Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keabsahan Pengangkatan Anak Secara Adat

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Keabsahan Pengangkatan Anak Secara Adat

Keabsahan Pengangkatan Anak Secara Adat
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Keabsahan Pengangkatan Anak Secara Adat

PERTANYAAN

Permisi, mohon bantuannya. Apakah pengangkatan anak yang dilakukan secara adat sah menurut perundang-undangan negara? Terima kasih sebelumnya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Pengangkatan anak berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”) adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

     

    Yang dimaksud dengan anak angkat berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dan Pasal 1 angka 1 PP 54/2007:

     

    “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

     

    Pada dasarnya, pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 2 PP 54/2007).

     

    Mengenai pengangkatan anak, ada 2 jenis pengangkatan anak, yaitu: (lihat Pasal 7 PP 54/2007)

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    a.    pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan

    b.    pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.

     

    Pengangkatan antar Warga Negara Indonesia meliputi: (lihat Pasal 8 PP 54/2007)

    a.    pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan

    b.    pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

     

    Yang dimaksud dengan pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat adalah pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat (Pasal 9 ayat (1) PP 54/2007). Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan (Pasal 19 PP 54/2007). Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat ini dapat dimohonkan penetapan pengadilan (Pasal 9 ayat (2) PP 54/2007).

     

    Lebih lanjut, menurut Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”), Kepala Instansi Sosial Provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban melakukan pencatatan dan pendokumentasian terhadap Pengangkatan Anak

     

    Jadi pada dasarnya tidak ada suatu keharusan bahwa pengangkatan anak harus dengan penetapan pengadilan. Bisa juga berdasarkan adat kebiasaan setempat. Akan tetapi, disarankan dengan penetapan pengadilan, karena pada dasarnya pengangkatan anak ini dilakukan demi kepentingan si anak. Ini sebagaimana dikatakan dalam Pasal 17 ayat (3) Permensos 110/2009, bahwa pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dapat dimohonkan penetapan pengadilan untuk memperoleh status hukum anak dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke Departemen Sosial, instansi sosial dan instansi terkait (Pasal 17 ayat (4) Permensos 110/2009).

     

    Status hukum anak akan diperlukan salah satunya terkait hak waris. Untuk seseorang yang beragama non-muslim yang menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai ketentuan warisnya, pada dasarnya anak angkat mendapatkan bagian warisan dari orang tua angkatnya. Yang mana bagiannya sama dengan anak sah dari orang tua angkatnya. Akan tetapi, Notaris yang membuat surat keterangan hak waris akan meminta penetapan pengadilan sebagai bukti bahwa orang tersebut adalah memang anak angkat dari pewaris (orang tua angkat yang meninggal).

     

    Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 27 K/Pdt/2009. Dalam putusan ini, ada 2 orang anak angkat, yang pertama adalah Penggugat Konvensi dan Penggugat Intervensi. Penggugat Konvensi menjadi anak angkat dari pewaris berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Ponogoro No. 30 /Pdt.P/2003/PN.Po., sedangkan Penggugat Intervensi tidak memiliki bukti penetapan pengadilan untuk membuktikan bahwa ia adalah anak angkat pewaris.

     

    Pengadilan pada akhirnya memutuskan bahwa Penggugat Konvensi adalah anak angkat yang sah dari pewaris sehingga sah sebagai ahli waris, sedangkan gugatan Penggugat Intervensi tidak dikabulkan oleh pengadilan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

    2.    Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;

    3.    Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

     
    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung No. 27 K/Pdt/2009.

      

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!