Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Akibat Hukum Jika Salah Satu Pihak Dalam Perjanjian Meninggal Dunia

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Akibat Hukum Jika Salah Satu Pihak Dalam Perjanjian Meninggal Dunia

Akibat Hukum Jika Salah Satu Pihak Dalam Perjanjian Meninggal Dunia
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Akibat Hukum Jika Salah Satu Pihak Dalam Perjanjian Meninggal Dunia

PERTANYAAN

Salam hormat. Saya mohon bantuan sebelumnya dari tim klinik hukumonline. Saya hendak membangun rumah tinggal dengan menggunakan uang pinjaman bank, kemudian saya memilih (sebut saja A) untuk melaksanakan pembangunan rumah saya tersebut. Saya dan A membuat perjanjian bermaterai dan ada saksi-saksinya. Di perjanjian tersebut terdapat beberapa tahapan dimana saya diwajibkan untuk menyetorkan uang kepada A. Uang tersebut telah saya setorkan kepada Sdr. A. Nahas, belum sempat rumah saya dikerjakan, Sdr. A meninggal dunia terlebih dahulu. Apa langkah yang harus saya ambil? Apakah saya bisa meminta uang saya untuk dikembalikan oleh ahli waris dari Sdr. A ataukah uang saya musnah? Sedangkan saya berhutang ke bank juga untuk mendapatkan dana tersebut. Kami mohon bantuannya kepada tim hukum online. Terima kasih atas perhatian dan bantuannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Suatu persetujuan (perjanjian) adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).

     

    Menurut J. Satrio dalam buku Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya (hal. 50), perikatan (yang dilahirkan melalui perjanjian ini) dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

    1.    Untuk memberikan sesuatu;

    KLINIK TERKAIT

    Wajibkah Melunasi Utang Saudara Kandung atau Keluarga?

    Wajibkah Melunasi Utang Saudara Kandung atau Keluarga?
    2.    Untuk melakukan/berbuat sesuatu;

    3.    Untuk tidak melakukan sesuatu.

     

    Dalam kasus Anda, maka perikatan yang terjadi adalah perikatan untuk melakukan sesuatu.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Perikatan yang tercipta karena perjanjian itu dapat berakhir karena: (lihat Pasal 1381 KUHPer)

    1.    pembayaran;

    2.    penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

    3.    pembaruan utang;

    4.    perjumpaan utang atau kompensasi;

    5.    percampuran utang;

    6.    pembebasan utang;

    7.    musnahnya barang yang terutang;

    8.    kebatalan atau pembatalan;

    9.    berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan

    10.lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.
     

    Melihat pada ketentuan di atas, pada dasarnya, meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian tidak serta merta membuat kewajiban pihak tersebut hilang/tidak perlu dilakukan.

     

    Mengenai permasalahan Anda, Anda dapat membahas masalah ini terlebih dulu kepada para ahli waris dari si A. Ini karena ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari pewaris, sekaligus berkewajiban membayar utang dan kewajiban-kewajiban pewaris (Pasal 833 dan Pasal 1100 KUHPer). Ini dinamakan hak saisine.

     

    J. Satrio, S.H. dalam buku Hukum Waris (hal. 87) mengatakan bahwa hak saisine adalah hak daripada ahli waris untuk tanpa berbuat suatu apa, otomatis/demi hukum menggantikan kedudukan si pewaris dalam lapangan hukum kekayaan. Hak dan kewajiban pewaris (secara otomatis menjadi hak dan kewajiban ahli waris), sekalipun si ahli waris belum/tidak mengetahui adanya pewarisan. Sehubungan dengan itu, maka dalam hal adanya suatu hubungan hukum antara dua orang yang telah ditetapkan oleh suatu keputusan pengadilan, maka matinya salah satu pihak, tidak menghilangkan atau membatalkan hubungan hukum tersebut, tetapi hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum tersebut beralih kepada para ahli waris.

     

    Jika para ahli waris menolak untuk memberikan kembali uang Anda, Anda dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata

    atas dasar wanprestasi.Perlu diketahui bahwa wujud wanprestasi itu ada 3 (tiga) sebagaimana dijelaskan oleh J. Satrio (J. Satrio: Hukum Perjanjian, hal. 122), yaitu:

    1.    debitur sama sekali tidak berprestasi;

    2.    debitur keliru berprestasi;

    3.    debitur terlambat berprestasi.

     

    Perlu diingat bahwa dalam hal perikatan tersebut timbul dari suatu perjanjian timbal balik (sehingga pada kedua belah pihak ada kewajiban prestasi dari yang satu kepada yang lain) maka sebelum kreditur dapat menuntut debitur atas dasar wanprestasi, harus dipenuhi syarat lebih dahulu, yaitu kreditur sendiri harus telah memenuhi kewajibannya terhadap lawan janjinya (J. Satrio: Hukum Perjanjian, 134). Yang mana dalam hal ini Anda telah memenuhi kewajiban Anda, yaitu dengan menyerahkan sejumlah uang.

     

    Kemudian, akibat dari wanprestasi itu sendiri antara lain (J. Satrio: Hukum Perjanjian, hal 144):

    1.    Kreditur berhak menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (Pasal 1236 dan Pasal 1243 KUHPer).

    2.    Sejak debitur wanprestasi, risiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur (Pasal 1237 KUHPer).

    3.    Kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan Pasal 1266 KUHPer, kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

    Sebagai contoh bahwa hak dan kewajiban pewaris secara otomatis menjadi hak dan kewajiban ahli waris setelah pewaris meninggal dunia, dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1030 K/Pdt/2007. Dalam kasus tersebut, almarhum suami penggugat membuat perjanjian di bawah tangan dengan tergugat mengenai jual beli tanah dan rumah. Akan tetapi, hingga almarhum suami penggugat meninggal, tergugat tidak juga melakukan kewajibannya melunasi harga yang telah disepakati. Oleh karena itu penggugat melayangkan gugatan wanprestasi kepada tergugat. Mahkamah Agung menyatakan tergugat melakukan wanprestasi.

     

    Contoh lain adalah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1159 K/Pdt/2012, dimana penggugat menggugat tergugat sebagai ahli waris yang harus melunasi utang pembelian telur yang dilakukan oleh pewaris tergugat. Baik Pengadilan Negeri Blitar, Pengadilan Tinggi Blitar, maupun Mahkamah Agung menyatakan pewaris memang melakukan wanprestasi serta menghukum para tergugat sebagai ahli waris secara tanggung renteng untuk membayar/melunasi hutang.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     

    Dasar Hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

     
    Referensi:

    1.    J. Satrio. 1992. Hukum Waris. Alumni: Bandung;

    2.    J. Satrio. 1999. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Alumni: Bandung.

     
    Putusan:

    1.    Putusan Mahkamah Agung No. 1030 K/Pdt/2007;

    2.    Putusan Mahkamah Agung Nomor 1159 K/Pdt/2012.

        

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!