Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Privasi Terganggu Akibat Tetangga Membangun Balkon di Rumahnya

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Hak Privasi Terganggu Akibat Tetangga Membangun Balkon di Rumahnya

Hak Privasi Terganggu Akibat Tetangga Membangun Balkon di Rumahnya
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hak Privasi Terganggu Akibat Tetangga Membangun Balkon di Rumahnya

PERTANYAAN

Saya sudah beberapa kali membaca di rubrik ini tentang hukum "pandangan bebas seseorang dari atas balkon rumahnya ke pekarangan orang lain di sebelahnya". Saya sekarang juga mengalami hal itu. Tetangga saya membuat balkon di lantai dua bagian depan rumahnya yang menjorok melebihi batas tanahnya. Dari balkon yg menjorok itu, si pemilik bisa leluasa melihat pekarangan rumah saya yang terletak di sebelah kirinya. Bahkan, dari balkon itu, si pemilik dapat melihat ke teras dan ruang tamu saya. Pertanyaan saya: Apa dasar hukumnya kalau saya keberatan atas balkon tersebut, mengingat hukum tentang hal itu konon sudah tidak berlaku lagi? Mohon diberi penjelasan atau arahan yang dapat saya tindak lanjuti. Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Pada dasarnya, pengaturan mengenai hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan telah diatur dalam Pasal 625 s.d Pasal 672 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yakni di dalam Buku II KUH Perdata tentang Kebendaan.

     

    Pengaturan mengenai "pandangan bebas seseorang dari atas balkon rumahnya ke pekarangan orang lain di sebelahnya" seperti yang Anda sebutkan juga terdapat dalam dalam Buku II KUH Perdata tentang Kebendaan.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Hewan Peliharaan Tetangga Mengotori Depan Rumah

    Hukumnya Hewan Peliharaan Tetangga Mengotori Depan Rumah
     

    Anda benar, setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”), maka Buku II KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku kecuali pasal-pasal yang dinyatakan sebaliknya. Hal ini dapat kita lihat dari bunyi dalam UUPA yang mengatakan:

     

    “Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini.”

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Akan tetapi, dalam praktiknya, hal-hal yang belum diatur dalam UUPA tetapi diatur dalam KUH Perdata masih berlaku dan diterapkan. Sebagai contoh adalah hak servituut atau erfdienstbaarheid yang diatur dalam Pasal 674 sampai Pasal 710 KUH Perdata, yakni suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang berbatasan. Masih ada putusan pengadilan yang menerapkan pasal tersebut seperti yang tercermin dalam Putusan Pengadilan Negeri Bitung No. 89/Pdt.G/2011/PN.Bitung dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 19/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST. Penjelasan lebih lanjut mengenai hak servituut dapat Anda simak dalam artikel Definisi Hak Servituut (Pengabdian Pekarangan) dan Penerapannya dan Keberlangsungan Hak Servituut Jika Tanah Telah Dijual kepada Orang Lain.

     

    Dengan analogi seperti itu, maka kami berkesimpulan bahwa sepanjang dalam UUPA tidak diatur mengenai pemandangan pekarangan orang lain yang dilihat dari balkon, maka beberapa pasal dalam KUH Perdata yang mengatur hal ini dapat tetap diberlakukan.  

     

    Jika melihat dari sisi tetangga Anda, pada dasarnya memang ia berhak untuk membuat balkon di lantai dua rumahnya. Akan tetapi, jika balkon yang dibuatnya itu membuat pemandangan langsung ke sekitar pekarangan tetangganya (yaitu Anda), maka dalam hukum perdata hal ini tidak diperbolehkan. Ketentuan ini dapat kita temukan dalam Pasal 647 s.d Pasal 649 KUH Perdata:

     
    Pasal 647 KUH Perdata

    Orang tidak diperbolehkan mempunyai pemandangan langsung ke pekarangan tetangga yang tertutup atau terbuka maka tak bolehlah ia memperlengkapi rumahnya dengan jendela, balkon atau perlengkapan lain yang memberikan pemandangan ke pekarangan tetangga itu, kecuali bila tembok yang diperlengkapinya dengan hal-hal itu jaraknya lebih dari dua puluh telapak dari pekarangan tetangga tersebut.

     
    Pasal 648 KUH Perdata

    Dan jurusan penyamping atau dari jurusan menyerong orang tidak boleh mempunyai pandangan atas pekarangan tetangga, kecuali dalam jarak lima telapak.

     
    Pasal 649 KUH Perdata

    Jarak yang dibicarakan dalam dua pasal tersebut di atas, dihitung dari sisi luar tembok yang diberi lubang dan bila ada balkon atau semacam itu yang menonjol, dan sisi terluar balkon itu sampai garis batas kedua pekarangan.

     

    Mengacu pada pasal-pasal ini, pembangunan balkon yang melampaui jarak yang ditentukan serta melanggar hak dan kepentingan orang lain, dalam hal ini adalah Anda, merupakan suatu pelanggaran hak, terutama menurut hemat kami, ini menyangkut hak privasi. Hal ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”).

     

    Namun demikian, atas keberatan Anda akibat perbuatan tetangga Anda, kami lebih menyarankan agar masalah dalam kehidupan bertetangga hendaknya lebih mengedepankan upaya musyawarah secara kekeluargaan terlebih dahulu.

     

    Apabila upaya musyawarah secara kekeluargaan tidak berhasil, Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata:

     

    “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

     

    Tentu saja, agar gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim, perbuatan tetangga Anda harus memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

     

    Seperti yang sering dijelaskan dalam beberapa artikel sebelumnya, salah satunya dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, dikatakan antara lain Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:

    a.    Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);

    b.    Perbuatan itu harus melawan hukum;

    c.    Ada kerugian;

    d.    Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;

    e.    Ada kesalahan.
     

    Menurut Rosa Agustina, (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara lain:

    1.    Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

    2.    Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;

    3.    Bertentangan dengan kesusilaan;

    4.    Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

     
    Referensi:

    Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.

      

    Tags

    hukum
    perbuatan melawan hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!