Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 03 Juli 2014.
Intisari:
Ancaman pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya adalah penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Jika wanita tersebut ingin melaporkan kasus ini ketika ia telah berusia 27 tahun, yakni 10 tahun kemudian setelah dilakukannya hubungan suami istri dengan pacarnya itu, maka ia masih bisa menuntut pidana pacarnya. Hal ini karena mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun, kewenangan menuntut pidana hapus sesudah 12 tahun. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perbuatan Persetubuhan dengan Anak
Sebelumnya, kami berasumsi bahwa sepasang kekasih tersebut adalah wanita berusia 17 tahun dan pria berusia 20 tahun yang melakukan hubungan seperti layaknya suami istri.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Pasal Apa untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab?, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut (hubungan badan layaknya suami-istri) dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki yang tersebut. Namun, berbeda halnya jika salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan, maka perbuatan tersebut dapat dipidana karena zina sepanjang ada pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak (lihat Pasal 284 KUHP).
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Dengan asumsi bahwa wanita berusia 17 tahun dan pria berusia 20 tahun saat melakukan hubungan suami istri, maka wanita tersebut masih dikategorikan sebagai anak. Anak, berdasarkanPasal 1 angka 1 UU 35/2014, adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, pria tersebut dapat dituntut pidana berdasarkan Pasal 81 ayat (2) Perppu 1/2016 jo. Pasal 76D UU 35/2014 meski wanita tersebut tidak sampai hamil.
Daluarsa Penuntutan Pidana
Untuk mengetahui apakah peristiwa tersebut telah melewati daluarsa penuntutan atau tidak, maka kita mengacu pada Pasal 78 KUHP yang berbunyi:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Ancaman pidana yang disebut dalam Pasal 81 Perppu 1/2016 selain pidana denda adalah pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, mengacu pada Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP, maka daluwarsa penuntutan pidana terhadap pria tersebut adalah 12 tahun.
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, jika wanita tersebut ingin melaporkan kasus ini ketika ia telah berusia 27 tahun, yakni 10 tahun kemudian setelah dilakukannya hubungan suami istri dengan pacarnya itu, maka ia masih bisa menuntut pidana pacarnya berdasarkan Pasal 81 ayat (2) Perppu 1/2016 jo. Pasal 76D UU 35/2014. Sebagai tambahan referensi, Anda juga dapat membaca artikel Daluarsa Penuntutan Pidana dan Menjalani Hukuman.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum: