KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?

Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?

PERTANYAAN

Assalamualaikum, saya mau tanya tentang menikahi seorang wanita yang sudah hamil. Apa haram hukumnya menikahi wanita itu? Apa harus nikah 2 kali? Mohon dibantu dan terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Kami kurang mendapatkan keterangan, apakah yang pria yang ingin menikahi wanita tersebut adalah pria yang menghamilinya atau bukan.

     

    Jika pria tersebut ingin menikahi wanita yang dihamilinya, maka hal tersebut dapat dilakukan, karena tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang melarang mengenai hal tersebut.

    KLINIK TERKAIT

    Syarat dan Cara Rujuk Talak 1 Tanpa Menikah Lagi

    Syarat dan Cara Rujuk Talak 1 Tanpa Menikah Lagi
     

    Menurut Pasal 1 UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

     

    Selain itu jika kita melihat pada ketentuan mengenai perkawinan-perkawinan yang dilarang berdasarkan UU Perkawinan, dalam Pasal 8 UU Perkawinan, dikatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    a.    berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

    b.    berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

    c.    berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

    d.    berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;

    e.    berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

    f.     mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

     

    Selain itu, mengenai perkawinan yang dilarang, terdapat juga dalam Pasal 9 dan Pasal 10 UU Perkawinan, yaitu:

    a.    Perkawinan juga dilarang perkawinan antara seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali telah memenuhi syarat dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan (Pasal 9 UU Perkawinan).

    b.    Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi,sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain (Pasal 10 UU Perkawinan).

     

    Sedangkan jika dilihat dari Hukum Islam sendiri, dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) diatur mengenai “kawin hamil”. Pasal 53 KHI mengatakan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

     

    Jadi berdasarkan uraian di atas, bagi pria yang ingin menikahi wanita yang dihamilinya, UU Perkawinan tidak melarang perkawinan seperti itu. Dalam Hukum Islam sendiri, perkawinan seperti itu tidak haram, bahkan diperbolehkan. Selain itu, tidak perlu nikah 2 (dua) kali (dalam hal ini tidak perlu dilakukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir).

     

    Sedangkan, jika seorang pria ingin menikahi wanita yang dihamili pria lain, mengenai hal tersebut juga tidak ada larangannya dalam UU Perkawinan maupun KHI.

     

    Dalam Hukum Islam pun tidak ada pengaturan yang melarang hal tersebut. Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Bagaimana Hukumnya Menikahi Perempuan yang Hamil di Luar Nikah?, KHI tidak mengatur secara eksplisit apakah perempuan yang hamil di luar nikah boleh dikawinkan dengan pria lain selain yang menghamilinya. Tapi, dari ketentuan Pasal 53 ayat (1) KHI secara tidak langsung membuka kemungkinan perempuan yang hamil di luar nikah untuk tidak dikawinkan dengan pria yang menghamilinya atau dikawinkan dengan pria selain yang menghamilinya. Karena, norma hukum yang ada dalam pasal tersebut bersifat kebolehan (menggunakan frasa “dapat”) dan bukan keharusan. Jadi, wanita yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang tidak menghamilinya. Namun, menurut hemat kami, dalam hal ini si perempuan terlebih dahulu harus memberi tahu mengenai kehamilannya tersebut kepada si calon suami. Atau jika kita melakukan penafsiran secara a contrario terhadap ketentuan Pasal 53 ayat (2) KHI, maka perkawinan perempuan yang hamil di luar nikah dengan pria yang tidak menghamilinya harus menunggu sampai si perempuan melahirkan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     

    Tags

    uu perkawinan
    kompilasi hukum islam

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!