Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Saksi Kasus Korupsi Berhak Atas Perlindungan Hukum?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Saksi Kasus Korupsi Berhak Atas Perlindungan Hukum?

Apakah Saksi Kasus Korupsi Berhak Atas Perlindungan Hukum?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Saksi Kasus Korupsi Berhak Atas Perlindungan Hukum?

PERTANYAAN

Perlukah adanya bantuan hukum/pendampingan/perlindungan hukum bagi saksi dalam menjalani setiap tahap pemeriksaan dalam tindak pidana korupsi?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami akan menjelaskan sedikit tentang saksi. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri [Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”)].

     

    Sedangkan, perlindungan yang dimaksud dalam UU 13/2006 adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (“LPSK”) atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 6 UU 13/2006).

    KLINIK TERKAIT

    Saksi Memberatkan, Meringankan, Mahkota, dan Alibi

    Saksi Memberatkan, Meringankan, Mahkota, dan Alibi
     

    Pasal 2 UU 13/2006 mengatakan bahwa undang-undang ini memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Perlindungan Saksi dan Korban ini bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana (Pasal 4 UU 13/2006). Mengacu pada kedua pasal tersebut, kita bisa ketahui bahwa perlindungan saksi itu diberikan pada setiap proses peradilan pidana, yakni di setiap tahapan pemeriksaan terhadap dirinya.

     

    Lalu kapan perlindungan saksi itu lahir dan berakhir? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Pasal 8 UU 13/2006 yang berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    “Perlindungan dan hak saksi dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

     

    Ini artinya, sebenarnya perlindungan saksi itu telah ada sejak tahap penyelidikan.

     

    Selanjutnya kami akan menjawab pertanyaan Anda tentang perlukah saksi didampingi secara hukum di setiap proses peradilan pidana yang dimaksud. Hal mengenai keperluan pendampingan hukum saksi ini memiliki keterkaitan dengan hak-hak yang diperoleh oleh saksi.

     

    Hak-hak saksi berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU 13/2006 adalah:

    a.    memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

    b.    ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;

    c.    memberikan keterangan tanpa tekanan;

    d.    mendapat penerjemah;

    e.    bebas dari pertanyaan yang menjerat;

    f.     mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;

    g.    mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;

    h.    mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

    i.      mendapat identitas baru;

    j.     mendapatkan tempat kediaman baru;

    k.    memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

    l.      mendapat nasihat hukum; dan/atau

    m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.

     

    Pada dasarnya, tidak ada yang menyebutkan secara eksplisit mengenai bantuan hukum/pendampingan hukum, akan tetapi saksi berhak atas nasihat hukum. Yang dimaksud dengan nasihat hukum adalah nasihat hukum yang dibutuhkan oleh Saksi dan Korban apabila diperlukan (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf l UU 13/2006).

     

    Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 5 ayat (2) UU 13/2006 bahwa hak-hak di atas diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK.

     

    Anda menyinggung soal saksi tindak pidana korupsi. Perlu Anda ketahui, salah satu tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu yang disebut dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU 13/2006 antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Ini artinya, saksi dalam tindak pidana korupsi juga berhak atas hak-hak yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU 13/2006 sesuai dengan keputusan LPSK.

     

    Walaupun pendampingan hukum bukan merupakan hak-hak yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU 13/2006, akan tetapi jika saksi merasa dirinya terancam pada saat memberikan kesaksian, saksi dapat meminta perlindungan kepada LPSK. Dalam Pasal 29 jo. Pasal 5 UU 13/2006 dikatakan bahwa sepanjang saksi tersebut memiliki kepentingan bahwa dirinya perlu dilindungi saat memberikan kesaksian di setiap pemeriksaan, maka ia dapat mengajukan permohonan pendampingan tersebut kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

     
    Pasal 29 UU 13/2006:

    “Tata cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai berikut:

    a.    Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;

    b.    LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    c.    Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan diajukan.”

     

    Perlindungan yang diberikan tersebut diberikan dengan mempertimbangkan syarat-syarat sebagaimana dalam Pasal 28 UU 13/2006:

    a.    sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban

    b.    tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban

    c.    hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap saksi dan/atau korban

    d.    rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

     

    Tambahan Penulis:
     

    Pengertian saksi juga terdapat dalam Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang sama dengan pengertian saksi menurut Pasal 1 angka 1 UU 13/2006, yakni orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

     

    Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 65/PUU-VIII/2010 telah menyatakan bahwa Pasal 1 angka 26 KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”), sepanjang pengertian saksi dalam pasal-pasal itu tidak dimaknai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri sehingga makna saksi diperluas lagi.

     

    Berkaitan dengan perlindungan saksi dalam perkara korupsi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA No 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu (“SEMA 04/2011”) yang meminta kepada para hakim agar jika menemukan adanya orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, dapat diberikan perlakuan khusus dengan antara lain memberikan keringanan pidana dan/atau bentuk perlindungan lainnya.

     

    Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu (termasuk korupsi) dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Bentuk perlindungannya antara lain: jika Pelapor Tindak Pidana dilaporkan pula oleh terlapor, maka penanganan perkara atas laporan yang disampaikan oleh Pelapor Tindak Pidana didahulukan dibanding laporan dari terlapor.

     

    Sedangkan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu (termasuk korupsi), mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Atas bantuan dari Saksi Pelaku yang Bekerjasama dalam mengungkap tindak pidana tersebut, perlindungan hukum yang diberikan antara lain adalah hakim dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana seperti pidana percobaan bersyarat khusus.

     
     

     

    Tags

    tipikor

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!