Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Seluk Beluk Mendirikan Usaha Toko Buku

Share
copy-paste Share Icon
Start-Up & UMKM

Seluk Beluk Mendirikan Usaha Toko Buku

Seluk Beluk Mendirikan Usaha Toko Buku
Bimo Prasetio, S.H. & Asharyanto, S.H.I.SMART Attorneys at Law
SMART Attorneys at Law
Bacaan 10 Menit
Seluk Beluk Mendirikan Usaha Toko Buku

PERTANYAAN

Saya ingin mendirikan toko buku yang bisa menjual buku umum maupun BSE (Buku Sekolah Elektronik). Biasanya sekolah membeli buku BSE ini dengan Dana BOS Buku yang bersumber dari pemerintah. Pertanyaan: Apakah saya harus mempunyai izin usaha dagang (UD)? Apakah saya harus menyetorkan pajak pada hasil penjualan buku saya, baik dari pembeli dengan dana pemerintah ataupun pembeli swasta (dana pribadi)? Kalau iya, setoran itu bulanan atau tahunan atau bagaimana? Kalau iya, berapa persen?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bimo Prasetio, S.H. & Asharyanto, S.H.I. dan pernah dipublikasikan pada Senin, 15 April 2013.

     

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Larangan Memakai Bahasa Asing untuk Nama Perseroan

    Larangan Memakai Bahasa Asing untuk Nama Perseroan

     

     

    Toko Buku termasuk ke dalam Distributor Eceran Buku/Pengecer. Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir. Oleh karena itu, tidak ada ketentuan harus mendirikan Usaha Dagang (UD).

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Sebagaimana yang kami pahami bahwa Toko Buku termasuk ke dalam kategorisasi sebagai Perdagangan Eceran Khusus Alat Tulis dan Hasil Pencetakan dan Penerbitan di Toko, dengan Nomor 4761 dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.

     

    Akan tetapi, untuk mendirikan Toko Buku tidak ada ketentuan yang mengatur apakah untuk mendirikan usaha Toko Buku harus dilakukan oleh suatu badan hukum ataupun tidak. Hal ini bisa dilihat berdasarkan Pasal 1 angka 9 dan angka 10 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku (“Permendiknas No. 2/2008”), yang menyatakan:

     

    Pasal 1 angka 9 Permendiknas No. 2/2008:

     

    Distributor buku yang selanjutnya disebut distributor adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dalam volume besar dengan cara membeli buku dari penerbit dan menjualnya kembali kepada distributor eceran buku.

     

    Pasal 1 angka 10 Permendiknas No. 2/2008:

     

    Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.

     

    Merujuk pada ketentuan di atas, Toko Buku termasuk ke dalam Distributor Eceran Buku/Pengecer. Sehubungan dengan pertanyaan Saudara apakah perlu mendirikan Usaha Dagang (“UD”) terlebih dahulu ataupun tidak, maka kami sampaikan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.

     

    Untuk lebih jelasnya, Saudara dapat membaca pembahasan kami mengenai Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya.

     

    Selain itu, dapat kami sarankan dalam mendirikan usaha, ada baiknya agar Saudara dapat mendirikan badan usaha dalam bentuk badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (“PT”). Hal ini kami sampaikan dikarenakan PT merupakan subjek hukum mandiri dan terpisah kekayaannya dari para pendirinya. Sehingga, dinilai lebih bonafide ketimbang badan usaha lainnya. Di samping itu, dalam hal di kemudian hari Saudara hendak mengikuti tender pengadaan buku, sebagaimana yang kami ketahui bahwa pada kebiasaannya pihak penyelenggara tender mensyaratkan untuk setiap peserta tender adalah berbadan hukum. Hal tersebut dapat memudahkan Saudara dalam menjalankan usaha dan juga menambah nilai dari usaha Saudara sendiri khususnya.

     

    Berkenaan dengan penyetoran pajak atas hasil penjualan buku, yang kami pahami adalah royalti atas Buku Sekolah Elektronik (“BSE”) dan buku yang dijual oleh Saudara sebagai Pengecer. Atas hal tersebut, khusus untuk BSE tidak dikenakan royalti apapun atas setiap penjualan BSE.

     

    Namun, penjualan BSE sebagaimana dimaksud di atas harus tetap berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ("Kemendikbud”) (dulu, Kementerian Pendidikan Nasional), yaitu Pengecer tidak diperkenankan untuk merubah content dari buku dan juga harus mengikuti Harga Eceran Tertinggi yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud. Dalam hal, Pengecer melakukan penjualan dengan harga yang tidak sesuai atau melebihi Harga Eceran Tertinggi maka Pengecer dapat dikenakan sanksi ataupun upaya hukum oleh pihak Kemendikbud selaku pemegang hak cipta dari BSE.

     

    Pengenaan Pajak

    Penjualan atas setiap buku yang dilakukan oleh Pengecer tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”). Akan tetapi, berdasarkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia bahwa pemerintah dapat memberikan pembebasan pengenaan PPN terhadap buku-buku pelajaran umum, buku pelajaran agama dan kitab suci yang berasal dari pengadaan impor ataupun penyerahan dalam negeri.

     

    Berdasarkan ketentuan yang berlaku, terhadap buku-buku tersebut, dibebaskan dari PPN. Hal itu sebagaimana diatur dalam peraturan di bawah ini:

     

    1. Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; dan

     

    2. Pasal 1 angka 1 huruf d Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu; jucto

     

    3.  Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.011/2013 Tahun 2013 tentang Buku-Buku Pelajaran Umum, Kitab Suci, dan Buku-Buku Pelajaran Agama Yang Atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (“Permenkeu 122/2013”).

     

    Tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum antara lain:[1]

    a.  buku hiburan;

    b.  buku musik;

    c.  buku roman populer;

    d.  buku sulap;

    e.  buku iklan;

    f.   buku promosi suatu usaha;

    g.  buku katalog di luar keperluan pendidikan

    h.  buku karikatur;

    i.   buku horoskop;

    j.  buku horor;

    k.  buku komik;

    l.   buku reproduksi lukisan.

     

    Buku-buku tersebut dapat dikategorikan sebagai buku-buku pelajaran umum dalam hal buku-buku tersebut telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri dimaksud.[2]

     

    Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama, orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau yang menerima penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama tersebut tidak diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.[3]

     

    Sedangkan untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan buku yang tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum tetapi telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri dimaksud, orang pribadi atau badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan buku-buku tersebut diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.[4]

     

    Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan pajak di sini adalah pembebasan pengenaan pajak hanya pada PPN, sedangkan terkait penghasilan dari usaha penjualan buku-buku tersebut Saudara tetap dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”), yang mana PPh merupakan pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.

     

    Untuk lebih jelasnya mengenai pengaturan pengenaan, pembayaran dan juga pelaksanaan kewajban pajak, kami sarankan Saudara untuk dapat meminta penjelasan lebih pada pihak sudah ahli dalam perpajakan ataupun pada konsultan Pajak.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat menjawab pertanyaan yang Saudara ajukan. Terima kasih.

     

    Dasar hukum:

    1.  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

    2.  Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

    3.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;

    4.  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku;

    5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.011/2013 Tahun 2013 tentang Buku-Buku Pelajaran Umum, Kitab Suci, dan Buku-Buku Pelajaran Agama yang Atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

    6. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia;

     

     



    [1] Pasal 2 ayat (1) Permenkeu 122/2013

    [2] Pasal 2 ayat (2) Permenkeu 122/2013

    [3] Pasal 3 ayat (1) Permenkeu 122/2013

    [4] Pasal 3 ayat (2) Permenkeu 122/2013

    Tags

    bisnis
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!