KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kesepakatan PHK dan Kompensasi Pesangon yang Lebih Menarik

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Kesepakatan PHK dan Kompensasi Pesangon yang Lebih Menarik

Kesepakatan PHK dan Kompensasi
 Pesangon yang Lebih Menarik
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Kesepakatan PHK dan Kompensasi
 Pesangon yang Lebih Menarik

PERTANYAAN

Dear Hukumonline, di perusahaan tempat saya bekerja pada saat ini sedang melakukan program efisinsi. Dalam program tersebut ditawarkan PHK dengan nama program paket menarik bagi seluruh pekerja dengan pola perhitungan sebagai berikut. Contoh masa kerja saya 14 tahun (1 September 1999 hingga sekarang). Gaji pokok Rp5.167.000. Tabel A (Nilai paket yang ditawarkan oleh perusahaan) Masa kerja 14 (tahun) Pesangon + Jasa 26.5* (bln upah pokok) Tambahan Uang Kebijakan MPP 3 + Disc1 14 + Disc2 3 (bulan upah pokok) Total Bulan (Upah Pokok ) 46.5 bulan*** belum termasuk jamsostek dan asuransi lain. Tabel B Uraian Penghasilan yang dibayarkan bersamaan dengan gaji: Gaji Pokok, Tj.Transport, Tj.Pajak**, Tj.Masa.Krj**, Tj.Krj.Mlm**, Lembur dll. URAIAN PEMOTONGAN bersamaan dengan gaji: Absen**** dll. Mengurus Serikat pekerja (dalam tabel B) dipotong upah sejak Januari 2013 1. Apakah pola perhitungan yang ditawarkan oleh perusahaan dapat dikatakan lebih baik yaitu 46.5 bulan upah? 2. Sedangkan struktur upah yang saya peroleh seperti pada tabel B. 3. Apakah pemotongan upah akibat mengurus serikat pekerja dapat saya tuntut untuk dibayarkan? 4. Berapa nilai pajak yang harus kami bayarkan? Demikian pertanyaan saya mohon penjelasannya, terima kasih sebelumnya. (Nasmiruddin).

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Ketentuan umum mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) pada prinsipnya wajib/harus dirundingkan dan disepakati oleh para pihak. Khususnya perundingan mengenai bagaimana cara dan alasan PHK, serta apa saja yang menjadi hak dan/atau kewajiban para pihak secara bertimbal-balik (vide Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan).

     

    Program PHK seperti yang terjadi di perusahaan Saudara dengan istilah “program paket menarik” dalam rangka efisiensi (down-sizing), hemat saya adalah salah satu bentuk perundingan PHK melalui penawaran “paket pesangon” dengan hak-hak yang lebih baik dan menarik dibandingkan yang telah diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan. Termasuk ketentuan PHK karena alasan perusahaan melakukan efisiensi atau penutupan unit usaha/unit kerja, atau penghapusan suatu job tertentu- sebagaimana tersebut dalam Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.

     

    PHK melalui mekanisme perundingan bipartit seperti itu akan terkesan lebih elegant dan kooperatif. Tidak harus menimbulkan gejolak atau didahului dengan masalah dan perselisihan serta perseteruan hak/kewajiban apa-apa yang didapat oleh salah satu pihak atau sebaliknya apa saja yang harus dipenuhi oleh pihak lainnya.

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Hukum Bekerja di Dua Perusahaan Berbeda?

    Bagaimana Hukum Bekerja di Dua Perusahaan Berbeda?
     

    Terkait dengan kasus Saudara, menurut Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, hak-hak pekerja/buruh yang ter-PHK karena efisiensi adalah sebagai berikut:

    -     Uang Pesangon (UP) sebesar 2 (dua) kali ketentuan dalam “tabel” Pasal 156 ayat (2) jo Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    -     Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebesar 1 (satu) kali ketentuan dalam “tabel” Pasal 156 ayat (3) jo Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan; dan

    -     Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan;

     

    Dengan demikian dalam hal PHK karena efisiensi yang -memang- dikehendaki oleh pihak -management- pengusaha, apabila masa kerja Saudara, adalah 14 (empat belas) tahun atau lebih dengan upah Rp 5.167.000,- + tunjangan tetap (selanjutnya disebut “upah”), maka hak Saudara, masing-masing terdiri dari:

    ·       berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UUK jo Pasal 156 ayat (2) huruf i dan Pasal 157 ayat (1) UUK, Saudara berhak atas UP, adalah 2 x 9 x upah = 18 x upah; dan

    ·       berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UUK jo Pasal 156 ayat (3) huruf d dan Pasal 157 ayat (1) UUK, Saudara berhak UPMK, adalah 1 x 5 x upah = 5 x upah.

    ·       berdasarkan Pasal 164 ayat (3) UUK jo Pasal 156 ayat (4) UUK, hak-hak Saudara atas UPH, meliputi:

    1)     hak cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (4) huruf a UUK, -dengan perhitungan yang lazimnya- adalah [1/25 x upah x hak cuti yang belum diambil], atau [1/21 x upah x hak cuti yang belum diambil].

    2)     ongkos pulang (+keluarga) ke daerah/kota tempat di-hire.

    3)     Penggantian perumahan, pengobatan/perawatan, sebesar 15% x (akumulasi UP + akumulasi UPMK);

    4)     Hal-hal lain yang telah diperjanjikan secara “otonom” baik dalam perjanjian kerja (PK), maupun dalam peraturan perusahaan (PP), atau dalam perjanjian kerja bersama (PKB).

     

    Dengan demikian, sesuai ketentuan-ketentuan tersebut di atas, menjawab pertanyaan-pertanyaan Saudara, berikut dapat saya jelaskan pertanyaan dan permasalahan Saudara, sebagai berikut:

     

    1)     Berdasarkan Pasal 164 ayat (3) jo Pasal 156 ayat (2) huruf i, ayat (3) huruf d, dan ayat (4) serta Pasal 157 ayat (1) UUK, hak Saudara atas “pesangon” adalah [(18 + 5) x upah] + [15% x (18 + 5 x upah)] sehingga kesemuanya -hanya- kurang-lebih equivalen dengan 26,5 x upah. Sedangkan menurut informasi Saudara, sesuai Tabel A, perusahaan menawarkan 46,5 x upah. Dengan demikian, menurut hemat saya, pola perhitungan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada Saudara dapat dikatakan sudah jauh lebih besar dan tentunya lebih baik.

     

    2)     Berdasarkan Pasal 94 UU Ketenagakerjaan dan sebagaimana dijelaskan dalam SE Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/Men/1990, bahawa komponen upah, terdiri dari Upah Pokok, Tunjangan Tetap dan Tunjangan Tidak Tetap. Jika Uraian Penghasilan yang dibayarkanoleh Pengusaha kepada Saudara dimasukkan dalam Tabel B –sesuai klasifikasi komponen-, maka klasifikasinya -mungkin- sebagai berikut:

    a. upah pokok (basic salary) sesuai Pasal 94 jo Pasal 157 ayat (1) huruf a UUK.

    b. tunjangan tetap (fixed allowance), meliputi tunjangan-tunjangan (yang sesuai istilah Saudara): Tj.Pajak, Tj.Masa.Krj, dan Tj.Krj.Mlm (vide Pasal 157 ayat (1) huruf b jo Pasal 94 UUK).

    c.   tunjangan tidak tetap, meliputi : Tj.Transport (a-contrario dari penjelasan Pasal 94 UUK jo SE.Menaker No.SE-07/Men/1990).

    *Khusus upah kerja lembur (Lembur) tidak termasuk katagori tunjangan, karena upah kerja lembur adalah bentuk pembayaran upah (sebagai imbalan kepada pekerja) atas kelebihan waktu kerja.

     

    3)     Berkenaan dengan adanya potongan upah terhadap pengurus karena aktivitas kepengurusan organisasi “serikat pekerja” (Trade Union) yang pemotongannyadilakukan oleh pengusaha, -kemungkinan- karena dalam pelaksanaan hak Saudara –dalam kegiatan/aktivitas tugas keserikatpekerja-an- belum mendapat persetujuan management, atau kemungkinan -atas persetujuannya akan tetapi- waktu yang disepakati untuk pengurusan dimaksud telah melampaui toleransi berkenaan dengan efektifitas kerja dan produktivitas –pada core job- Saudara, sehingga oleh pengusaha memberlakukan azas no work no pay. Hal ini sah-sah saja dilakukan jika memang asumsi-case-nya demikian. Dan oleh karenanya tidak dapat dituntut -penggantiannya- untuk dibayarkan dalam kaitan dengan PHK Saudara (vide Pasal 25 UU No.21/2000 jo Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).

     

    4)     Dalam hubungannya dengan pajak yang harus dibayarkan oleh pekerja kepada negara, berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 5 Tahun 2003, prinsipnya hanya dikenakan pajak penghasilan (PPh.) di atas nilai upah minimum (sesuai region). Dengan perkataan lain, pajak PPh. ditanggung oleh Negara dan kepada pekerja/buruh tidak dibebankan membayar pajak PPh. sampai dengan batas upah minimum regional (setempat) –dan bukan sektoral-. Artinya, kalau upah Saudara adalah Rp 5.167.000,- dan upah minimum (regional) di suatu daerah tertentu, misalnya DKI. Jakarta sebesar Rp 2.200.000,-, maka beban dan kewajiban pajak PPh Saudara -nantinya- adalah (Rp 5.167.000,- – Rp 2.200.000,-) = Rp 2.967.000,-. Walaupun demikian, perhitungannya tetap menggunakan mekanisme PTKP atau -pendapatan tidak kena pajak- sesuai ketentuan Menteri Keuangan RI dan Dirjen Pajak (vide Pasal 2 dan  Pasal 3 PP Nomor 5 Tahun 2003 jo Pasal 2 ayat (1) Kepmenkeu No.70/KMK.03/2003).

     

    Demikian jawaban dan penjelasan saya, semoga dapat dimengenrti.

     
    Klinik Terkait:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten / Kota;

    4. Keputusan Manteri Keuangan RI Nomor 70/KMK.03/2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten / Kota;

    5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomoro SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-Upah;

        

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!