KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Pekerja Menjadi Direksi di Perusahaannya Sendiri?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Pekerja Menjadi Direksi di Perusahaannya Sendiri?

Bolehkah Pekerja Menjadi Direksi di Perusahaannya Sendiri?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Pekerja Menjadi Direksi di Perusahaannya Sendiri?

PERTANYAAN

Bolehkah seorang pegawai di perusahaan X menjadi direksi bagi perusahaannya sendiri? Jika pegawai tersebut menjadi direksi, statusnya sebagai pekerja atau pengusaha?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pekerja yang menjadi direksi di perusahaan tempatnya bekerja, hubungan kerjanya secara otomatis berakhir dan ia berhak atas kompensasi dengan perhitungan masa kerja dihitung sejak tanggal bergabung kerja sampai dengan diangkat menjadi direksi melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Lalu, perusahaan terkait juga perlu mengatur alasan Pemutusan Hubungan Kerja karena pekerja menjadi direksi, disertai perhitungan kompensasinya.

    Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran artikel dengan judul sama, yang dibuat oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada Senin, 27 April 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Direksi = Pengusaha?

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami uraikan terlebih dahulu siapa saja yang dimaksud dengan pekerja/buruh dan direksi.

    Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sejalan dengan peraturan tersebut, Maimun dalam bukunya berjudul Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, menjelaskan bahwa pekerja atau buruh adalah bagian dari tenaga kerja, yaitu orang yang bekerja dalam hubungan kerja, di bawah perintah pemberi kerja (hal. 14).

    Kemudian sebagai informasi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak dikenal istilah direktur tetapi yang dikenal adalah istilah direksi. Pengertian direksi dapat dilihat dalam UU PT dan perubahannya. Berdasarkan Pasal 109 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang merubah Pasal 1 angka 5 UU PT, direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dalam pengertian lain berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, direksi adalah dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan.

    Dari pengertian di atas, apakah status direksi sebagai pekerja atau pengusaha? Menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada Pasal 1 angka 5 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:

    Pengusaha adalah:

    1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
    2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
    3.  orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

    Jika mengacu pada pengertian pengusaha dalam UU Ketenagakerjaan dan pengertian direksi dalam UU Cipta Kerja yang telah diuraikan, menurut hemat kami status direksi merupakan pengusaha, karena direksi memiliki kewajiban untuk mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dan mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Artinya, direksi adalah orang yang menjalankan perusahaan baik miliknya sendiri maupun bukan miliknya sendiri, sekaligus menjadi perwakilan perusahaan.

    Selain itu, direksi tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja. Seorang pekerja/buruh bekerja dalam hubungan kerja yang didasari perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh,[1] maka tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan perubahannya. Sedangkan, seorang direksi bertanggung jawab penuh atas kepentingan perseroan berdasarkan anggaran dasar, dan bekerja dalam hubungan hukum korporasi yang tunduk pada UU PT dan perubahannya.

    Kemudian, disarikan dari artikel Pekerja Menjadi Direktur: Anotasi SEMA No. 1 Tahun 2022, batas antara pengusaha dengan pekerja dalam struktur organisasi perusahaan dapat diketahui dari dasar pengangkatannya. Pengusaha diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)[2] sedangkan pekerja diangkat berdasarkan perjanjian kerja. Kata kuncinya terletak pada perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan hukum, yaitu direksi hubungan hukumnya dengan perusahaan berdasarkan akta atau keputusan RUPS, sedangkan pekerja berdasarkan perjanjian kerja.

    Lantas, apakah pekerja bisa jadi direksi di perusahaannya? Berikut ulasannya.

    Pekerja Menjadi Direksi di Perusahaan

    Pada bagian B. Rumusan Hukum Kamar Perdata, angka 2. Perdata Khusus, huruf b. Perselisihan hubungan Industrial SEMA 1/2022, disebutkan bahwa:

    Pekerja/buruh yang diangkat menjadi Direksi dalam perusahaan yang sama melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maka secara hukum hubungan kerjanya telah berakhir terhitung sejak diangkat menjadi Direksi, dan pekerja/buruh tersebut berhak memperoleh uang kompensasi pemutusan hubungan kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan ketentuan masa kerjanya dihitung sejak adanya hubungan kerja dan upah terakhir adalah upah sebelum diangkat menjadi direksi perusahaan.

    Masih bersumber dari artikel yang sama, pemahaman hukumnya adalah, pekerja yang menjadi direksi di perusahaan tempatnya bekerja, hubungan kerjanya secara otomatis berakhir dan ia berhak atas kompensasi dengan perhitungan masa kerja dihitung sejak joint date (tanggal bergabung kerja) sampai dengan diangkat menjadi direksi melalui RUPS. Lalu, perusahaan perlu mengatur alasan PHK karena menjadi direksi dan jumlah kompensasinya. Upah yang digunakan untuk menghitung kompensasi adalah upah terakhir pada saat masih berstatus pekerja.

    Lalu, bagaimana perhitungan pesangon bagi pekerja yang menjadi direktur?

    Mengutip artikel Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja, pada dasarnya, undang-undang mendefinisikan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[3] Lalu, sebagaimana diketahui bersama, saat terjadi PHK, pekerja berhak menerima kompensasi oleh karenanya cara hitung pesangon wajib diketahui. Namun, perlu dicatat bahwa kompensasi bagi pekerja yang di-PHK tidak hanya pesangon, melainkan juga uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”). Besarannya didasarkan pada alasan terjadinya PHK.

    Sepanjang penelusuran kami, alasan PHK karena pekerja menjadi direktur dan perhitungan kompensasinya tidak diatur baik dalam UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja, maupun PP 35/2021. Oleh karena itu menurut Willy Farianto, hal ini perlu diatur secara tersendiri di setiap perusahaan baik dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”). Hal ini didasari oleh kalimat “….berhak memperoleh uang kompensasi pemutusan hubungan kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku…” dalam SEMA 1/2022, yang dapat dipahami sebagai uang kompensasi PHK sesuai dengan Peraturan Perusahaan atau PKB.

    Kesimpulannya, status direksi merupakan pengusaha dan tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja. Seorang pekerja bekerja dalam hubungan kerja yang didasari perjanjian kerja dan tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan perubahannya. Sedangkan, seorang anggota direksi bekerja dalam hubungan hukum korporasi yang tunduk pada UU PT dan perubahannya. Dalam hal pekerja menjadi direksi di perusahaannya sendiri, berdasarkan SEMA 1/2022, hubungan kerjanya berakhir secara otomatis sejak diangkat menjadi direksi dan ia berhak atas kompensasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perusahaan atau PKB.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
    5. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

    Referensi:

    1. Maimun. Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2003;
    2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, direksi, diakses pada Rabu, 11 Oktober 2023, pukul 14.23 WIB.

    [1] Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

    [2] Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

    [3] Pasal 1 angka 25  UU Ketenagakerjaan.

    Tags

    pekerja
    direksi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!