Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bertransaksi dengan Pihak Asing Menggunakan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Bertransaksi dengan Pihak Asing Menggunakan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia

Bertransaksi dengan Pihak Asing Menggunakan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bertransaksi dengan Pihak Asing Menggunakan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia

PERTANYAAN

Apakah nelayan Indonesia yang menjual ikan dengan pihak asing di laut melanggar aturan? Lalu, jika pembayarannya menggunakan mata uang asing, apakah hal ini juga merupakan pelanggaran hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, nelayan Indonesia boleh menjual ikan ke pihak asing, namun ada ketentuan dari menteri yang mengatur perihal penetapan jenis ikan apa yang boleh diperdagangkan ke dan dari wilayah Indonesia. Kemudian, rupiah wajib digunakan salah satunya dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.

    Lantas, bagaimana jika nelayan dan pihak asing melakukan transaksi menggunakan mata uang asing? Apakah ada pengecualian? Bagaimana ketentuan hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 29 September 2014.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Sewa Apartemen Bertarif Dolar, Haruskah Bayar Pakai Rupiah?

    Sewa Apartemen Bertarif Dolar, Haruskah Bayar Pakai Rupiah?

    Ketentuan Perikanan di Indonesia

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa laut yang Anda maksud merupakan laut yang berada di wilayah Indonesia. Kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial, termasuk ruang udara di atasnya serta dasar Laut dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.[1]

    Baca juga: Batas Zona Maritim dan Penyelesaian Sengketa Hukum Laut Internasional

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kemudian, pada dasarnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengelolaan Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru.[2] Salah satu pemanfaatan sumber daya kelautan adalah perikanan,[3] yaitu semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pascaproduksi, dan pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[4]

    Bolehkah Nelayan Menjual Ikan Kepada Pihak Asing?

    Pada dasarnya, boleh saja nelayan Indonesia menjual ikan ke pihak asing, namun ada ketentuan dari peraturan perundang-undangan dan menteri yang mengatur perihal penetapan jenis ikan apa yang boleh diperdagangkan ke dan dari wilayah Indonesia.

    Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf t dan u UU 45/2009 yang berbunyi:

    Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia dan jenis ikan yang dilindungi.

    Contoh ketentuan mengenai pelarangan mengeluarkan jenis ikan tertentu terdapat dalam Pasal 1 Permen KP 18/2020, yaitu:

    1. Setiap orang atau korporasi dilarang mengeluarkan ikan arwana (Scleropages sp.) dan ikan botia (Chromobotia macracanthus) dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar wilayah Negara Republik Indonesia.
    2. Ikan arwana (Scleropages sp.) meliputi:
    1. ikan arwana super red (Scleropages formosus), merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 12 cm (dua belas sentimeter) termasuk telur; dan
    2. ikan arwana jardinii (Scleropages jardinii), merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 10 cm (sepuluh sentimeter) termasuk telur.
    1. Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 3,5 cm (tiga koma lima sentimeter) dan lebih dari 10 cm (sepuluh sentimeter).
    2. Deskripsi ikan arwana (Scleropages sp.) dan ikan botia (Chromobotia macracanthus) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    Ketentuan Transaksi dengan Pihak Asing

    Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah wajib digunakan dalam:

    1. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
    2. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
    3. transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

    Maka, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan di atas mempertegas bahwa transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran di wilayah Indonesia wajib menggunakan rupiah. Masih berkaitan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, berikut bunyi Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang:

    Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:

    1. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
    2. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
    3. transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

    Lantas, jika nelayan menerima mata uang asing, apakah nelayan berhak untuk menolak mata uang asing yang ia terima dari pihak asing tersebut? Hal ini diatur dalam Pasal 23 UU Mata Uang yang berbunyi:

    1. Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.

    Maka, menurut pendapat kami, dari ketentuan di atas dapat ditafsirkan bahwa nelayan yang menerima mata uang (valuta) asing sebagai pembayaran di wilayah Indonesia adalah pelanggaran hukum. Kecuali, ia ragu atas keaslian rupiah atau terdapat kewajiban pembayaran dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis.

    Adapun sanksi bagi setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU Mata Uang, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).[5]

    Baca juga: Begini Pengaturan Penggunaan Mata Uang Rupiah di Indonesia

    Kesimpulannya, nelayan boleh menjual ikan ke pihak asing dengan memperhatikan aturan mengenai larangan pengeluaran jenis ikan tertentu sesuai dengan Permen KP 18/2020. Selain itu, pihak asing yang melakukan transaksi jual beli ikan dengan nelayan Indonesia di perairan Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Jika para pihak melanggar ketentuan, maka para pihak dapat diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;
    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;
    4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam;
    5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
    6. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2020 Tahun 2020 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Arwana (Scleropages sp.) dan Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia.

    [1] Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (“UU Kelautan”).

    [2] Pasal 14 ayat (1) UU Kelautan.

    [3] Pasal 14 ayat (2) huruf a UU Kelautan.

    [4] Pasal 115 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Ciptaker”) yang mengubah Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (“UU 7/2016”).

    [5] Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU Mata Uang”).

    Tags

    uu mata uang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!