Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhirkan kedua dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 8 Agustus 2014, dan dimutakhirkan pertama kali pada 14 Juni 2016.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ketentuan Pelaksanaan Ibadah Bagi Karyawan
Lalu, dimanakah ketentuan tentang pelaksanaan ibadah haji bagi pekerja? Pada dasarnya, ibadah haji, menurut Pasal 68 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 1 UU 8/2019 adalah adalah rukun Islam kelima bagi orang Islam yang mampu untuk melaksanakan serangkaian ibadah tertentu di Baitullah, masyair, serta tempat, waktu, dan syarat tertentu.
Kemudian, penting untuk mengetahui bunyi Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Namun terdapat pengecualian, yaitu pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh dalam hal pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat (2) huruf e UU Ketenagakerjaan.
Yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban ibadah menurut agamanya adalah melaksanakan kewajiban ibadah menurut agamanya yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.[1]
Mencermati Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan di atas, pasal tersebut mengatur tentang prinsip no work, no pay. Artinya, pengusaha tidak membayar upah jika pekerja tidak bekerja. Namun, dalam konteks pertanyaan Anda, Pasal 93 ayat (2) huruf e UU Ketenagakerjaan mengecualikannya dalam hal pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, yaitu salah satunya adalah jika pekerja pergi ibadah haji.
Adapun pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, berpotensi dipidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta.[2]
Ketentuan serupa juga diatur dalam PP Pengupahan, yaitu pengusaha wajib membayar upah jika pekerja/buruh tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, salah satunya menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya.[3] Adapun besaran upahnya adalah sebesar upah yang diterima oleh pekerja/buruh dengan ketentuan hanya sekali selama ia bekerja di perusahaan yang bersangkutan.[4]
Pelaksanaan ketentuan ini ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[5] Jadi, dalam konteks pertanyaan Anda, memang pada dasarnya ketentuan ini diatur lebih lanjut (salah satunya) dalam peraturan perusahaan. Jika memang hal ini tidak/belum diatur dalam peraturan perusahaan, maka salah satu dasar hukum yang menjadi acuan adalah UU Ketenagakerjaan yang diperbaharui oleh UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya.
Larangan Pengusaha Memutuskan Hubungan Kerja dengan Pekerja yang Melaksanakan Ibadah Haji
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, perusahaan tidak mengizinkan cuti ibadah haji dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) kepada karyawan yang menjalankan ibadah haji. Pada dasarnya, pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, dalam hal ini menjalankan ibadah haji. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 43 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan.
Menjawab pertanyaan Anda tentang sanksi bagi perusahaan yang melakukan PHK kepada karyawan yang menjalankan ibadah haji, sepanjang penelusuran kami, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah jika terjadi PHK karena pekerja menjalankan ibadah haji, maka PHK tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.[6]
Baca juga: Tidur di Tempat Kerja Saat Puasa, Bisakah Dipecat?
Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Karyawan
Jika pekerja di-PHK karena alasan melaksanakan ibadah haji dan pekerja keberatan dengan alasan PHK tersebut, terdapat tahapan penyelesaian perselisihan PHK menurut UU PPHI yang dapat dilakukan oleh pekerja dan pengusaha yang bersangkutan:
Baca juga: Tata Cara PHK dan Penyelesaian Perselisihannya
Contoh Kasus
Meskipun UU Ketenagakerjaan dan perubahannya, serta peraturan pelaksananya sudah memberikan jaminan keberlangsungan kerja bagi pekerja yang melaksanakan ibadah haji, tapi pada faktanya pekerja tidak bisa asal berlindung di balik alasan ibadah haji jika dipecat perusahaan. Pekerja juga harus memiliki bukti pendukung yang kuat. Ini misalnya terlihat pada kasus dalam Putusan MA No. 216 K/Pdt.Sus-PHI/2015. Pemohon kasasi (dahulu penggugat) di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja sepulang dari melaksanakan ibadah haji (hal.2).
Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial dalam pertimbangannya menyatakan bahwa tidak terdapat bukti yang cukup alasan penggugat di PHK oleh tergugat adalah karena penggugat menjalankan perintah agamanya, menunaikan ibadah haji ke tanah suci (hal. 8). Sehingga, hakim menyatakan pemutusan hubungan kerja adalah sah dan pengusaha wajib membayar hak-hak pekerja. Hakim pada tingkat kasasi pun menguatkan putusan hakim Pengadilan Hubungan Industrial (putusan No. 48/G/2014/ PHI.Mdn).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: