Keabsahan Pengangkatan Anak Secara Adat
PERTANYAAN
Permisi, mohon bantuannya. Apakah pengangkatan anak yang dilakukan secara adat sah menurut perundang-undangan negara? Terima kasih sebelumnya.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Permisi, mohon bantuannya. Apakah pengangkatan anak yang dilakukan secara adat sah menurut perundang-undangan negara? Terima kasih sebelumnya.
Pengangkatan anak berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”) adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
Yang dimaksud dengan anak angkat berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dan Pasal 1 angka 1 PP 54/2007:
“Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”
Pada dasarnya, pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 2 PP 54/2007).
Mengenai pengangkatan anak, ada 2 jenis pengangkatan anak, yaitu: (lihat Pasal 7 PP 54/2007)
a. pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
b. pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Pengangkatan antar Warga Negara Indonesia meliputi: (lihat Pasal 8 PP 54/2007)
a. pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b. pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat adalah pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat (Pasal 9 ayat (1) PP 54/2007). Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan (Pasal 19 PP 54/2007). Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat ini dapat dimohonkan penetapan pengadilan (Pasal 9 ayat (2) PP 54/2007).
Lebih lanjut, menurut Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”), Kepala Instansi Sosial Provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban melakukan pencatatan dan pendokumentasian terhadap Pengangkatan Anak
Jadi pada dasarnya tidak ada suatu keharusan bahwa pengangkatan anak harus dengan penetapan pengadilan. Bisa juga berdasarkan adat kebiasaan setempat. Akan tetapi, disarankan dengan penetapan pengadilan, karena pada dasarnya pengangkatan anak ini dilakukan demi kepentingan si anak. Ini sebagaimana dikatakan dalam Pasal 17 ayat (3) Permensos 110/2009, bahwa pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dapat dimohonkan penetapan pengadilan untuk memperoleh status hukum anak dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke Departemen Sosial, instansi sosial dan instansi terkait (Pasal 17 ayat (4) Permensos 110/2009).
Status hukum anak akan diperlukan salah satunya terkait hak waris. Untuk seseorang yang beragama non-muslim yang menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai ketentuan warisnya, pada dasarnya anak angkat mendapatkan bagian warisan dari orang tua angkatnya. Yang mana bagiannya sama dengan anak sah dari orang tua angkatnya. Akan tetapi, Notaris yang membuat surat keterangan hak waris akan meminta penetapan pengadilan sebagai bukti bahwa orang tersebut adalah memang anak angkat dari pewaris (orang tua angkat yang meninggal).
Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 27 K/Pdt/2009. Dalam putusan ini, ada 2 orang anak angkat, yang pertama adalah Penggugat Konvensi dan Penggugat Intervensi. Penggugat Konvensi menjadi anak angkat dari pewaris berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Ponogoro No. 30 /Pdt.P/2003/PN.Po., sedangkan Penggugat Intervensi tidak memiliki bukti penetapan pengadilan untuk membuktikan bahwa ia adalah anak angkat pewaris.
Pengadilan pada akhirnya memutuskan bahwa Penggugat Konvensi adalah anak angkat yang sah dari pewaris sehingga sah sebagai ahli waris, sedangkan gugatan Penggugat Intervensi tidak dikabulkan oleh pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;
3. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
Putusan Mahkamah Agung No. 27 K/Pdt/2009.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?