Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh
Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul
Apakah Pengelola Shared Hosting Wajib Bertanggungjawab Bila Ada Konten Negatif? yang dibuat oleh
Teguh Arifiyadi, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 26 Juni 2014.
Intisari :
Sebagai ilustrasi, seorang pemilik hotel tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban jika pengunjungnya melakukan perbuatan pidana di dalam kamar hotel dan tidak juga dapat dimintakan pertanggungjawaban jika ada seseorang yang meletakkan obat terlarang di kamar hotel tersebut. Terkecuali pemilik/pengelola hotel mengetahui adanya pidana tersebut, namun tidak melaporkan atau bahkan memiliki niat untuk memfasilitasi terjadinya pidana di dalam hotel tersebut. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Konten Negatif pada Shared Hosting
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami mendefinisikan shared hosting secara sederhana sebagai layanan berbagi/sharing file melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh banyak pengguna atau antar pengguna.
Konten negatif yang Anda maksud dalam dalam pemahaman kami tentu tidak terbatas pada konten perjudian dan pornografi saja, melainkan bisa berupa konten pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, atau konten yang berisikan muatan suku, agama, ras, dan antargolongan (“SARA”) serta konten lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan (seperti penipuan, pelanggaran hak cipta, pemalsuan, dan lain lain).
Kesusilaan/pornografi (Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016)
Perjudian (Pasal 27 ayat (2) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016)
Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016)
Pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat (4) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (4) UU 19/2016)
Berita bohong dan menyesatkan (Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016)
Kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). (Pasal 28 ayat (2) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016)
Pendistribusian atau pentransimisian konten terlarang dalam pemahaman UU ITE tidak hanya dibatasi pada konten yang berada dalam website, home page, atau URL semata. Melainkan juga konten yang secara langsung maupun tidak langsung terdistribusikan akibat dari penyelenggaraan web site, home page, atau URL tersebut. Misalnya konten berbentuk dokumen atau gambar yang disebarkan melalui layanan berbagi file, konten video yang disebarkan melalui aplikasi layanan berbagi video, dan lain-lain.
Wajibkah Pengelola Shared Hosting Bertanggungjawab Bila Ada Konten Negatif?
Lalu bagaimana jika konten tersebut berada atau terdistribusikan dari sebuah layanan shared hosting? Apakah pengelola dapat dikenakan pidana sebagaimana Pasal 27 dan 28 UU ITE dan UU 19/2016 tersebut?
Untuk menilai apakah pengelola shared hosting dapat dikenakan pasal-pasal di atas, harus dilihat terlebih dahulu unsur-unsur perbuatan dari pasal-pasal tersebut. Unsur “perbuatan” dari pasal-pasal tersebut yaitu:
Dengan sengaja dan tanpa hak; (Pasal 27 dan pasal 28 UU ITE)
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan, dan/atau; (Pasal 27 UU ITE)
Membuat dapat diakses. (Pasal 27 UU ITE)
Dari ke-3 unsur perbuatan tersebut, kami berpendapat unsur ke-2 dan ke-3 dapat dipenuhi bagi pengelola shared hosting, karena pada prinsipnya layanan shared hosting membuat sebuah konten dapat diakses sekaligus dapat didistribusikan. Namun kami berpendapat untuk unsur ke-1 yaitu “dengan sengaja (opzettelijk) dan tanpa hak”, unsur tersebut tidak serta-merta terpenuhi meskipun unsur “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses” terpenuhi, karena sangat mungkin pengelola shared hosting sebetulnya tidak sengaja atau bahkan tidak memiliki niat (mens rea) untuk memfasilitasi konten terlarang terdistribusikan/ditransmisikan melalui layanan yang dimilikinya, terkecuali jika dapat dibuktikan bahwa layanan shared hosting sengaja dibuat untuk memfasilitasi terdistribusikannya/ditransmisikannya konten-konten yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Kami mengilustrasikan dengan pemahaman sederhana sebagai berikut:
Seorang pemilik hotel tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban jika pengunjungnya melakukan perbuatan pidana di dalam kamar hotel dan tidak juga dapat dimintakan pertanggungjawaban jika ada seseorang yang meletakkan obat terlarang di kamar hotel tersebut. Terkecuali pemilik/pengelola hotel mengetahui adanya pidana tersebut, namun tidak melaporkan atau bahkan memiliki niat untuk memfasilitasi terjadinya pidana di dalam hotel tersebut.
Dalam penyelenggaraan shared hosting, meskipun pemilik/pengelola shared hosting tidak dapat diminta pertanggungjawaban langsung terkait hal tersebut, namun kami berpendapat sebagai penyelenggara sistem eletronik, layanan shared hosting harus memiliki mekanisme yang memastikan bahwa terdapat upaya maksimal untuk memastikan bahwa layanannya tidak digunakan sebagai sarana/media terjadinya tindak pidana.
Upaya maksimal sebagaimana kami sebutkan di atas bisa berbentuk preventif maupun represif. Bentuk preventif bisa dilakukan misalnya dengan cara filtering by machine maupun filtering by people. Filtering by machine artinya terdapat mekanisme secara teknis yang memungkinnya sistem elektronik pengelola melakukan filter otomatis terhadap konten terlarang yang didistribusikan. Sedangkan filtering by people dilakukan oleh manusia secara manual sebagai antisipasi jika mekanisme filtering by machine tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam melakukan filter konten terlarang.
Upaya preventif lain bisa dilakukan dengan membuat regulasi internal atau bisa juga berupa terms and conditions yang mengatur larangan dan sanksi didistribusikannya konten yang melanggar peraturan perundang-undangan. Sedangkan bentuk represif bisa dilakukan dengan mengeluarkan akun atau member yang terbukti melakukan pelanggaran atau pidana atau melanggar aturan internal pengelola shared hosting.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: