Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Pembeli Barang Black Market Dianggap Sebagai Penadah?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Pembeli Barang Black Market Dianggap Sebagai Penadah?

Apakah Pembeli Barang Black Market Dianggap Sebagai Penadah?
Alfin Sulaiman, S.H., M.H.Arkananta Vennootschap
Arkananta Vennootschap
Bacaan 10 Menit
Apakah Pembeli Barang Black Market Dianggap Sebagai Penadah?

PERTANYAAN

Saya habis tertipu dari pembelian di salah satu situs online di mana penjual mengaku barang yang dipasok adalah barang import, original dan ada garansi resmi internasional 1 tahun. Ternyata waktu proses pengiriman tertangkap bea cukai dan ketahuan barang BM (black market). Saya merasa ditipu oleh penjual. Saya bakal dikenakan pasal penadahan oleh pihak bea cukai dan dimintai sekian jumlah dana buat penghapusan BAP penadahan atas nama saya. Saya menyesal setelah kejadian ini dan berharap dapat menjelaskan posisi saya sebagai korban yang dari awal sudah memastikan keaslian barang ke penjual namun ternyata saya sendiri juga ditipu. Mohon bantuannya bagaimana agar saya tidak terjerat pasal penadahan mengingat saya tidak ada niat untuk membeli barang BM.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     

    Tindakan Saudara tidak dapat dikualifikasi dalam pelanggaran tindak pidana kepabeanan, karena tidak ada tindakan pengangkutan, pembongkaran, penyembunyian dan hal-hal lain yang masuk dalam tindak pidana kepabeanan. Posisi Saudara hanyalah selaku pembeli sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pembelaan bagi Saudara dalam proses BAP di Bea Cukai.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan. Sebelumnya kami sampaikan bahwa penyidik bea cukai dapat mengambil tindakan yang diperlukan terkait dengan penyidikan berdasarkan Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”), kami kutip sebagai berikut:

     

    (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan.

    (2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannya berwenang :

    KLINIK TERKAIT

    Gunakan Harta Hasil Korupsi, Keluarga Koruptor Bisa Dipidana?

    Gunakan Harta Hasil Korupsi, Keluarga Koruptor Bisa Dipidana?

    a. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang kepabeanan;

    b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    c.   meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan;

    d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;

    e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang sangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;

    f.   memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;

    g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut undang-undang ini dan pembukuan lainnya yang terkait;

    h. mengambil sidik jari orang;

    i.    menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;

    j.   menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang kepabeanan;

    k. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan;

    l.    memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan;

    m.mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang kepabeanan;

    n. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

    o. menghentikan penyidikan;

    p. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan menurut hukum yang bertanggung jawab.

     

    Terkait kronologis yang saudara berikan, kami sampaikan pemahaman kami atas barang black market adalah barang yang dikirim/diselundupkan secara illegal yang mana barang tersebut tidak tercantum dalam daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana pengangkut atau yang biasa disebut manifes sebagaimana diatur pada Pasal 7A ayat (2) UU Kepabeanan, sehingga dalam kasus ini, saudara bisa diasumsikan melanggar Pasal 7A ayat (2) UU Kepabeanan. Bahwa terdapat sanksi pidana atas pelanggaran Pasal 7A ayat (2) UU Kepabeanan sebagaimana diatur dalam Pasal 102 UU Kepabeanan yang kami kutip sebagai berikut:

     
    Setiap orang yang:

    a.    mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);

    b.    membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;

    c.    membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);

    d.    membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan;

    e.    menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;

    f.     mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini;

    g.    mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau

    h.    dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah,

     

    dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

     

    Namun atas kronologis yang Saudara sampaikan, kami tidak melihat tindakan Saudara dapat dikualifikasi dalam pelanggaran tindak pidana kepabeanan, karena tidak ada tindakan pengangkutan, pembongkaran, penyembunyian dan hal-hal lain yang masuk dalam tindak pidana kepabeanan. Posisi Saudara hanyalah selaku pembeli sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pembelaan bagi Saudara dalam proses BAP di Bea Cukai.

     

    Selanjutnya terhadap dugaan pelanggaran pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), akan kami kutip bunyi pasalnya sebagai berikut:

     

    “Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900, dihukum:

    1.    karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.

    2.    barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan.”

     

    Bahwa berdasarkan kutipan kami di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penadah adalah orang yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang dimana orang tersebut mengetahui bahwa barang tersebut merupakan barang yang diperoleh karena kejahatan.

     

    Dalam kasus Saudara, kami berasumsi bahwa Saudara tidak mengetahui bahwa barang yang Saudara beli dari toko online merupakan barang yang bermasalah atau diperoleh karena kejahatan. Hal ini menurut kami dapat Saudara jadikan dasar dalam pembelaan Saudara di mata bea cukai, mengingat sepengetahuan Saudara dan berdasarkan informasi dari penjual di toko online tersebut barang itu bukanlah merupakan barang yang diperoleh dari kejahatan.

     

    Lebih lanjut, dalam kasus Saudara, menurut kami Saudara juga merupakan korban atas tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh penjual toko online. Oleh sebab itu, Saudara dapat melaporkan juga pihak penjual toko online atas dasar penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP, yang kami kutip sebagai berikut:

     

    “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

     

    Bahwa Pasal 378 KUHP memiliki unsur sebagai berikut:

    1.    Barang siapa. Dalam kasus ini yang dapat memenuhi unsur barang siapa adalah pihak penjual toko online.

    2.    Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Bahwa dalam kasus ini telah jelas bahwa pihak penjual toko online bermaksud menjual barangnya untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dikarenakan ternyata barang tersebut merupakan hasil kejahatan.

    3.    Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan. Bahwa penjual toko online tersebut telah melakukan tipu muslihat atas barang yang dijualnya.

    4.    Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Bahwa penjual toko online telah menggerakkan Saudara untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya yang dalam hal ini berbentuk uang atas pembelian barang di toko online tersebut.

     

    Kemudian apabila penyidik bea cukai ingin menggunakan ketentuan pasal penadahan dalam KUHP, Saudara bisa juga menyampaikan keberatan bahwa penyidikan dalam tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHP bukanlah kewenangan penyidik bea cukai melainkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

     

    Apabila Saudara masih juga kesulitan untuk menghadapi pihak bea cukai, maka kami menyarankan agar Saudara melaporkan hal yang Saudara alami melalui surat ke Dirjen Bea Cukai atau Menteri Keuangan. Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

    3.    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

      

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!