Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum Suami Memukul Istri karena Terpancing Emosi

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum Suami Memukul Istri karena Terpancing Emosi

Jerat Hukum Suami Memukul Istri karena Terpancing Emosi
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum Suami Memukul Istri karena Terpancing Emosi

PERTANYAAN

Apa hukumnya bila suami memukul istri dikarenakan pembelaan dirinya yang mana sang suami dipancing emosinya dan ditendang sampai jatuh terlebih dahulu?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya perbuatan suami memukul istri dapat dihukum berdasarkan ketentuan UU PKDRT. Namun, menurut hemat kami berdasarkan kronologis yang Anda ceritakan, perbuatan suami maupun istrinya sama-sama melanggar ketentuan dalam UU PKDRT. Maka dari itu apakah suami tersebut akan dikenai pidana oleh hakim atas tindakan pemukulan yang dilakukannya, semua bergantung pada penilaian hakim sendiri dan bukti-bukti pada persidangan nantinya.

    Apa jerat hukum kekerasan fisik dalam rumah tangga?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 24 Januari 2014.

    KLINIK TERKAIT

    KDRT Hingga Meninggal, Penganiayaan atau Pembunuhan?

    KDRT Hingga Meninggal, Penganiayaan atau Pembunuhan?

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga telah diatur dalam UU PKDRT. Pemukulan yang dilakukan suami kepada istrinya ataupun tindakan istri menendang suami sampai jatuh terlebih dahulu, merupakan kekerasan fisik.

    Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU PKDRT bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

    Atas kekerasan fisik tersebut, pelakunya dapat dikenai hukum pidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT yakni setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

    Dalam hal perbuatan kekerasan fisik tersebut mengakibatkan: [1]

    1. Korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, pelaku dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta.
    2. Korban meninggal dunia, pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta.

    Namun jika  perbuatan itu dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ia dipidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp5 juta.[2]

    Mengenai perbuatan suami memukul istri dikarenakan terpancing emosi dan karena si istri telah menendang terlebih dahulu si suami, mungkin sekilas hal ini seperti pembelaan diri dari si suami. Namun dalam UU PKDRT sendiri tidak diatur mengenai jika perbuatan kekerasan fisik yang dilakukan adalah bentuk pembelaan diri. Pembelaan seperti ini dapat Anda temukan pengaturannya dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[3] yakni pada tahun 2026 yaitu:

    Pasal 49 KUHP

    UU 1/2023

    1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

     

    1. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana

    Pasal 34

     

    Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.

     

     

    Pasal 43

     

    Setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.

     

    Akan tetapi untuk dapat dikatakan sebagai pembelaan terpaksa, harus ada syarat-syarat yang dipenuhi. R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 64-66) menjelaskan ada 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

    1. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa untuk mempertahankan (membela). Pertahanan atau pembelaan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain.
    2. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu, yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.
    3. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu juga.

    Kembali ke keterangan yang Anda berikan, suami sebenarnya bisa melakukan tindakan lain selain suami memukul istri. Seperti misalnya suami bisa berbicara bahwa ia tidak suka diperlakukan seperti itu oleh sang istri. Karena pada dasarnya, dalam suatu perkawinan, segala sesuatu sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu antara pasangan suami istri untuk mencari jalan keluar terbaik. Oleh karena itu, melihat pada adanya kemungkinan lain yang dapat dilakukan, perbuatan suami memukul istri tidak dapat dikatakan sebagai bentuk pembelaan atau pembelaan terpaksa.

    Menjawab pertanyaan Anda, apa hukumnya bila suami memukul istri, pada dasarnya perbuatan si suami dapat dihukum berdasarkan Pasal 44 UU PKDRT. Namun, sebenarnya perbuatan suami maupun istrinya sama-sama melanggar ketentuan dalam UU PKDRT, maka dari itu apakah suami tersebut akan dikenai pidana oleh hakim atas tindakan pemukulan yang dilakukannya, semua bergantung pada penilaian hakim sendiri dan bukti-bukti pada persidangan nantinya.

     

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh kasus KDRT, kami menyarikan isi Putusan PN Tanjung Balai Asahan No. 258/Pid/B/2013/PN-TB. Terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT sebagai dakwaan alternatif yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: (hal. 7-8)

    1. Barang siapa

    Barang siapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana, yakni terdakwa.

    1. Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

    Berdasarkan keterangan saksi, surat petunjuk dan dikaitkan dengan barang bukti di depan persidangan yaitu terdakwa terbukti melakuan penganiayaan terhadap saksi karena mula-mula saksi menarik baju yang dipakai terdakwa, lalu terdakwa menangkisnya sehingga mengenai wajah saksi dan terdakwa memutar tangan saksi sehingga tangan saksi tersebut terkilir.

    Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga. Hakim kemudian menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan (hal. 9).

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Asahan Nomor 258/Pid/B/2013/PN-TB.

     

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991. 


    [1] Pasal 44 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”)

    [2] Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT

    [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    Tags

    hukum pidana
    istri

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!