KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?

Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya apabila calon kepala desa tidak memiliki KTP di desa pencalonan atau tidak tinggal/berdomisili di desa tersebut, namun masyarakat mengusulkan pencalonannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?” yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 17 Juni 2014.

     

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Pemerintah Desa Melakukan Pungutan dari Masyarakat, Bolehkah?

    Pemerintah Desa Melakukan Pungutan dari Masyarakat, Bolehkah?

     

     

    Calon kepala desa tidak wajib merupakan penduduk desa setempat yang dibuktikan dengan dimilikinya KTP sebagai tanda bahwa ia terdaftar sebagai penduduk desa setempat.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seseorang yang mencalonkan diri menjadi kepala desa tidak harus merupakan penduduk yang berdomisili di desa yang bersangkutan. Memang, Pasal 33 huruf g Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) sempat mengatur soal syarat domisili calon kepala desa, yakni harus penduduk dan bertempat tinggal di desa yang bersangkutan. Akan tetapi, kemudian pasal ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”).

     

    Berikut bunyi selengkapnya Pasal 33 UU Desa sebelum dibatalkan oleh MK:

     

    “Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:

    a.    warga negara Republik Indonesia;

    b.    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

    c.    memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

    d.    berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;

    e.    berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;

    f.     bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;

    g.    terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;

    h.    tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

    i.     tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;

    j.     tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

    k.    berbadan sehat;

    l.     tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan

    m.  syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.

     

    Namun kemudian, Majelis MK dalam putusannya bernomor 128/PUU-XIII/2015 tegas menyatakan Pasal 33 huruf g UU Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dan “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”.

     

    Dalam artikel Syarat Domisili Calon Kepala Desa Melanggar Konstitusi, Mahkamah menilai pemilihan kepala desa secara langsung oleh masyarakat desa dan pengangkatan perangkat desa tanpa mensyaratkan harus berdomisili di desa setempat bersesuaian dengan semangat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Beleid ini menyebutkan “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.

     

    MK juga menyatakan bahwa sudah seyogyanya pemilihan ‘kepala desa dan perangkat desa’ tidak perlu dibatasi dengan mensyaratkan harus ‘terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 tahun sebelum pendaftaran’.

     

    Bagi Mahkamah, alasan ini sejalan dengan rezim Pemerintahan Daerah dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak memberikan batasan dan syarat terkait dengan domisili atau terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di daerah setempat.

     

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, jelas kiranya bahwa calon kepala desa tidak wajib merupakan penduduk desa setempat yang dibuktikan dengan dimilikinya KTP sebagai tanda bahwa ia terdaftar sebagai penduduk desa setempat.

      

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Dasar 1945;

    2.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015.

    Tags

    penduduk
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!