KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketidakjelasan Status Hubungan Kerja Pasca-Akuisisi

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Ketidakjelasan Status Hubungan Kerja Pasca-Akuisisi

Ketidakjelasan Status Hubungan Kerja Pasca-Akuisisi
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketidakjelasan Status Hubungan Kerja Pasca-Akuisisi

PERTANYAAN

Dear Bapak, Ibu yang saya hormati, Saya ada sedikit ganjalan di hati perihal status saya di perusahaan tempat saya bekerja, kronologisnya begini: Awal mula saya bekerja pada 31 Jan 2000 di PT. A. Kemudian sekitar tahun 2011 PT. A berakuisisi dan berganti nama dengan PT. A1 dengan perjanjian masa kerja berlanjut (tidak ada tawaran PHK dll.) Antara tahun 2011 hingga 2012 kami bekerja seperti biasa, tetapi di awal tahun 2013 pemilik (owner) menyatukan PT. A1 dengan PT. B yang bergerak di bidang yang sama. Menyatukan dalam arti ada beberapa orang orang tertentu mengerjakan kerjaan dua PT yang berbeda. Contoh, seorang supervisor membawahi karyawan PT. A1 dan PT. B yang bergerak di bidang yang sama. Pertanyaan saya: 1. Bisakah saya menggugat masa di saat PT. A berakuisisi, artinya saya meminta PHK dahulu, setelah PHK jika perusahaan masih mau mempekerjakan saya dimulai dari NOL? 2. Apakah ada aturan dalam UU yang mengatur bahwa setiap orang yang bekerja dalam satu grup perusahaan besar wajib mau jika harus bekerja mengurusi dua PT? Karena perjanjian kerja saya dahulu tidak ada hal hal seperti ini. Mohon tanggapannya karena hal ini sangat mengganggu pikiran saya akhir-akhir ini. Thanks, Karyawan Galau.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Kami akan menjawab pertanyaan Anda satu persatu sebagai berikut:

     

    1.    Pada dasarnya, perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja tidak berakhir karena beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Demikian ketentuan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

    KLINIK TERKAIT

    Status Karyawan Perusahaan yang Diakuisisi

    Status Karyawan Perusahaan yang Diakuisisi
     

    Akan tetapi, baik pengusaha dan pekerja dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dalam hal terjadi perubahan status perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 163 UU Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

     

    (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    (2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

     

    Kami berasumsi bahwa yang Anda maksudkan dalam pertanyaan pertama Anda adalah apakah Anda bisa menggugat atau meminta untuk di-PHK oleh perusahaan pada saat akuisisi terjadi. Berdasarkan uraian pasal di atas, maka Anda bisa meminta untuk tidak dilanjutkan hubungan kerja antara Anda dengan perusahaan pada saat akuisisi terjadi.

     

    Mengenai pelaksanaan Pasal 163 UU Ketenagakerjaan, Umar Kasim dalam artikel berjudul Mekanisme Pelaksanaan Pasal 163 UU No. 13/2003 menjelaskan antara lain sebagai berikut:

     

    “… dalam hal terjadi corporate action: perubahan status, penggabungan (merger), konsolidasi, atau perubahan kepemilikan (take over/akuisisi), pekerja/buruh hanya dapat mengakhiri hubungan kerja (tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan kerja) – setelah - dilakukan restrukturisasi organisasi dan/atau perampingan dan terjadi rotasi/mutasi (sesuai kebutuhan management) yang mengakibatkan adanya perubahan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban yang berbeda dengan apa yang telah dituangkan dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama sebelumnya. Kecuali telah diatur/diperjanjikan sebelumnya.

     

    Dengan kata lain, apabila – setelah - dilakukan restrukturisasi organisasi dan/atau perampingan, namun tidak terjadi perubahan syarat-syarat kerja dan/atau tidak dilakukan rotasi/mutasi (termasuk reposisi atau demosi), maka karyawan yang bersangkutan tidak berhak untuk menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan alasan corporate action sebagaimana tersebut di atas. Apabila karyawan bersangkutan tetap menghendaki pengakhiran hubungan kerja tanpa adanya restrukturisasi, tidak ada rotasi/mutasi, reposisi atau demosi dan tidak ada perubahan syarat-syarat kerja, maka dianggap sebagai mengundurkan diri secara sukarela sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (1) UU No.13/2003.”

     

    Sebagai informasi, jika perusahaan mempekerjakan Anda dari awal lagi maka hal itu dapat merugikan Anda, karena ini berarti masa kerja Anda akan dihitung dari awal lagi. Masa kerja ini akan berpengaruh dalam penghitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak jika terjadi PHK yang dilakukan oleh pengusaha.

     

    2.    Pada dasarnya tidak ada aturan dalam peraturan peundang-undangan yang mewajibkan setiap orang yang bekerja dalam satu grup perusahaan besar harus bekerja mengurus 2 (dua) PT. Ini karena hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh terjadi berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah (Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan).

     

    Hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja ini yang melahirkan hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha. Hal ini juga sesuai dengan sifat perjanjian pada umumnya yaitu bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak dalam perjanjian tersebut. Yang berarti jika tidak diperjanjikan harus bekerja pada 2 (dua) PT, maka Anda tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja pada 2 (dua) PT. Anda juga tidak mempunyai kewajiban apapun pada PT lain selama PT lain tersebut bukan sebagai pihak dalam perjanjian kerja Anda.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

     

    Tags

    uu ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!