Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Permintaan Rekaman dari Operator Telekomunikasi

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Aturan Permintaan Rekaman dari Operator Telekomunikasi

Aturan Permintaan Rekaman dari Operator Telekomunikasi
Teguh Arifiyadi, S.H., M.H.Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Bacaan 10 Menit
Aturan Permintaan Rekaman dari Operator Telekomunikasi

PERTANYAAN

Saya mempunyai pengalaman pada saat melaporkan suatu kasus teror via sms, oleh petugas polisi akhirnya dibuat laporan "perbuatan tidak menyenangkan". Berbekal surat laporan, saya bersama petugas polisi meminta keterangan kepada kantor operator telekomunikasi untuk mengetahui data/posisi pemilik nomor hp yang menteror via sms, tetapi jawaban dari bagian legal-nya adalah mereka tidak bisa memberikan data yang diminta, karena ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun. Pertanyaan saya, apakah tindakan dari bagian legal operator itu dibenarkan? Dan dasar hukumnya apa? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sahabat hukumonline yang baik,
     

    Permintaan data atau biasa disebut sebagai permintaan “rekaman” atau bisa juga disebut permintaan Call Data Record (“CDR”) terkait penggunaan jasa telekomunikasi diatur secara jelas berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”). Penyelenggara Jasa Telekomunikasi (“operator”) berdasarkan Pasal 18 UU Telekomunikasi dan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (“PP 52”) wajib mencatat/ merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.

     

    Pemberian rekaman berdasarkan perspektif UU Telekomunikasi dibagi 2 (dua), yaitu pemberian rekaman kepada pengguna jasa telekomunikasi dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi dan pemberian rekaman untuk keperluan proses peradilan pidana.

    KLINIK TERKAIT

    Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah

    Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah
     

    Berdasarkan Pasal 41 UU Telekomunkasi, terdapat 2 (dua) jenis perekaman yang diatur yaitu:

    1.    Perekaman Pemakaian Fasilitas Telekomunikasi yaitu perekaman yang dilakukan penyelenggara jasa telekomunikasi yang bersifat wajib (mandatory) untuk keperluan pengguna jasa telekomunikasi itu sendiri, seperti perekaman rincian data tagihan (billing) dan lain-lain.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    2.    Perekaman Informasi yaitu perekaman informasi tertentu yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan, seperti rekaman percakapan antarpihak yang bertelekomunikasi.

     

    Kendali dari Pasal 41 UU Telekomunikasi tersebut terdapat pada Pasal 42 UU Telekomunikasi, yang mana operator telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya. Sanksi jika operator tidak menjaga kerahasiaan tersebut adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp200 juta (Pasal 57 UU Telekomunikasi).

     

    Permintaan data/rekaman sebagaimana cerita Anda, kami asumsikan permintaan rekaman dalam rangka mengungkap suatu tindak pidana. Ada baiknya kita melihat terlebih dahulu Pasal 42 ayat (2) UU Telekomunikasi yang mengatur bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:

    1.    permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;

    2.    permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

     

    Cakupan proses peradilan pidana itu sendiri dalam penjelasan Pasal 42 ayat (2) UU Telekomunikasi yaitu pada penyidikan, penuntutan, dan penyidangan. Sedangkan, yang dimaksud tindak pidana tertentu adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun ke atas, seumur hidup, atau mati (penjelasan Pasal 42 ayat [2] huruf a UU Telekomunikasi).

     

    Dalam permasalahan yang Anda sampaikan, delik tentang “perbuatan tidak menyenangkan” sebagaimana Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) merupakan delik yang diancam pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun, sehingga berdasarkan UU Telekomunikasi operator harus menolak permintaan tersebut.

     

    Dalam praktik yang kami temui, penolakan permintaan rekaman oleh operator juga dapat terjadi apabila kasus yang diminta masih dalam proses penyelidikan dan belum sampai pada tahap penyidikan. Proses penyidikan ditandai dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan (“Sprindik”) atau Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (“SPDP”), jika permintaan rekaman tersebut melampirkan atau menyebutkan Sprindik atau SPDP, maka tidak ada alasan bagi operator untuk tidak memberikan rekaman yang diminta oleh penyidik dalam kurun waktu 1x24 jam setelah permohonan diterima (Pasal 89 ayat [2] PP 52).

     

    Dalam hal teknis rekaman tidak dimungkinkan, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberitahukan kepada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan atau Penyidik selambat-lambatnya 6 (enam) jam setelah diterimanya permintaan (Pasal 89 ayat [2] dan ayat [3] PP 52).

     

    Di samping syarat formal, secara administratif, permintaan rekaman juga harus tertulis dan sah dengan tembusan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Pasal 88 PP 52). Yang dimaksud disampaikan secara tertulis dan sah adalah setiap permintaan perekaman informasi harus dibuat dan disampaikan secara tertulis oleh instansi yang berwenang serta dibubuhi cap instansi pemohon dan tanda tangan pejabat yang mengajukan permintaan (penjelasan Pasal 88 PP 52).

     

    Syarat administratif lain sebagaimana Pasal 89 PP 52 juga mengatur bahwa permintaan tertulis perekaman informasi sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat:

    a. obyek yang direkam;
    b. masa rekaman; dan
    c. periode waktu laporan hasil rekaman.
     

    Hal yang perlu diingat adalah, betul bahwa salah satu cara untuk mengetahui posisi atau lokasi pemilik nomor seluler dapat dilakukan melalui penelusuran nomor seluler berdasarkan Rekaman Data Panggilan atau CDR, karena CDR di dalamnya berisi Location Area Code Cell ID (“LAC CID”). LAC CID adalah Kode Area Lokasi berupa angka unik yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi lokasi suatu Base Tranceiver Station (“BTS”). Namun demikian, dengan diketahuinya LAC CID tidak serta merta lokasi atau posisi pengguna seluler diketahui secara tepat, karena untuk mengetahui secara akurat lokasi pengguna seluler, diperlukan eksplorasi leih lanjut dengan perangkat tertentu. Penggunaan CDR bisa jadi hanya sebagai petunjuk awal atas penelusuran berikutnya.

     
    Demikian jawaban kami, semoga membantu.
     

    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    2.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

    3.    Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi

     
     

    Tags

    uu telekomunikasi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!