Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Merek Dipakai Orang Tanpa Izin, ke Mana Meminta Ganti Rugi?

Share
copy-paste Share Icon
Kekayaan Intelektual

Merek Dipakai Orang Tanpa Izin, ke Mana Meminta Ganti Rugi?

Merek Dipakai Orang Tanpa Izin, ke Mana Meminta Ganti Rugi?
Dr. MICHAEL HANS & Associates Dr. MICHAEL HANS & Associates
Dr. MICHAEL HANS & Associates
Bacaan 10 Menit
Merek Dipakai Orang Tanpa Izin, ke Mana Meminta Ganti Rugi?

PERTANYAAN

Jika merek saya dipakai orang tanpa izin, kemana saya harus meminta ganti rugi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, perlindungan merek diberikan manakala terjadi suatu pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hak terhadap suatu merek. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap merek terdaftar, upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan? Apa alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran hak atas merek?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 13 Agustus 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Merek dan Hak Atas Merek

    Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, mari kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan merek. Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk atau jasa pesaing.[1]

    Definisi tersebut sejalan dengan Pasal 1 angka 1 UU 20/2016 yang menjelaskan bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

    Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 5 UU 20/2016, hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

    Hak atas merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang harus dilindungi oleh negara. Hal ini disebabkan karena merek memiliki fungsi sebagai alat pembeda antara barang atau jasa yang satu dengan barang atau jasa yang lain, terutama barang atau jasa yang sejenis. Karena merek mempunyai arti yang sangat penting, maka perlu adanya perlindungan terhadap merek atau hak atas merek kepada pemegang merek terdaftar. Pemberian perlindungan hak atas merek sendiri hanya diberikan kepada pemilik merek yang mereknya sudah terdaftar.[2]

    Alternatif Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Atas Merek

    Dari definisi dan bunyi kedua pasal yang mengatur tentang merek dan hak atas merek, pihak lain dilarang untuk menggunakan suatu merek tanpa izin dari pemilik merek terdaftar. Perlindungan merek diberikan manakala terjadi suatu pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hak terhadap suatu merek. Dalam hal terdapat pelanggaran terhadap merek terdaftar, maka dapat ditempuh beberapa upaya sebagai berikut:

    1. Penyelesaian Sengketa Secara Perdata

    Dalam hal terdapat pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan suatu merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dengan Pemilik Merek Terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek Terdaftar, maka pemilik merek dapat mengajukan Gugatan Perdata kepada Pengadilan Niaga.[3]

    Hal tersebut diatur pada Pasal 83 ayat (1) UU 20/2016 yang menyatakan:

    Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

    1. gugatan ganti rugi dan/atau
    2. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.

    Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga sesuai dengan wilayah yurisdiksinya. Adapun pembagian daerah hukum Pengadilan Niaga tersebut adalah sebagai berikut:[4]

    Pengadilan Niaga

    Daerah Hukum

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat.

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang

    Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan

    Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya

    Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang

    Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

    Yogyakarta

    Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi (penggugat) dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk menghentikan kegiatan produksi, peredaran, dan/atau perdagangan barang dan/atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak. Dalam hal tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.[5]

    Baca juga: Cara Membuat Surat Gugatan Perdata

    1. Penyelesaian Sengketa Secara Pidana

    Pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU 20/2016, sebagai berikut:

    ayat (1)

    Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    ayat (2)

    Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

     

    Anda dapat membaca selengkapnya mengenai ketentuan pidana pelanggaran hak atas merek pada Pasal 100 sampai Pasal 103 UU 20/2016. Sebagai informasi, tindak pidana sebagaimana dimaksud adalah delik aduan.[6]

    Baca juga: Perbedaan Pelaporan dan Pengaduan

    1. Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

    Selain penyelesaian sengketa secara perdata dan pidana, menurut Pasal 93 UU 20/2016, para pihak juga dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, dimana dalam hal ini, berlaku UU 30/1999. Saat ini, terdapat badan khusus yang menangani alternatif penyelesaian sengketa dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”) yakni Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (“BAM HKI”). Pada dasarnya, BAM HKI adalah lembaga penyelesaian sengketa swasta yang membantu para pihak menyelesaikan sengketa di bidang HKI. BAM HKI juga dapat ditunjuk sebagai mediator untuk membantu para pihak menyelesaikan sengketanya.[7]

    Baca juga: 3 Perbedaan Mediasi dan Arbitrase

    Kesimpulannya, jika terjadi pelanggaran terhadap hak atas merek, pemilik merek terdaftar dapat menyelesaikan sengketa dengan mengajukan gugatan secara perdata terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan mereknya untuk meminta ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.  Selain itu, pemilik merek terdaftar juga dapat meminta pertanggungjawaban secara pidana maupun menempuh jalur diluar pengadilan, yaitu dengan alternatif penyelesaian sengketa dalam bidang HKI yakni BAM HKI.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada 21 Maret 2023;
    2. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang.

    Referensi:

    1. Enny Mirfa. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 11, No. 1, 2016;

    2. Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran Jilid I Edisi 12. Jakarta: PT Indeks, 2008;

    3. Revita Nurahmasari (et.al). Mediasi Sebagai Kewajiban Penyelesaian Sengketa Perdata Pelanggaran Paten di Indonesia Demi Kepastian dan Kemanfaatan Hukum. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Vol. 5, No. 1, 2021.

     


    [1] Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran Jilid I Edisi 12. Jakarta: PT Indeks, 2008, hal. 332.

    [2] Enny Mirfa. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 11, No. 1, 2016, hal. 66.

    [3] Pasal 83 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU 20/2016”).

    [4] Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang (“Keppres 97/1999”).

    [5] Pasal 84 UU 20/2016.

    [6] Pasal 103 UU 20/2016.

    [7] Revita Nurahmasari (et.al). Mediasi Sebagai Kewajiban Penyelesaian Sengketa Perdata Pelanggaran Paten di Indonesia Demi Kepastian dan Kemanfaatan Hukum. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Vol. 5, No. 1, 2021, hal. 128.

    Tags

    merek

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!