Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bagaimana Hukumnya Pacaran Beda Agama?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bagaimana Hukumnya Pacaran Beda Agama?

Bagaimana Hukumnya Pacaran Beda Agama?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bagaimana Hukumnya Pacaran Beda Agama?

PERTANYAAN

Sebenarnya bolehkah pacaran beda agama itu? Adakah aturan hukumnya?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Pada prinsipnya, pacaran bukan merupakan hubungan hukum seperti halnya suami dengan istri. Oleh karena itu, tidak ada hak dan kewajiban yang timbul di antara kedua orang yang berpacaran.

     

    Contoh dari hubungan berpacaran yang tidak menimbulkan akibat hukum adalah seorang wanita yang hamil setelah berhubungan intim dengan pacarnya. Dalam hal ini, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki-laki tersebut. Dampaknya, si wanita tidak berhak untuk memaksa si laki-laki untuk menikahinya. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Pasal Apa untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab?

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Nikah Beda Agama di Indonesia? Ini Hukumnya

    Bolehkah Nikah Beda Agama di Indonesia? Ini Hukumnya
     

    Dari sini kita bisa melihat bahwa jika salah satu pihak dirugikan dalam hubungan pacaran (wanita tersebut hamil), maka pihak lainnya tidak bisa dituntut oleh karena tidak ada hubungan hukum antara orang berpacaran itu tadi. Namun, berbeda halnya jika salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan, maka perbuatan tersebut dapat dipidana karena zina, sepanjang adanya pengaduan dari pasangan sah salah satu atau kedua belah pihak (lihat Pasal 284 KUHP). Lebih lanjut mengenai pacaran yang tidak memiliki hubungan hukum ini dapat Anda simak dalam artikel-artikel berikut:

    -      Jika Dipaksa Pacar Kedua untuk Tidak Menikahi Pacar Pertama

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    -      Menggugat Janji-Janji Kekasih, Bisakah?

     

    Menjawab pertanyaan Anda, berpacaran dengan pasangan yang berbeda agama boleh saja dilakukan jika memperhatikan moral yang ada. Ini karena memang tidak ada aturan hukum yang melarangnya. Namun, apabila hubungan berpacaran itu berlanjut hingga ke jenjang perkawinan (terjadi perkawinan beda agama), maka ada kemungkinan akan menimbulkan masalah-masalah hukum di dalamnya. Seperti misalnya masalah keabsahan perkawinan beda agama, status anak, perceraian, dan sebagainya. Masalah-masalah yang dijumpai dalam perkawinan pasangan beda agama ini dapat Anda simak dalam beberapa artikel kami berikut:

    -      Kawin Beda Agama Itu Kira-Kira Bakal Munculin Permasalahan Apa Saja Ya?

    -      Hukum Perceraian untuk Nikah Beda Agama

     

    Sebagai contoh masalah-masalah yang mungkin timbul adalah masalah keabsahan perkawinan beda agama. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) mengatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Lebih lanjut, dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan, dikatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

     

    Beberapa ajaran agama mengatur mengenai larangan perkawinan beda agama. Misalnya dalam ajaran Islam, wanita beragama Islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam [Al Baqarah (2): 221]. Selain itu juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (I Korintus 6: 14-18).

     

    Walaupun ada kemungkinan bagi pasangan beda agama untuk melaksanakan perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan (Pasal 35 jo. Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan), akan tetapi tidak menutup kemungkinan Hakim dapat mempertimbangkan larangan-larangan dalam ajaran agama sebagai alasan tidak memberikan penetapan pengadilan.

     

    Selain itu, dalam hal perkawinan beda agama karena satu dan lain hal mungkin tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil oleh pasangan suami istri tersebut, hal ini juga berdampak pada status anak. Anak tersebut akan menjadi anak luar kawin yang tidak mempunyai status hukum (legalitas) di hadapan hukum. Lebih lanjut dapat membaca artikel yang berjudul Perbedaan Perkawinan Beda Agama Secara ‘Siri’ dan di Luar Negeri.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.        
     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    3.    Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

     

    Tags

    pacaran

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!