Saya bekerja di pabrik keramik. Uang makan dan uang pengobatan kami dibayar dengan keramik hasil produksi kami sendiri. Alasannya, perusahaan tidak bisa membayar itu semua. Apakah ini diperbolehkan? Terima kasih, mohon penjelasannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul“Pembayaran Upah Bukan Berbentuk Uang” yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. danpertama kali dipublikasikan pada Kamis, 29 November 2012.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pemberian upah pada dasarnya dinyatakan dalam bentuk uang dan program jaminan kesehatan diselenggarakan dalam pembayaran manfaat dan/atau pembiayaan pelayanan kesehatan, bukan dalam bentuk barang yaitu keramik.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Jadi, pada dasarnya upah dinyatakan dan dibayarkan dalam bentuk uang. Lantas, apakah upah boleh dibayarkan dalam bentuk selain uang? UU Ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai hal ini. PP Pengupahan juga tidak mengenal upah dalam bentuk barang.
Namun, UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan memberikan definisi pekerja/buruh sebagai berikut:[2]
Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Namun sayangnya, kedua peraturan perundang-undangan di atas tidak menjelaskan lebih lanjut apa “imbalan dalam bentuk lain” yang dimaksud.
Menurut ketentuan Pasal 10 huruf f UU BPJS, BPJS bertugas untuk membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial. Ini berarti jaminan kesehatan tidak diberikan dalam bentuk barang yang diproduksi sendiri oleh pekerja.
Jadi, pemberian upah pada dasarnya dinyatakan dalam bentuk uang dan program jaminan kesehatan diselenggarakan dalam pembayaran manfaat dan/atau pembiayaan pelayanan kesehatan, bukan dalam bentuk barang yaitu keramik.
Langkah yang Dapat Dilakukan
Upah merupakan hak yang diterima oleh Anda sebagai pekerja. Bila terjadi perselisihan karena upah yang dibayar tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka dikatakan terjadi perselisihan hak. Artinya, dasar perselisihan antara Anda dengan pengusaha adalah perselisihan hak.
Yang dimaksud dengan perselisihan hak berdasarkan Pasal 1 angka 2Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial(“UU PPHI”) adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Adapun langkah hukum yang dapat Anda lakukan jika terjadi perselisihan hak adalah Anda wajib menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UU PPHI, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit. Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perundingan ini harus diselesaikan paling lama 30 hari.[4] Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[5]
Nantinya, Anda dan pengusaha ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih adalah Mediasi Hubungan Industrial.
Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.[6]
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[7]