KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Yang Harus Diperhatikan Jika Perusahaan Ingin Memberikan Corporate Guarantee

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Yang Harus Diperhatikan Jika Perusahaan Ingin Memberikan Corporate Guarantee

Yang Harus Diperhatikan Jika Perusahaan Ingin Memberikan Corporate Guarantee
Jufrian Murzal, S.H.Murzal & Partner Law Firm
Murzal & Partner Law Firm
Bacaan 10 Menit
Yang Harus Diperhatikan Jika Perusahaan Ingin Memberikan Corporate Guarantee

PERTANYAAN

  1. Apa saja syarat suatu perusahaan dapat mengeluarkan corporate guarantee?
  2. Misalnya perusahaan A akan menjamin utang perusahaan B (dengan corporate guarantee), apakah perusahaan A harus memiliki saham di perusahaan B? Dan adakah minimal kepemilikan saham perusahaan A di perusahaan B agar bisa menerbitkan corporate guarantee?

  1. What are the conditions for a company to be able to issue a corporate guarantee?
  2. For example, if company A guarantees the debt of company B (through a corporate guarantee), does company A required to own shares in company B? And is there any regulation for the minimum ownership of company A in company B to allow company A to issue a corporate guarantee?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, corporate guarantee adalah penanggungan oleh badan hukum yang pengaturannya sama dengan personal guarantee (penanggungan oleh perorangan). Ketentuan hukum untuk perusahaan terbuka yang akan memberikan corporate guarantee diatur dalam POJK 17/POJK.04/2020

    Lantas, apa saja syarat perusahaan dapat mengeluarkan corporate guarantee?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.


    Basically, a corporate guarantee is a guarantee by a legal entity with the same arrangements as a personal guarantee (guaranteed by an individual). The legal provisions for public companies that will provide corporate guarantees are regulated in POJK 17/POJK.04/2020

    So, what are the requirements for companies to issue corporate guarantees?

    Please read the review below for a further explanation.

    ULASAN LENGKAP

    Versi Bahasa Indonesia

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Persyaratan dalam Pemberian Corporate Guarantee yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan Jumat, 30 November 2012, dan dimutakhirkan pada Senin, 14 Maret 2022 oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.

    KLINIK TERKAIT

    Mengenal Jaminan Perorangan, Corporate Guarantee, dan Bank Garansi

    Mengenal Jaminan Perorangan, <i>Corporate Guarantee</i>, dan Bank Garansi

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu Corporate Guarantee?

    Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Corporate Guarantee. Pada dasarnya, corporate guarantee adalah penanggungan oleh badan hukum yang pengaturannya sama dengan personal guarantee (penanggungan oleh perorangan)[1] sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPer, yang perbedaannya hanya terletak pada subjek hukumnya.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Oleh karena corporate guarantee memiliki pengaturan yang sama dengan personal guarantee dalam KUHPer, perusahaan dapat memberikan jaminan dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur.[2]

    Meskipun KUHPer tidak menjelaskan secara terperinci mengenai penjaminan korporasi, KUHPer menyediakan beberapa prinsip dasar untuk dapat diperhatikan. Berdasarkan Pasal 1820 KUHPer, jaminan adalah perjanjian dimana pihak ketiga (untuk kepentingan kreditur), mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi atau melaksanakan perikatannya. Kemudian, menurut hemat kami, KUHPer juga mengkategorikan ‘jaminan’ sebagai salah satu bentuk sekuritas untuk memastikan pelaksanaan atau pemenuhan kewajiban atau perikatan tertentu seperti utang atau kewajiban pembayaran.

    Dengan definisi tersebut, jelas adanya bahwa keberadaan penjaminan korporasi bergantung pada perjanjian dasarnya, sehingga menjadi penting untuk memastikan bahwa penjanjian dasar valid dan dapat dilaksanakan di hadapan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer.

    Kemudian, sehubungan dengan gagal bayar, Pasal 1831 KUHPer menyatakan prinsip dasar bahwa penjamin tidak diwajibkan untuk membayar kreditur kecuali ketika debitur dibuktikan lalai dalam membayar, tetapi bahkan dalam hal ini benda yang dijaminkan harus terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utang.

    Sejalan dengan perkembangan transaksi bisnis, cakupan ‘jaminan’ menjadi diperluas guna memenuhi kebutuhan bisnis. Menurut hemat kami, saat ini, sudah tidak asing untuk menemui jaminan yang diberikan oleh korporasi untuk menjamin pelaksanaan kewajiban di luar pembayaran seperti penyediaan jasa atau kualitas barang yang dijual.

    Baca juga: Mengenal Jaminan Perorangan, Corporate Guarantee, dan Bank Garansi

    Jenis Transaksi yang Membutuhkan Penjaminan Korporasi

    Lantas, jenis transaksi apa saja yang membutuhkan corporate guarantee? Berdasarkan praktik kami, contoh transaksi yang pada umumnya memiliki jaminan korporasi adalah:

    1. transaksi utang piutang dimana induk perusahaan debitor memiliki aset yang dapat ditempatkan sebagai jaminan utang;
    2. transaksi penyediaan teknologi dimana penyedia teknologi belum memiliki kecukupan ekonomi untuk menunjukan kemampuannya dalam memenuhi perjanjian;
    3. transaksi penyediaan dimana penyedia produk (yang mana produk akan diadakan) tidak memiliki modal cukup untuk memperlihatkan modal cukup untuk menyediakan produk sesuai waktu yang ditentukan; dan
    4. transaksi lain dimana salah satu pihak mewajibkan perjanjian korporasi untuk memastikan bahwa perjanjian akan dipenuhi.

    Syarat Perusahaan Mengeluarkan Corporate Guarantee

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah perusahaan A harus memiliki saham di perusahaan B? Berdasarkan praktik kami, jawabannya adalah tidak, karena hal tersebut tergantung dari persyaratan kreditur. Contohnya, apabila perusahaan B merupakan bagian dari suatu grup perusahaan dengan perusahaan A sebagai perusahaan induk dari perusahaan B, tetapi perusahaan A tidak memiliki aset yang cukup, kreditur dapat meminta perusahaan afiliasi (sister company) perusahaan B untuk menjadi penjamin dalam penjaminan korporasi. Kemudian, berdasarkan praktik kami, daripada memperhatikan jumlah saham untuk menentukan kemampuan untuk menjamin, sebaiknya Anda memperhatikan pengendalian yang dimiliki oleh penjamin dan jumlah aset yang dimiliki penjamin.

    Dalam hal ini, menurut hemat kami juga penting bagi perjanjian untuk secara jelas menuliskan identitas penjamin. Selain itu, penjaminan korporasi dapat berujung pada penjualan aset atau mengambil kewajiban di bawah perjanjian material dan Anggaran Dasar penjamin dapat mengkategorikan hal ini sebagai transaksi material yang memerlukan persetujuan pemegang saham penjamin. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan persetujuan tersebut pada awal transaksi untuk menghindari kesulitan di masa mendatang dalam melaksanakan penjaminan korporasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 102 ayat (1) UU PT.

    Sebagai informasi, sepanjang penelusuran kami, memberikan corporate guarantee termasuk sebagai transaksi material, yaitu setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka atau perusahaan terkendali yang memenuhi batasan nilai tertentu yang ditetapkan dalam POJK 17/POJK.04/2020. Adapun Pasal 3 POJK 17/POJK.04/2020 mengatur:

    1. Suatu transaksi dikategorikan sebagai Transaksi Material apabila nilai transaksi sama dengan 20%atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka.
    2. Transaksi berupa perolehan dan pelepasan atas perusahaan atau segmen operasi dikategorikan sebagai Transaksi Material dalam hal:
      1. nilai transaksi sama dengan 20% (dua puluh persen) atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka;
      2. total aset yang menjadi objek transaksi dibagi total aset Perusahaan Terbuka nilainya sama dengan atau lebih dari 20% (dua puluh persen);
      3. laba bersih objek transaksi dibagi dengan laba bersih Perusahaan Terbuka nilainya sama dengan atau lebih dari 20% (dua puluh persen); atau
      4. pendapatan usaha objek transaksi dibagi dengan pendapatan usaha Perusahaan Terbuka nilainya sama dengan atau lebih dari 20% (dua puluh persen).
    3. Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Perusahaan Terbuka yang mempunyai ekuitas negatif, transaksi dikategorikan sebagai Transaksi Material apabila nilai transaksi sama dengan 10% (sepuluh persen) atau lebih dari total aset Perusahaan Terbuka.

    Selain itu, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) POJK 17/POJK.04/2020 jika perusahaan terbuka akan melakukan transaksi material atau dalam hal pemberian corporate guarantee, maka perusahaan terbuka wajib:

    1. menggunakan penilai untuk menentukan nilai wajar dari objek transaksi material dan/atau kewajaran transaksi dimaksud;
    2. mengumumkan keterbukaan informasi atas setiap transaksi material kepada masyarakat;
    3. menyampaikan keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan dokumen pendukungnya kepada OJK;
    4. terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) dalam hal:
      1. transaksi material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) POJK 17/POJK.04/2020 lebih dari 50%;
      2. transaksi material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) POJK 17/POJK.04/2020 lebih dari 25%; atau
      3. laporan penilai menyatakan bahwa transaksi material yang akan dilakukan tidak wajar; dan
    5. melaporkan hasil pelaksanaan transaksi material pada laporan tahunan.

    Namun, apabila transaksi material atau pemberian corporate guarantee dilakukan dengan perusahaan terkendali yang sahamnya dimiliki paling sedikit 99% dari modal disetor perusahaan terkendali atau transaksi yang dilakukan antara sesama perusahaan terkendali yang sahamnya dimiliki paling sedikit 99% oleh perusahaan terbuka, maka perusahaan terbuka tidak wajib menggunakan penilai dan memperoleh persetujuan RUPS.[3]

    Baca juga: Pemberian Corporate Guarantee oleh PT, Perlukah Persetujuan RUPS?

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.04/2020 Tahun 2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.

    Referensi:

    1. Frieda Husni Hasbullah. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan (Jilid 2). Jakarta: Ind Hill-Co, 2009;
    2. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset, 2001.

    English Version

    What to Consider If a Company Wants to Provide Corporate Guarantee

    Thank you for your question.

    The article below is the second update of the article entitled Requirements for Corporate Guarantees (Persyaratan dalam Pemberian Corporate Guarantee) written by Letezia Tobing, S.H., M.Kn. and was first published on Friday, 20 November 2012, and first updated on Monday, 14 March 2022 by Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.

    All legal information available on Klinik hukumonline.com has been prepared for educational purposes only and is general in nature (read the complete Disclaimer). In order to obtain legal advice specific to your case, please consult with Justika Partner Consultant.

    What is Corporate Guarantee?

    Before answering the essence of your question, we should first understand what is meant by a corporate guarantee. Basically, corporate guarantees are guarantees by legal entities whose arrangements are the same as personal guarantees (guarantees by individuals)[4] contained in Article 1820 to Article 1850 Civil Code. The difference lies only in the legal subject.

    Because Corporate Guarantees have the same arrangements as personal guarantees in the Civil Code, companies can guarantee the fulfillment of debtor obligations to creditors.[5]

    Although the Indonesian Civil Code does not give a detailed definition of corporate guarantee, it does provide several basic principles to be considered. Under Article 1820 Civil Code, guarantee is an agreement where a third party (for the interest of the creditor), bound itself to fulfill the commitment of the debtor in the event of the debtor being unable to perform its commitment. Furthermore, according to our opinion, the Indonesian Civil Code categorizes ‘guarantee’ as one of the forms of security to ensure the performance/fulfillment of certain obligations or engagements (in Bahasa “perikatan”) such as debts, and payment obligations.

    With such definition in mind, it is clear that the corporate guarantee existence is dependent to the underlying arrangement, it is important to ensure the underlying arrangement is valid or enforceable before the laws, as stated in Article 1320 Civil Code.

    Further, in relation to payment default, Article 1831 Civil Code provides the basic principle of the guarantor should not be obliged to pay the creditor unless the debtor is proven to be in default, but even in this case the collateral should first be seized and liquidated to settle the loan.

    Along with the development of business arrangements, the scope of ‘guarantee’ has effectively been expanded to meet business needs. According to our opinion, these days, it is not uncommon to encounter guarantees given by corporations guaranteeing the performance of certain obligations such as service provision or the quality of sold goods.

    Also read: Knowing Individual Guarantee, Corporate Guarantee, and Bank Guarantee

    Types of Transactions Requiring Corporate Guarantees

    So, what types of transactions require a corporate guarantee? Based on our practice, examples of transactions that generally have corporate guarantees are:

    1. loan arrangement where the debtor’s parent company possesses the assets which can be placed as security of the loan;
    2. technology provision arrangement where the technology provider has yet to possess strong financial standing to showcase the ability to perform contractual obligations;
    3. procurement arrangement where the product provider (whose product will be procured) is unable to showcase sufficient capital to ensure timely delivery of the products; and
    4. any arrangement where the counterparty requires a corporate guarantee to establish assurance that the contractual obligations will be performed.

    Company Conditions for Issuing Corporate Guarantee

    To answer your question about if company A guarantees the debt of company B (through corporate guarantee), does company A required to own shares in company B? The answer is not necessary as it would depend on the requirement of the creditor. For example, if company B is part of a group of companies and company A as the holding company of company B does not have significant assets, the creditor may require company B’s sister company within the same group of companies to sit as the guarantor of the corporate guarantee. According to our opinion, instead of assessing the number of shares to determine the ability to guarantee, the focus should be set on the degree of control of the guarantor and the assets possessed by the guarantor.

    In this situation, it is also important to write down the guarantor's identity. Corporate guarantee may lead to the disposal of assets or undertaking obligations under the material contract(s) and the Articles of Association of the guarantor may categorize these as material transaction(s) requiring approval(s) such as shareholders’ approval. Therefore, it is pivotal to secure such corporate approvals in advance to avoid potential hurdles in executing the corporate guarantee in the future, as stated in Article 102 section (1) Law 40/2007.

    For information, as far as we can see, providing a corporate guarantee is included as a material transaction, namely any transaction carried out by a public company or controlled company that meets certain value limits regulated in POJK 17/POJK.04/2020. Article 3 POJK 17/POJK.04/2020 stipulates:

      1. A transaction is categorized as a Material Transaction if the transaction value is equal to 20% (twenty percent) or more of the Publicly-Traded Company’s equity.
      2. A transaction in the form of acquisition and disposal of companies or operating segments are categorized as a Material Transaction in the event that:
          1. the transaction value is equal to 20% (twenty percent) or more of the Publicly-Traded Company’s equity;
          2. the total assets that become transaction object divided by the total assets of the Publicly-Traded Company has a value of equal to or more than 20% (twenty percent);
          3. the net profit of the transaction object divided by the net profit of the Publicly-Traded Company has a value of equal to or more than 20% (twenty percent); or d. the revenue of the transaction object divided by the revenue of the Publicly-Traded Company has a value of equal to or more than 20% (twenty percent).
      3.  In the event that the transactions as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) are conducted by a Publicly-Traded Company that has negative equity, the transaction is categorized as a Material Transaction if the transaction value is equal to 10% (ten percent) or more of the Publicly-Traded Company’s equity.

    In addition, based on Article 6 section (1) POJK 17/POJK.04/2020 if a public company will conduct a material transaction or in the case of providing a corporate guarantee, the public company must:

        1. employ an Appraiser to determine the fair value of the Material Transaction’s objects and/or the reasonableness of the transaction concerned;
        2. announce information transparency on each Material Transaction to the community;
        3. submit the information transparency as referred to in letter b and its supporting documents to the Financial Services Authority;
        4. firstly obtain approval from a GMS in the event that:
          1. the Material Transactions as referred to in Article 3 paragraph (1) and paragraph (2) are more than 50% (fifty percent);
          2. the Material Transactions as referred to in Article 3 paragraph (3) are more than 25% (twenty-five percent); or
          3. the Appraiser’s report declares that the Material Transactions to be conducted are unreasonable; and
            1.  
        5. report the implementation results of Material Transactions in an annual report.

    However, if a material transaction or corporate guarantee is made with a controlled company whose shares are owned by at least 99% of the paid-up capital of the controlled company or a transaction made between controlled companies whose shares are owned by at least 99% by a public company, then the public company is not required to use an appraiser and obtain GMS approval.[6]

    Also read: Provision of Corporate Guarantee by an LTD, is GMS Approval Required?

    Enrich your legal research with the latest bilingual legal analysis, as well as the collection of regulatory translations integrated into Hukumonline Pro, click here to learn more.

    These are the answers we can provide, we hope you will find them useful. 

    Legal Basis:

    1. Indonesian Civil Code;
    2. Law Number 40 of 2007 on Limited-Liability Company as amended by Regulation of the Government in Lieu of Law Number 2 of 2022 on Job Creation that has been enacted as law by Law Number 6 of 2023;
    3. Regulation of the Financial Services Authority of the Republic of Indonesia Number 17/Pojk.04/2020 Of 2020 on Material Transactions and Alteration of Business Activities.

    Reference:

    1. Frieda Husni Hasbullah. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan (Jilid 2). Jakarta: Ind Hill-Co, 2009;
    2. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset, 2001.

    [1] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset, 2001, hal. 79-80.

    [2] Frieda Husni Hasbullah. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan (Jilid 2). Jakarta: Ind Hill-Co, 2009, hal. 13.

    [3] Pasal 11 huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.04/2020 Tahun 2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.

    [4] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset, 2001, pp. 79-80.

    [5] Frieda Husni Hasbullah. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan (Jilid 2), Jakarta: Ind Hill-Co, 2009, p. 13.

    [6] Article 11 letter a Regulation of the Financial Services Authority of the Republic of Indonesia Number 17/Pojk.04/2020 Of 2020 on Material Transactions and Alteration of Business Activities.

    Tags

    hukum bisnis
    hukum jaminan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!