Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aspek Hukum Leveraged Buyout di Indonesia

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Aspek Hukum Leveraged Buyout di Indonesia

Aspek Hukum <i>Leveraged Buyout</i> di Indonesia
Alfin Sulaiman, S.H., M.H.Arkananta Vennootschap
Arkananta Vennootschap
Bacaan 10 Menit
Aspek Hukum <i>Leveraged Buyout</i> di Indonesia

PERTANYAAN

Saya mau bertanya seputar Leveraged Buyout (LBO). Pertama, soal aspek hukum dan sejarah LBO, kemudian bagaimana dengan di Indonesia? Kedua, secara umum LBO merupakan mekanisme dalam cara mengakuisisi dengan surat utang, lalu bagaimana selanjutnya? Mohon dijelaskan lebih lanjut mengenai aspek hukumnya di Indonesia serta implementasinya. Terima kasih Klinik.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     

    Leveraged Buyout (“LBO”) adalah suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mana uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui utang dari bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang akan diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut. Implementasi dari akuisisi di Indonesia itu sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Terima kasih atas pertanyaan yang saudara berikan. Pemahaman kami tentang Leveraged Buyout (“LBO”) adalah suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mana uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui utang dari bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang akan diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut.

     

    Untuk menjawab pertanyaan saudara yang pertama kami sampaikan bahwa pada dasarnya LBO merupakan akuisisi sebuah perusahaan dengan uang yang didapat melalui utang kepada pihak lain. Implementasi dari akuisisi di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). UUPT mengenal akuisisi sebagai pengambilalihan, yang mana menurut Pasal 1 butir 11 UUPT, pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan hanya dapat dilaksanakan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”).

     

    Kemudian untuk menjawab pertanyaan saudara yang kedua, berikut kami sampaikan kembali mengenai proses akuisisi sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Akuisisi Perusahan Tertutup sebagai berikut:

    KLINIK TERKAIT

    Proses dan Dampak Akuisisi PT oleh PT PMA

    Proses dan Dampak Akuisisi PT oleh PT PMA
     

    Cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:

     

    A.    melalui Direksi Perseroan, atau

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    B.    langsung dari pemegang saham.

    (lihat Pasal 125 ayat [1] UUPT)

     

    A.   Melalui Direksi Perseroan

     

    1.    Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);

    2.    Menyusun rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas) yang memuat sekurang-kurangnya:

    a.    nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

    b.    alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

    c.    laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a UUPT untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

    d.    tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;

    e.    jumlah saham yang akan diambil alih;

    f.     kesiapan pendanaan;

    g.    neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

    h.    cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;

    i.      cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;

    j.     perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;

    k.    rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.

    3.    Mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).

    4.    Wajib mengumumkan ringkasan rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3] UUPT).

    Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu “diumumkan” oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 514):

    a.    Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;

    b.    Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;

    c.    Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;

    d.    Pengumuman wajib memuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

    5.         Kreditor berhak mengajukan keberatan (lihatPasal 127 ayat [4] UUPT).

    6.         Rancangan pengambilalihan dituangkan ke dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).

    7.         Salinan akta pengambilalihan dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri (lihat Pasal 131 ayat [1] UUPT).

     

    B.   Langsung dari Pemegang Saham

     

    Menurut M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 516), ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

     

    Proses yang Tidak Perlu Dilakukan

    1.    Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).

    2.    Tidak perlu membuat rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT). Namun, disyaratkan dalam Pasal 125 ayat (8) UUPT bahwa pengambilalihan “wajib” memperhatikan AD Perseroan yang akan diambil mengenai hal:

    a.    Pemindahan hak atas saham; dan

    b.    Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

     

    Proses yang Harus Dilakukan

    1.    Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih (lihat Penjelasan Pasal 125 ayat [7] UUPT);

    2.    Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).

    a.    Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;

    b.    Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;

    c.    Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;

    3.         Kreditor dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);

    4.         Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).

    5.         Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham (lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).

     

    Proses terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman hasil pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT). Direksi dari perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.

     

    Demikian hal ini kami sampaikan. Terima kasih.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

    2.    Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

      

    Tags

    akuisisi
    hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!