KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kekuatan Pembuktian Fotokopi Dokumen

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Kekuatan Pembuktian Fotokopi Dokumen

Kekuatan Pembuktian Fotokopi Dokumen
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Kekuatan Pembuktian Fotokopi Dokumen

PERTANYAAN

Bagaimanakah fungsi saksi dalam foto copy perjanjian di bawah tangan? Berapa orang saksi minimum yang harus diajukan untuk membuktikan foto copy perjanjian di bawah tangan? Dasar hukumnya apa saja?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda

     

    Mencermati pertanyaan yang Anda ajukan, sejauh ini saya berasumsi bahwa pertanyaan Anda tersebut adalah dalam konteks hubungan keperdataan. Dalam membuktikan suatu perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran formil, yaitu kebenaran yang didasarkan (sebatas) pada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Oleh karena itu, umumnya suatu bukti tertulis (surat) atau dokumen memang sengaja dibuat oleh para pihak untuk kepentingan pembuktian nanti (jika ada sengketa).

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Membuktikan Perjanjian Tak Tertulis di Pengadilan?

      Bagaimana Membuktikan Perjanjian Tak Tertulis di Pengadilan?
     

    Dalam pembuktian suatu perkara perdata, Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (‘KUH Perdata”) atau Pasal 164 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB/HIR) telah mengatur jenis alat-alat bukti dalam hukum acara perdata, yaitu:

    1.    Bukti Surat

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    2.    Bukti Saksi

    3.    Persangkaan

    4.    Pengakuan

    5.    Sumpah

     

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai fungsi saksi dalam fotocopy (fotokopi) perjanjian di bawah tangan, maka Pasal 1888 KUH Perdata sudah memberikan pengaturan mengenai salinan/fotocopy dari sebuah surat/dokumen, yaitu:

    “Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya

     

    Dalam praktik, Mahkamah Agung juga telah memberikan penegasan atas bukti berupa fotocopy dari surat/dokumen, dengan kaidah hukum sebagai berikut:

     

    “Surat bukti fotokopi yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus dikesampingkan sebagai surat bukti.” (Putusan MA No.: 3609 K/Pdt/1985)

     

    Sesuai dengan pendapat dari Mahkamah Agung dalam Putusan MA No. 3609 K/Pdt/1985 tersebut, maka fotocopy dari sebuah surat/dokumen yang tidak pernah dapat ditunjukkan aslinya, tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti surat menurut Hukum Acara Perdata (Vide: Pasal 1888 KUH Perdata).

     

    Jadi, dalam hal tidak dapat ditunjukkannya dokumen asli dari fotocopy perjanjian bawah tangan tersebut, saksi sebagai salah satu alat bukti dapat berfungsi untuk memberikan keterangan kepada hakim, bahwa benar pernah ada suatu kesepakatan yang dibuat secara bawah tangan oleh para pihak yang namanya tercantum dalam fotocopy perjanjian bawah tangan tersebut, untuk memperjanjikan suatu hal tertentu (Vide Pasal 1320 Jo. 1338 KUH Perdata).

     

    Argumentasi mengenai hal tersebut juga telah ditegaskan oleh Mahkamah Agung dalam Putusannya No.: 112 K/Pdt/Pdt/1996, tanggal 17 September 1998, yang memiliki kaidah hukum sebagai berikut:

     

    Fotocopy surat tanpa disertai surat/dokumen aslinya dan tanpa dikuatkan oleh Keterangan saksi dan alat bukti lainnya, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam Persidangan Pengadilan (Perdata)

     

    Mengenai pertanyaan jumlah minimum saksi untuk membuktikan fotocopy perjanjian di bawah tangan, ada baiknya kita memperhatikan ketentuan Pasal 1905 KUH Perdata, yang berbunyi:

     

    “Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, di muka pengadilan tidak boleh dipercaya.”

     

    Dari ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hal tidak adanya bukti lain, selain saksi yang dapat diajukan oleh seseorang untuk menguatkan dalilnya, maka jumlah saksi yang harus diajukan orang tersebut adalah minimal dua orang saksi (unus testis nullus testis).

     

    Namun demikian, dalam praktik, ketentuan mengenai pembuktian dalam perkara perdata tersebut dapat berkembang dan bermanuver. Misalnya dalam hal keberadaan fotocopy dari perjanjian bawah tangan ini ternyata diakui dan tidak disangkal oleh pihak lawan, tentunya hal ini dapat dikualifisir sebagai pengakuan di muka hakim, yang merupakan bukti yang sempurna (Vide: Pasal 176 HIR), atau apakah ada persangkaan (kesimpulan) yang ditarik oleh hakim (Vide: Pasal 173 HIR) dari bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

     

    Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    2.    Het Herziene Indonesisch Reglement/Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui

     
    Putusan:

    1.    Putusan Mahkamah Agung No.: 3609 K/Pdt/1985

    2.    Putusan Mahkamah Agung No.: 112 K/Pdt/Pdt/1996

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!