Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 17 Juli 2014.
Intisari:
Yang menjadi dasar perhitungan Tunjangan Hari Raya (“THR”) adalah masa kerja karyawan, bukan sistem kerja kontrak (Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu/PKWT) atau tetap (Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu/PKWTT) yang diterapkan. Oleh karena itu, jika dihitung dari keterangan yang Anda sampaikan, masa kerja Anda adalah sudah lebih dari satu tahun, yakni terhitung dari masa kerja Anda selama menjadi karyawan kontrak ditambah masa kerja Anda saat diangkat menjadi karyawan tetap hingga sekarang. Oleh karena itu, Anda berhak atas THR sebesar 1 (satu) bulan upah. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Karyawan Kontrak
Ketentuan mengenai hubungan kerja melalui perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”) atau istilah yang Anda sebutkan adalah karyawan kontrak, terdapat pada
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang mengatakan bahwa PKWT atau kontrak hanya dapat dibuat (diperjanjikan) untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
pekerjaan yang bersifat musiman; atau
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Hak atas Tunjangan Hari Raya (“THR”) pada dasarnya memang merupakan
hak bagi semua karyawan dalam hubungan kerja, baik karyawan kontrak (PKWT), maupun karyawan dengan PKWTT (perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, yakni karyawan tetap/permanen).
[1]
Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
[2]
Namun, ada perbedaan mengenai timbulnya hak THR terkait dengan jangka waktu saat terputusnya atau berakhirnya hubungan kerja, yakni antara lain untuk karyawan kontrak adalah walau “kontrak” hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum Hari Raya Keagamaan, tetap tidak berhak THR.
[3]
Selanjutnya, bagi karyawan PKWT, tidak ada ketentuan mengenai batasan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksud. Jadi bagi pekerja/buruh melalui PKWT, hanya berhak atas THR harus benar-benar masih bekerja dalam hubungan kerja sekurang-kurangnya sampai dengan pada “hari H” suatu Hari Raya Keagamaan sesuai agama yang dianut pekerja/buruh yang bersangkutan.
[4] Penjelasan lebih lanjut tentang ini dapat Anda simak dalam artikel
Ketentuan THR Untuk Karyawan Kontrak.
Jadi, meskipun misalnya saat ini Anda masih bekerja dengan sistem PKWT (kontrak), Anda yang telah dikontrak selama satu tahun berhak atas THR full satu bulan upah. Hal ini karena pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih mendapat THR sebesar 1 (satu) bulan upah. Demikian yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a Permenaker 6/2016.
Lalu bagaimana jika setelah itu Anda diangkat menjadi pegawai tetap (PKWTT)? Bagaimana perhitungan THR nya? Menurut kami berdasarkan aturan yang mendasarinya, dalam hal ini, yang menjadi dasar perhitungan THR adalah masa kerja karyawan, bukan sistem kerja kontrak atau tetap yang diterapkan. Oleh karena itu, jika dihitung dari keterangan yang Anda sampaikan, masa kerja Anda adalah satu tahun tiga bulan, yakni terhitung dari masa kerja Anda selama menjadi karyawan kontrak ditambah masa kerja Anda saat diangkat menjadi karyawan tetap hingga sekarang. Sehingga, Anda berhak atas THR sebesar 1 (satu) bulan upah. Sebagai tambahan referensi, Anda dapat membaca artikel
Dasar Perhitungan Besaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[2] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[3] Pasal 7 ayat (3) Permenaker 6/2016
[4] Lihat Pasal 7 ayat (3) Permenaker 6/2016