Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Pengusaha Memotong Gaji Karyawan Tanpa Ada Sosialisasi?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Pengusaha Memotong Gaji Karyawan Tanpa Ada Sosialisasi?

Bolehkah Pengusaha Memotong Gaji Karyawan Tanpa Ada Sosialisasi?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Pengusaha Memotong Gaji Karyawan Tanpa Ada Sosialisasi?

PERTANYAAN

1. Bolehkah perusahaan memotong gaji karyawan yang tidak masuk kerja, sedangkan karyawan tersebut masih memiliki hak cuti? 2. Apakah ada sanksi terhadap perusahaan bila melakukan pemotongan gaji tanpa ada sosialisasi kebijakan pada seluruh karyawan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    1.    Kami kurang mendapat informasi lengkap dalam pertanyaan Anda. Apakah si pekerja tidak masuk karena sedang cuti atau pekerja tidak masuk kerja tanpa ada keterangan apa pun, akan tetapi pekerja tersebut masih mempunyai hak cuti yang belum diambil.

     

    Jika tidak masuknya karyawan/pekerja tersebut adalah karena ia sedang mengambil hak cutinya, maka pengusaha tetap wajib membayar upah pekerjanya. Ini karena berdasarkan Pasal 93 ayat (2) huruf g Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pengusaha wajib membayar upah saat pekerja melaksanakan hak istirahat. Yang dimaksud dengan hak istirahat adalah waktu istirahat dan cuti sebagaimana terdapat dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan.

    KLINIK TERKAIT

    Pembayaran Gaji Ditahan karena Alasan Utang, Bolehkah?

    Pembayaran Gaji Ditahan karena Alasan Utang, Bolehkah?
     

    Jika pengusaha melanggar ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal 186 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

     

    Akan tetapi, jika pekerja tidak masuk kerja tanpa ada keterangan apa pun, sedangkan ia tidak mengambil cuti untuk hari yang ia tidak masuk kerja, maka si pekerja tidak diupah untuk hari kerja tersebut (Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan). Ini berkaitan dengan prinsip no work no pay.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, pengusaha tidak boleh memotong upah/gaji pekerjanya jika pekerja yang bersangkutan menjalankan hak cutinya. Akan tetapi, jika pekerja tidak masuk tanpa keterangan apapun, dan pada hari tersebut pekerja juga tidak menggunakan hak cutinya, maka pengusaha dapat tidak membayar upah pekerja pada hari itu.

     

    2.    Mengenai pemotongan gaji, kami kurang mendapatkan informasi yang jelas mengenai pemotongan gaji seperti apa yang Anda maksud. Apakah pemotongan gaji secara permanen karena kinerja pekerja yang kurang baik atau karena keadaan keuangan perusahaan, atau pemotongan gaji tidak secara permanen karena denda.

     

    Berkaitan dengan pemotongan gaji secara permanen, Pasal 92 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatakan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Adapun peninjauan upah tersebut menurut penjelasan pasal ini dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan.

     

    Ini artinya, pengusaha bisa saja memotong gaji pekerjanya apabila dalam hal antara lain: prestasi kerja pekerjanya tidak baik atau kemampuan perusahaan tidak kondusif.

     

    Jika yang dimaksud dengan pemotongan gaji adalah karena denda, maka kita merujuk pada Pasal 24 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (“PP 8/1981”) yang mengatakan bahwa salah satu yang dapat diperhitungkan dalam upah adalah denda. Akan tetapi perlu diketahui bahwa denda atas pelanggaran sesuatu hal (yang dilakukan oleh pekerja) hanya dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan [lihat Pasal 20 ayat (1) PP 8/1981). Yang dimaksud dengan pelanggaran sesuatu hal menurut penjelasan pasal ini adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh. Pemotongan upah pekerja ini tidak boleh melebihi 50 persen dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima, demikian yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) jo ayat (2) PP 8/1981.

     

    Jika pengusaha melanggar ketentuan dalam Pasal 20 PP 8/1981, maka perbuatan pengusaha tersebut batal demi hukum. Selain itu pengusaha juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) (Pasal 32 PP 8/1981).

     

    Meluruskan sekaligus menjawab pertanyaan Anda, dari sini kita ketahui bahwa dalam peraturan tidak diatur mengenai sosialisasi pemotongan gaji yang wajib dilakukan kepada seluruh karyawannya, melainkan diatur mengenai keharusan diaturnya mengenai pemotongan gaji karena denda dalam suatu perjanjian tertulis atau perjanjian perusahaan.

     

    Langkah yang dapat diambil oleh pekerja jika dirugikan atas pemotongan gaji karena denda tanpa ada pengaturan mengenai hal tersebut dalam perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan adalah dengan membicarakan secara musyawarah terlebih dahulu mengenai masalah ini antara pengusaha dan pekerja (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan - “UU PPHI”). Ini dinamakan penyelesaian perselisihan melalui bipartit.

     

    Perundingan ini harus dilaksanakan paling lambat 30 hari berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PPHI. Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan [Pasal 4 ayat (1) UU PPHI].

     

    Dalam hal perundingan di jalur tripartit masih tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 5 UU PPHI).

     

    Sebagai contoh kasus mengenai pemotongan gaji secara sepihak tanpa ada pemberitahuan, kita dapat lihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 676 K/Pdt.Sus/2012. Dalam putusan ini diketahui Mahkamah Agung menyatakan tindakan perusahaan yang mengurangi pemotongan upah adalah dalam rangka mengatasi PHK adalah tindakan tidak benar. Dan oleh karenanya Mahkamah Agung menghukum perusahaan untuk membayarkan upah dan THR.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2.    Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;

    3.    Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.

     
    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 676 K/Pdt.Sus/2012.

        

    Tags

    gaji

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!