir dengan meninggalnya orang tua Anda (sebagai pihak yang menyewakan rumahnya).

     

    Pasal 1575 KUHPer

    Persetujuan sewa sekali-kali tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun pihak yang menyewa.

     

    Anda dapat mempermasalahkan hal tersebut (si penyewa tidak mau keluar dari rumah orang tua Anda) baik secara perdata maupun secara pidana. Gugatan secara perdata dapat Anda lakukan berdasarkan wanprestasi[2], yaitu bahwa si penyewa tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian untuk keluar dari rumah tersebut setelah jangka waktu sewa rumah berakhir.

     

    Akan tetapi, sebelum melakukan gugatan perdata, Anda harus melakukan somasi kepada penyewa tersebut untuk keluar dari rumah tersebut.[3]

     

    Sedangkan untuk tuntutan pidana, dapat didasarkan pada Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai penggelapan. Dalam hal ini rumah orang tua Anda berada dalam penguasaan si penyewa dan tidak dikembalikan walaupun (ternyata) telah habis masa sewa. Maka, penyewa secara melawan hak memiliki rumah tersebut dan dapat dituntut secara pidana serta dijerat dengan pasal penggelapan. Lebih lanjut mengenai gugatan perdata dan tuntutan pidana dalam permasalahan sewa menyewa rumah ini, Anda dapat membaca artikel Penyelesaian Kasus Sewa Menyewa Rumah.

     

    Penghunian Rumah dengan Cara Bukan Sewa Menyewa

    Mengenai “diamanati” oleh orang tua Anda, kami kurang mengerti yang Anda maksudkan. Mengenai hal “diamanati” ini, penyewa harus membuktikannya bahwa memang ada amanat demikian dari orang tua Anda. Contohnya, jika yang dimaksud “diamanati” oleh penyewa sebenarnya adalah hibah dari orang tua Anda kepada penyewa, maka penyewa harus dapat membuktikannya dengan akta notaris mengenai hibah tersebut.[4] Jika penyewa tidak dapat membuktikannya dengan akta notaris, maka hibah tersebut dianggap tidak ada.

     

    Pasal 1682 KUHPer

    Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.

     

    Akan tetapi, boleh jadi yang dimaksud dengan “diamanati” tersebut adalah penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 14/2016”).

     

    Penghunian Rumah dapat berupa:[5]

    a.    hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    b.    cara sewa menyewa; atau

    c.    cara bukan sewa menyewa.

     

    Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik Rumah. Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. Perjanjian tertulis tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa menyewa, dan besarnya harga sewa serta kondisi force majeure.[6]

     

    Mungkin yang terjadi dahulu antara penyewa tersebut dan orangtua Anda adalah penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa secara lisan. Jika demikian, dalam hal tidak diatur atau tidak jelas mengenai kapan waktu berakhirnya jangka waktu penghunian, maka berdasarkan Pasal 1238 KUHPer, Anda harus memberikan somasi kepada penyewa untuk mengosongkan rumah tersebut. Apabila setelah adanya somasi, penyewa tidak juga mengosongkan rumah, maka Anda dapat menggugatnya melalui gugatan wanprestasi.[7]

     

    Sedangkan mengenai "uang jasa", apabila perjanjian lisan yang Anda buat dengan penyewa tersebut memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPer, maka Anda harus membayar “uang jasa” tersebut, kecuali Anda dapat membuktikan tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut, seperti misalnya adanya unsur penipuan atau Anda khilaf dalam membuat perjanjian tersebut.

     

    Syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPer adalah sebagai berikut:

    1.    kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

    2.    kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

    3.    suatu pokok persoalan tertentu;

    4.    suatu sebab yang tidak terlarang.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    3.    Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.



    [1] Pasal 1338 KUHPer

    [2] Pasal 1243 KUHPer

    [3] Pasal 1238 KUHPer

    [4] Pasal 1682 KUHPer

    [5] Pasal 28 ayat (2) PP 14/2016

    [6] Pasal 28 ayat (3), (4), dan (5) PP 14/2016

    [7] Pasal 1243 KUHPer

    Tags

    hukumonline
    google

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!