KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Waris Cucu yang Berstatus WNA

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hak Waris Cucu yang Berstatus WNA

Hak Waris Cucu yang Berstatus WNA
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hak Waris Cucu yang Berstatus WNA

PERTANYAAN

Mungkin banyak sudah pertanyaan tentang warisan. tapi saya belum tahu tulisan tentang aturan dan hukum bila, warisan tersebut diberikan kepada cucu yang berstatuskan Warga Negara Asing. Pertanyaan saya: 1. Bagaimana aturan dan hukumnya bila warisan tersebut diberikan kepada cucu yang berstatus WNA? 2. Berdasarkan aturan yang mana dan hukum yang mana (pasal-pasalnya)? 3. Kelemahan dan kekuatan hukum warisan tersebut. Demikian kiranya pertanyaan saya ini, untuk dapat diberikann saran dan masukan dari praktisi hukum terkait. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Anda tidak menyebutkan apakah cucu tersebut mendapatkan warisan karena semua anak si kakek/nenek telah meninggal atau karena “penggantian” atau karena “surat wasiat” dari kakek/neneknya. Anda juga tidak menyebutkan agama dari pewaris maupun si cucu. Oleh karena itu kami akan membahasnya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).

     

    Berdasarkan Pasal 832 KUHPer, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

    KLINIK TERKAIT

    Sahkah Akta Nikah yang Dikeluarkan Negara Lain?

    Sahkah Akta Nikah yang Dikeluarkan Negara Lain?
     
     

    Selanjutnya, dalam Pasal 852 KUHPer dikatakan bahwa anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.

     

    Cucu tersebut bisa mendapat warisan jika semua anak pewaris meninggal dunia. Akan tetapi, jika ada pewaris yang masih hidup, si cucu juga bisa mendapatkan warisan sebagai pengganti dari orang tuanya (yang merupakan ahli waris dari pewaris bersama-sama dengan anak-anak pewaris yang lain).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dalam hal si cucu menggantikan orang tuanya dalam menerima warisan, ini dikenal dengan nama penggantian dalam garis lencang ke bawah. Mengenai penggantian dalam garis lencang ke bawah, Prof. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 100-101) menjelaskan bahwa penggantian dalam garis lencang ke bawah ini dapat terjadi dengan tiada batasnya. Tiap anak yang meninggal lebih dahulu, digantikan oleh semua anak-anaknya, begitu pula jika dari pengganti-pengganti ini ada salah satu yang meninggal lebih dahulu lagi, ia juga digantikan oleh anak-anaknya, dan begitu seterusnya, dengan ketentuan, bahwa segenap turunan dari satu orang yang meninggal lebih dahulu harus dianggap sebagai suatu “staak” (“cabang”) dan bersama-sama memperoleh bagian orang yang mereka gantikan.

     

    Selain itu, si cucu juga bisa mendapatkan warisan melalui surat wasiat. Menurut Pasal 875 KUHPer, surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.

     

    Prof. Subekti, S.H. (Ibid, hal. 107), sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa terhadap surat wasiat ada pembatasan yaitu terkait legitime portie. Legitime portie adalah bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak para ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.

     

    Jadi, pemberian warisan menurut surat wasiat tidak boleh mengurangi warisan yang seharusnya diterima oleh para ahli waris menurut legitime portie.

     

    Prof. Subekti, S.H. (Ibid) juga menjelaskan bahwa yang paling lazim, suatu testamen berisi apa yang dinamakan suatu “erfstelling” yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi “ahli waris”. Orang yang ditunjuk itu dinamakan “testamentaire erfgenaam”, yaitu ahli waris menurut wasiat, dan sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal.

     

    Mengenai siapa yang berhak untuk menerima warisan dari suatu surat wasiat, berdasarkan Pasal 896 KUHPer, setiap orang dapat membuat surat wasiat, dan dapat mengambil keuntungan dan surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan bagian ini dinyatakan tidak cakap untuk itu. Dalam hal ini, tidak ada ketentuan yang melarang warga negara asing untuk menikmati warisan dari warga negara Indonesia.

     

    Selain itu, untuk dapat menikmati sesuatu dari surat wasiat, seseorang (ahli waris) harus telah ada ketika si pewaris meninggal dunia (Pasal 899 KUHPer), dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 2 KUHPer.

     

    Jadi pada dasarnya, tidak ada ketentuan yang melarang cucu yang memiliki kewarganegaraan asing untuk mendapatkan warisan. Akan tetapi perlu diketahui bahwa warga negara asing tidak dapat mempunyai hak atas tanah dengan status hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha (Pasal 21 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). Oleh karena itu jika si cucu mendapatkan warisan berupa tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak guna usaha, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun ia wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

     
    Referensi:

    Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet. xxix. Jakarta: Intermasa, 2001.

    Tags

    wasiat

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!