Aturan tentang Uang Transport Bagi Pekerja
PERTANYAAN
Adakah peraturan yang mengatur tentang uang transport? Salahkah jika buruh meminta uang transport?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Adakah peraturan yang mengatur tentang uang transport? Salahkah jika buruh meminta uang transport?
Kami berasumsi bahwa uang transport yang Anda maksud adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan saat buruh bekerja (uang operasional) dari dan ke luar kantor. Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) tidak mengatur seputar biaya atau uang operasional yang buruh keluarkan saat bekerja. Hal itu dikembalikan lagi kepada Perjanjian Kerja (“PK”), Peraturan Perusahaan (“PP”), atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) antara buruh dengan pengusaha, apakah uang transport yang dikeluarkan oleh buruh digantikan nantinya (dengan sistem reimburse) oleh perusahaan.
Adapun dasar hukum yang berkaitan dengan adanya uang transport ini adalah Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah (“SE Menakertrans 07/1990”) yang memasukkan tunjangan transport ke dalam komponen tunjangan tidak tetap.
Tunjangan Tidak Tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok. Tunjangan Transport dapat dimasukkan dalam komponen tunjangan tidak tetap apabila pemberiannya didasarkan pada kehadiran (lihat Angka 1 huruf c SE Menakertrans 07/1990).
Karena tidak diatur dalam UU secara normatif, melainkan di dalam PK, PP atau PKB, maka apabila ada perselisihan di antara buruh dan pengusaha mengenai uang transport, perselisihan tersebut termasuk dalam perselisihan kepentingan. Pada prinsipnya, jenis Perselisihan Hubungan Industrial (“PHI”) itu meliputi (Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (“UU PPHI”)):
d. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 UU PPHI.
Jika memang ada perbedaan pendapat atau perselisihan antara pengusaha dengan pekerjanya, maka keduanya wajib menyelesaikannya terlebih dahulu melalui perlindungan bipatrit, termasuk perselisihan kepentingan (lihat Pasal 3 ayat (1) UU PPHI).
Apabila perundingan bipartit ini gagal, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator untuk ditempuh jalur mediasi (lihat Pasal 4 ayat (1), (3), dan (4) UU PPHI).
Dalam hal perundingan di jalur tripartit ini masih tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 5 UU PPHI).
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya Nomor: 75 / G / 2013 / PHI.Sby. Dalam putusan ini diketahui bahwa pokok permasalahan kepentingan dalam kasus ini adalah masalah kenaikan skala upah, tunjangan uang makan dan tunjangan uang transport yang diminta pekerja kepada pengusaha, Sebelumnya pekerja dan pengusaha telah merundingkan masalah ini secara bipartit dan juga dilakukan mediasi namun tidak ada titik temu, maka berdasarkan hal tersebut kemudian para pekerja mengajukan perselisihan tersebut ke pengadilan.
Para pekerja bertindak selaku para penggugat dan pengusaha selaku tergugat. Salah satu permintaan penggugat ke pengadilan adalah adanya kenaikan upah, tunjangan makan, dan uang transport. Majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa tuntutan tersebut belum dianggap cukup mendesak dan oleh karenanya Majelis Hakim menyatakan bahwa tuntutan tersebut harus ditolak.
Dari contoh putusan di atas terlihat bahwa tuntutan kenaikan uang transport bukanlah sebuah tuntutan hak normatif sehingga perselisihan yang timbul karenanya adalah merupakan perselisihan kepentingan. Sementara dalam suatu perselisihan kepentingan para pihak diharapkan dapat berunding untuk mencari titik temu.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upa
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya Nomor: 75 / G / 2013 / PHI.Sby
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?