Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Perusahaan Tidak Memberikan Tunjangan Melahirkan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Perusahaan Tidak Memberikan Tunjangan Melahirkan?

Bolehkah Perusahaan Tidak Memberikan Tunjangan Melahirkan?
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Perusahaan Tidak Memberikan Tunjangan Melahirkan?

PERTANYAAN

Apakah boleh perusahaan tidak memberikan tunjangan melahirkan ataupun manfaat asuransi untuk melahirkan bagi karyawan wanita karena dianggap hak tersebut sudah didapat (di-cover) dari suami karyawan wanita tersebut? Sedangkan, perusahaan sendiri tidak mengikutkan karyawan wanita dalam program Jamsostek berupa jaminan kesehatan, padahal karyawan wanita tidak memperoleh tunjangan melahirkan dan manfaat asuransi untuk persalinan. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk hal tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan.
     
    Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan, antara lain pemeriksaan ibu hamil dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis mencakup pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi serta pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam bagi Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pada pada Kamis, 18 April 2013 kemudian dimutakhirkan kedua kali oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pada Selasa, 03 April 2018.
     
    Intisari:
     
    Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan.
     
    Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan, antara lain pemeriksaan ibu hamil dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis mencakup pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi serta pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam bagi Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kami berasumsi Jamsostek yang Anda maksud adalah Jaminan Sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”) beserta peraturan-peraturan pelaksananya. Selain itu, kami juga berasumsi bahwa asuransi untuk persalinan yang tidak diikutkan oleh perusahaan untuk wanita tersebut maksudnya adalah asuransi kesehatan lain di luar jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”) Kesehatan.
     
    Mengenai manfaat asuransi untuk melahirkan bagi karyawan wanita dianggap sudah didapat/ditanggung (di-cover) oleh asuransi suami karyawan wanita tersebut, kami berasumsi bahwa yang Anda maksud adalah hak karyawan wanita tersebut sudah termasuk dalam jaminan kesehatan yang diperoleh oleh si suami.
     
    Upah dan Tunjangan Bagi Pekerja
    Pada dasarnya, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan tunjangan melahirkan kepada karyawannya.
     
    Penghasilan yang layak merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar. Penghasilan yang layak diberikan dalam bentuk:[1]
    1. Upah; dan
    2. pendapatan non Upah.
     
    Upah, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”), adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[2]
     
    Upah terdiri atas komponen:[3]
    1. Upah tanpa tunjangan;
    2. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
    3. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
     
    Yang dimaksud dengan upah tanpa tunjangan, upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap adalah sebagai berikut:
    • "Upah tanpa tunjangan" adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pekerja/Buruh secara tetap (clean wages). Besaran upah tersebut utuh digunakan sebagai dasar perhitungan hal-hal yang terkait dengan upah, seperti tunjangan hari raya keagamaan (“THR”), upah lembur, pesangon, iuran jaminan sosial, dan lain-lain.[4]
    • “Upah pokok” adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.[5]
    • "Tunjangan tetap" adalah pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu.[6]
    • "Tunjangan tidak tetap" adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan Pekerja/Buruh, yang diberikan secara tidak tetap untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran Upah pokok, seperti tunjangan transpor dan/atau tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran.[7]
     
    Sedangkan pendapatan non upah sebagaimana disebutkan di atas berupa THR. Selain THR, Pengusaha dapat memberikan pendapatan non Upah berupa:[8]
    1. bonus;
    2. uang pengganti fasilitas kerja; dan/atau
    3. uang servis pada usaha tertentu.
     
    Ini berarti tidak ada ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk memberikan tunjangan melahirkan kepada pekerjanya.
     
    Jaminan Kesehatan
    Pada dasarnya semua pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:
     
    Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
     
    Hal ini kemudian diperjelas lagi dalam UU BPJS dan UU SJSN beserta peraturan pelaksananya.
     
    Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.[9]
     
    Dengan UU BPJS, dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.[10]
     
    Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.[11]
     
    Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.[12]
     
    Mengenai jaminan kesehatan yang Anda tanyakan itu, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (“Perpres 82/2018”).
     
    Dalam peraturan di atas diatur bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia.[13]
     
    Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.[14] Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan.[15] Pendaftaran oleh Pekerja dilakukan dengan melampirkan dokumen yang membuktikan status ketenagakerjaannya.[16]
     
    Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan ini disebut dengan istilah Peserta Pekerja Penerima Upah (“PPU”) (selain Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, iurannya dibayar secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:[17]
    1. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
    2. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
     
    Dalam hal Pemberi Kerja belum mendaftarkan dan membayar Iuran bagi Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.[18] Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang melanggar ketentuan ini dikenai sanksi administratif berupa:[19]
    1. teguran tertulis;
    2. denda; dan/atau
    3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
     
    Apa saja manfaat dari BPJS Kesehatan yang wajib diberikan oleh pemberi kerja yang pekerjanya belum didaftarkan pada BPJS Kesehatan? Apakah termasuk pelayanan kesehatan terkait persalinan?
     
    Manfaat BPJS Kesehatan
    Setiap Peserta berhak memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.[20]
     
    Manfaat Jaminan Kesehatan terdiri atas:[21]
    1. Manfaat medis
    Diberikan sesuai dengan indikasi medis dan standar pelayanan serta tidak dibedakan berdasarkan besaran Iuran Peserta.
     
    1. Manfaat non medis.
    Manfaat nont medis diberikan berdasarkan besaran Iuran Peserta.
     
    Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:[22]
    1. penyuluhan kesehatan perorangan;
    2. imunisasi rutin;
    3. keluarga berencana;
    4. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu; dan
    5. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis.
     
    Sedangkan pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:[23]
    1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan nonspesialistik yang mencakup:
      1. administrasi pelayanan;
      2. pelayanan promotif dan preventif;
      3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
      4. tindakan medis nonspesialistik, baik operatif maupun nonoperatif;
      5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
      6. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
      7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
    2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:
      1. administrasi pelayanan;
      2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar;
      3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik;
      4. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai dengan indikasi medis;
      5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;
      6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
      7. rehabilitasi medis;
      8. pelayanan darah;
      9. pemulasaran jenazah peserta yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;
      10. pelayanan keluarga berencana;
      11. perawatan inap nonintensif; dan
      12. perawatan inap di ruang intensif.
    3. pelayanan ambulans darat atau air.
     
    Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (“Permenkes 71/2013”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (“Permenkes 99/2015”) kemudian diubah lagi oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dan terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (“Permenkes 5/2018”).
     
    Dalam peraturan menteri kesehatan di atas, diatur bahwa setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.[24]
     
    Pelayanan kesehatan bagi Peserta yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:[25]
    1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
    2. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:
    1. pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan
    2. pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);
    1. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
     
    Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
    Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi:[26]
    1. administrasi pelayanan;
    2. pelayanan promotif dan preventif;
    3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
    4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
    5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
    6. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
    7. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis, mencakup:[27]
    1. rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
    2. pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
    3. pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam bagi Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED); dan
    4. pertolongan neonatal dengan komplikasi.
     
    Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama untuk pelayanan medis mencakup:[28]
    1. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
    2. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;
    3. kasus medis rujuk balik;
    4. pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;
    5. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter; dan
    6. rehabilitasi medik dasar.
     
    Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
    Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi:[29]
    1. administrasi pelayanan, terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau pelayanan kesehatan pasien;[30]
    2. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, termasuk pelayanan kedaruratan;[31]
    3. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;
    4. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
    5. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
    6. rehabilitasi medis;
    7. pelayanan darah;
    8. pelayanan kedokteran forensik klinik, meliputi pembuatan visum et repertum atau surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik;[32]
    9. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan, terbatas hanya bagi Peserta meninggal dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati;[33]
    10. perawatan inap non intensif; dan
    11. perawatan inap di ruang intensif.
     
    Jadi, berdasarkan ketentuan di atas dapat diketahui bahwa pekerja berhak mendapatkan manfaat seperti yang diberikan jaminan kesehatan yaitu pemeriksaan ibu hamil serta rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis mencakup pertolongan persalinan sebagaimana yang disebutkan di atas.
     
    Upaya yang Dapat Dilakukan
    Berdasarkan uraian di atas, pekerja wanita tersebut dapat mendaftarkan dirinya sendiri sebagai peserta program jaminan sosial (dalam hal ini jaminan kesehatan) atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkannya pada BPJS.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
      1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012.
     
     

    [1] Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”)
    [2] Pasal 1 angka 1 PP Pengupahan
    [3] Pasal 5 ayat (1) PP Pengupahan
    [4] Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a PP Pengupahan
    [5] Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP Pengupahan
    [6] Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP Pengupahan
    [7] Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP Pengupahan
    [8] Pasal 6 PP Pengupahan
    [9] Pasal 1 angka 1 UU SJSN dan Pasal 1 angka 2 UU BPJS
    [10] Pasal 5 dan Pasal 6 UU BPJS
    [11] Pasal 14 UU BPJS
    [12] Pasal 15 ayat (1) UU BPJS jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012, Pasal 13 ayat (1) UU SJSN, dan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan ,Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (“PP 86/2013”)
    [13] Pasal 6 ayat (1) Perpres 82/2018
    [14] Pasal 13 ayat (1) Perpres 82/2018
    [15] Pasal 13 ayat (2) Perpres 82/2018
    [16] Pasal 13 ayat (3) Perpres 82/2018
    [17] Pasal 31 Perpres 82/2018
    [18] Pasal 13 ayat (5) Perpres 82/2018
    [19] Pasal 13 ayat (6) Perpres 82/2018
    [20] Pasal 46 ayat (1) ) Perpres 82/2018
    [21] Pasal 46 ayat (2), (3) dan (4) Perpres 82/2018
    [22] Pasal 48 ayat (1) Perpres 82/2018
    [23] Pasal 47 ayat (1) Perpres 82/2018
    [24] Pasal 13 ayat (1) Permenkes 71/2013
    [25] Pasal 13 ayat (2) Permenkes 71/2013
    [26] Pasal 16 Permenkes 99/2015
    [27] Pasal 18 Permenkes 99/2015
    [28] Pasal 17 Permenkes 71/2013
    [29] Pasal 20 ayat (1) Permenkes 71/2013
    [30] Pasal 20 ayat (2) Permenkes 71/2013
    [31] Pasal 20 ayat (3) Permenkes 71/2013
    [32] Pasal 20 ayat (4) Permenkes 71/2013
    [33] Pasal 20 ayat (5) Permenkes 71/2013

    Tags

    bpjs
    klinik hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!