Dapatkah Mahar Diminta Kembali?
PERTANYAAN
Saya punya teman pria. Ia ingin cerai dan berniat untuk meminta kembali uang mahar yang telah diberikan. Apakah uang mahar dapat diminta kembali?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Saya punya teman pria. Ia ingin cerai dan berniat untuk meminta kembali uang mahar yang telah diberikan. Apakah uang mahar dapat diminta kembali?
Dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (Pasal 1 huruf d KHI).
Heri Aryanto, S.H. dalam artikel Apakah Mahar Merupakan Harta Bersama? mengatakan bahwa mahar bukanlah harta bersama karena mahar diberikan calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita sebelum sahnya ikatan perkawinan atau diberikan dan diucapkan pada saat dilangsungkannya ijab qabul antara calon mempelai pria dengan wali nikah calon mempelai wanita. Sedangkan, harta bersama didapatkan oleh suami dan/atau istri selama dalam ikatan perkawinan.
Untuk lebih jelasnya dapat kita simak dalam bunyi Pasal 32 KHI:
“Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya”.
Dari sini, kita bisa ketahui bahwa mahar yang telah diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita seketika itu menjadi milik prbadi calon mempelai wanita.
Kemudian, apakah saat perceraian, pria (suami) bisa meminta kepada wanita (istri) agar mahar itu dikembalikan kepadanya? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada sebuah tulisan berjudul Makna Mahar atau Mas Kawin yang kami akses dari laman Sharia Consulting Center.
Dalam tulisan tersebut antara lain dikatakan bahwa hikmah disyariatkannya pemberian mahar dalam pernikahan adalah untuk menunjukkan kesakralan aqad pernikahan dan menghormati kedudukan wanita dan pihak keluarganya. Mahar hanya diwajibkan kepada pihak laki-laki karena sesuai dengan titik awal pensyariatan dalam Islam bahwa perempuan tidak dibebani dengan kewajiban memberi nafkah baik sebagai ibu, anak maupun istri. Akan tetapi, pihak laki-lakilah yang diberi kewajiban tersebut baik itu memberi nafkah maupun mahar karena laki-laki lebih mampu untuk berusaha dan bekerja mencari rizki.
Lebih lanjut dikatakan jika yang meminta cerai adalah pihak suami (thalak) maka istri tidak berkewajiban untuk mengembalikan mahar tersebut. Sedangkan jika pihak istri yang meminta cerai (khulu’) maka ia wajib mengembalikan pemberian suami tersebut kepadanya. Hal itu berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas RA:
“Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: “wahai Rasulullah, aku tidak mencelanya (Tsabit) dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena tidak mampu menunaikan kewajibannya) dalam Islam” Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya? Wanita itu menjawab: iya. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit: “terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak” (HR Bukhori, Nasa’y dan Ibnu Majah. Nailul Authar 6/246)
Dalam konteks pertanyaan Anda, yang ingin bercerai adalah pihak pria (suami). Oleh karena itu, kami berasumsi bahwa suami yang meminta cerai (thalak). Mengacu pada hal di atas, menjawab pertanyaan Anda, apabila suami yang meminta cerai, maka istri tidak berkewajiban untuk mengembalikan mahar tersebut. Akan tetapi, tidak wajibnya istri mengembalikan mahar bukan berarti mahar tidak bisa diminta untuk dikembalikan. Artinya, suami bisa meminta mahar dikembalikan, akan tetapi istri tidak wajib mengembalikannya. Selain itu, pengadilanlah yang menetapkan pengembalian mahar tersebut.
Sebagai contoh, kami akan mengacu pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar Nomor 82/Pdt.G/2013/PTA.Mks. Dalam pertimbangannya, Pengadilan Tinggi Agama menyatakan tidak sependapat tentang pengembalian seluruh mahar. Menurut pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Makasssar, pertimbangan hukum Pengadilan Agama yang menghukum penggugat/pembanding (istri) untuk mengembalikan seluruh mahar kepada tergugat/terbanding (suami) adalah tidak tepat karena sesuai maksud Pasal 35 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), mahar hanya dapat dikembalikan separoh apabila terjadi perceraian sebelum terjadi kumpul (qablad dukhul):
“Suami yang mentalak istrinya qabla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.”
Selain itu, Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 237 berbunyi:
“Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campur), pada hal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan.”
Dasar hukum:
Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar Nomor 82/Pdt.G/2013/PTA.Mks.
http://syariahonline.com/v2/nikah-a-keluarga/2294-makna-mahar-atau-mas-kawin.html, diakses pada 6 Agustus 2014 pukul 16.39 WIB.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?