KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Legalitas Nikah Cina Buta (Nikah Muhallil)

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Legalitas Nikah Cina Buta (Nikah Muhallil)

Legalitas Nikah Cina Buta (Nikah Muhallil)
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Legalitas Nikah Cina Buta (Nikah Muhallil)

PERTANYAAN

Kepada Bapak/Ibu pengasuh HukumOnline.com, saya ingin bertanya. Apakah kawin kontrak yang tidak membuat perjanjian secara tertulis (hanya sebatas lisan) dapat dikatakan legal menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan? Dan bagaimana kedudukan hukum nikah cina buta (nikah untuk menghalalkan isteri yang ditalak tiga) menurut UU No. 1 Tahun 1974? Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih atas jawabannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) tidak diatur mengenai kawin kontrak. Pada dasarnya, menurut Pasal 1 UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.

     

    Karena itu, sebenarnya baik kawin kotrak dengan perjanjian tertulis maupun secara lisan, tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perkawinan dalam UU perkawinan.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia
     

    Dalam artikel Apakah Hukum Membolehkan Pernikahan Sementara? antara lain dikutip pendapat dari Hakim Agung Rifyal Kabah yang menyatakan, bahwa secara prinsip perkawinan adalah kontrak. Namun, perkawinan bukan kontrak semata. Perkawinan adalah kontrak suci karena berjanji di depan wali, saksi dan juga di depan Allah, bahwa ia akan memperlakukan pasangannya dengan baik. Sehingga berdasarkan pendapat Rifyal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan seorang suami menikahi istrinya untuk diceraikan, dan begitu pula sebaliknya.

     

    Hal serupa juga dikatakan oleh Quraish Shihab dalam artikel yang berjudul Kawin Kontrak: Antara Agama, Hukum dan Realita. Mantan Menteri Agama ini berpendapat bahwa suatu pernikahan haruslah langgeng dan didasari pula atas cinta. Sementara, kawin kontrak yang dalam hukum Islam dikenal dengan istilah nikah mut'ah menurut Quraish, sifatnya tidak langgeng. Sehingga bertentangan dengan filosofi tujuan pernikahan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dengan demikian, kami berpendapat, perjanjian apapun yang pada intinya memberi batas waktu pada perkawinan seorang pria dan wanita adalah tidak dibenarkan secara hukum karena isinya melanggar undang-undang (tidak sesuai dengan filosofi tujuan pernikahan yang diatur UU Perkawinan). Karena itu, perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum.

     

    Mengenai nikah cina buta, dalam Hukum Islam dikenal dengan sebutan muhalil. Arti dari muhalil sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: (1) orang yang nikah dengan perempuan yg telah tiga kali ditalak suaminya, sesudah itu diceraikannya supaya perempuan itu dapat kawin lagi dng bekas suaminya yg terdahulu; (2) cina buta.

     

    Hal serupa juga dijelaskan oleh KH. Husein Muhammad dalam artikelnya yang berjudul Nikah Cina Buta yang dimuat dalam laman fahmina.or.id. KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa nikah cina buta adalah istilah yang populer dalam sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Aceh. Dalam hukum Islam, Kawin Cina Buta disebut Nikah Muhallil. Muhallil secara literal berarti "orang yang menghalalkan". Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dan perempuan janda cerai/talak tiga sebagai cara atau mekanisme untuk menghalalkan kembali hubungan seks antara perempuan tersebut dengan bekas suaminya.

     

    Menurut Husein, dalam konteks Islam, suami isteri yang telah bercerai dengan cerai tiga dilarang melangsungkan perkawinan kembali (rujuk), kecuali mantan isteri telah melangsungkan perkawinan dengan laki-laki lain dan kemudian laki-laki tersebut menceraikannya. Laki-laki lain yang mengawini bekas isteri laki-laki lain disebut Muhallil (orang yang menghalalkan). Sedangkan, laki-laki bekas suaminya disebut Muhallal Lah (orang yang dihalalkan).

     

    Husein juga menjelaskan bahwa perkawinan model tersebut disebutkan dalam Al Qur'an: "Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan tersebut tidak halal baginya sehingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain ini menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)nya untuk kawin kembali jika keduanya dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (Q.S. al Baqarah [2]: 230).

     

    Jika ditinjau dari UU Perkawinan, sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa perkawinan menurut UU Perkawinan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. Oleh karena itu, sama dengan kawin kontrak, nikah cina buta ini tidak sesuai dengan filosofi UU Perkawinan. Ini karena perkawinan si suami dan isteri - yang telah bercerai – dengan orang lain, tidak memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan perkawinan dalam UU Perkawinan. Oleh karena itu praktik nikah cina buta bertentangan dengan UU Perkawinan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Catatan editor: Dalam artikel yang berjudul Komnas Temukan Praktek Kawin Cina Buta di Aceh dijelaskan antara lain bahwa Komnas Perempuan menilai bahwa perempuan yang menjalankan kawin cina buta berada dalam posisi rentan karena terpaksa berhubungan seksual dengan suami cina buta secara tidak aman (tidak menggunakan alat kontrasepsi) sehingga berisiko terjangkit penyakit menular seksual atau hamil, risiko terikat dalam perkawinan cina buta jika suami baru tidak ingin menceraikan dan terkena stigma sosial yang memungkinkan suami sebelumnya tidak mau rujuk.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Al-Quran

    2.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

     

    Tags

    kawin kontrak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!