Bagaimana dengan karyawan yang diminta oleh pemilik perusahaan untuk masuk bekerja sedangkan karyawan tersebut masih menjalani masa cuti melahirkan? Perlukah karyawan tersebut mendapatkan gaji tambahan? Mohon penjelasannya, terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
Pertama-tama, kami akan jelaskan sedikit tentang konsep cuti. Pada dasarnya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Hal ini disebut dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Mengenai pertanyaan Anda tentang cuti melahirkan dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 82 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ini artinya, karyawan dalam pertanyaan Anda berhak atas cuti bersalin/melahirkan selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan sehingga apabila diakumulasi menjadi 3 bulan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lalu bagaimana pembayaran upah jika pekerja cuti melahirkan? Pekerja yang cuti melahirkan tetap mendapatkan upah penuh sebagaimana diatur dalam Pasal 84 UU Ketenagakerjaan.
Kemudian, bagaimana jika saat dalam masa cuti melahirkan itu pekerja yang bersangkutan diminta untuk bekerja? Perlukah ia diberi upah tambahan? Dalam UU Ketenagakerjaan tidak dikenal istilah upah tambahan. Yang dikenal adalah istilah upah lembur. Upah lembur ini terkait pekerja yang bekerja lebih dari jam kerja seharusnya dan pekerja yang bekerja pada hari-hari libur resmi (lihat Pasal 78 dan Pasal 85 UU Ketenagakerjaan).
Dalam UU Ketenagakerjaan sendiri tidak diatur adanya upah tambahan/lembur untuk pekerja yang disuruh bekerja pada saat sedang cuti melahirkan. Namun jika merujuk pada Pasal 84 UU Ketenagakerjaan, secara logis seharusnya pekerja yang bekerja pada saat cuti melahirkan seharusnya mendapatkan kompensasi. Bentuknya dapat berupa penggantian hari cuti atau bentuk lain.
Sementara dalam hal perusahaan tetap melarang atau tidak memberi cuti melahirkan, UU Ketenagakerjaan memberikan ancaman sanksi seperti terdapat dalam Pasal 185 UU Ketenagakerjaan. Yaitu penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).