KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Penghentian Penyidikan Harus dengan Penetapan Tersangka Terlebih Dulu?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Penghentian Penyidikan Harus dengan Penetapan Tersangka Terlebih Dulu?

Apakah Penghentian Penyidikan Harus dengan Penetapan Tersangka Terlebih Dulu?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Penghentian Penyidikan Harus dengan Penetapan Tersangka Terlebih Dulu?

PERTANYAAN

Apakah sebelum dilakukan penghentian penyidikan/SP3 oleh penyidik, harus dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka terlebih dahulu? Bilamana penyidik menghentikan penyidikan dengan alasan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, mengapa menetapkan status seseorang menjadi tersangka?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     
    Intisari:
     
     

    Memeriksa tersangka merupakan bagian dari penyidikan. Dalam praktiknya, bisa saja polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka terlebih dahulu, melakukan penyidikan, kemudian melakukan penghentian penyidikan atau SP3 karena hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Hal ini tergantung dari kasus itu sendiri.

     

    Jika memang ternyata penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka, maka penyidik dapat melakukan penghentian penyidikan. Namun bagaimana praktiknya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Sebelum menjawab soal penghentian penyidikan, terlebih dahulu kita perlu memahami konsep penyidikan dan pemeriksaan tersangka. Perlu Anda ketahui, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi merupakan salah satu wewenang penyidik di dalam melakukan penyidikan. Demikian yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Jadi, memeriksa tersangka merupakan bagian dari penyidikan (tentunya sebelum penyidikan tersebut dihentikan).

     

    Mengenai pertanyaan mengapa seseorang perlu ditetapkan statusnya sebagai tersangka jika pada akhirnya penyidik menghentikan penyidikan dengan alasan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana; hal ini berkaitan dengan proses penyelidikan dan penyidikan itu sendiri.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana

    Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
     

    Pasal 1 angka 2 KUHAP

    Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Pasal 1 angka 5 KUHAP

    Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

     

    Dari sini, harus diingat bahwa penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Jadi, fungsi penyelidik adalah menemukan apakah atas suatu peristiwa (yang diduga sebagai tindak pidana) bisa dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh penyidik. Karena itulah diperlukan proses penyidikan guna mengumpulkan bukti yang membuat terang suatu tindak pidana.

     

    Jika ternyata dari hasil penyidikan, penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka, maka penyidik dapat melakukan penghentian penyidikan [lihat Pasal 109 ayat (2) KUHAP].

     

    SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan merupakan surat pemberitahuan dari penyidik kepada penuntut umum bahwa perkara dihentikan penyidikannya. Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel SP3, penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf i jo. Pasal 109 ayat (2) KUHAP.

     

    Alasan-alasan dilakukannya penghentian penyidikan yang terdapat dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu:

    a.    tidak terdapat cukup bukti

    yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.  

    b.    peristiwa yang disidik oleh penyidik ternyata bukan merupakan tindak pidana

    c.    penyidikan dihentikan demi hukum

    Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

     

    Sekaligus menyinggung pertanyaan kedua Anda soal penetapan tersangka, perlu diketahui bahwa penetapan sebagai tersangka itu berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Hal Ini dapat dilihat dari pengertian tersangka dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP:

     

    Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

     

    Adapun yang dimaksud dengan bukti permulaan cukup itu diatur berdasarkan Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana yang menyatakan bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

     

    Alat bukti yang sah ialah:

    a.    keterangan saksi;
    b.    keterangan ahli;
    c.    surat;
    d.    petunjuk;

    e.    keterangan terdakwa.

     

    Ini dipertegas kembali dalam Pasal 1 angka 21 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bukti permulaan itu sendiri adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Problematika Penetapan dan Penangkapan Tersangka Oleh Yuliana Rosalita Kurniawaty, S.H. *)

     

    Kemudian kami akan menjawab soal apakah penghentian penyidikanitu harus dilakukan melalui pemeriksaan terhadap tersangka dulu? Atau kemungkinan lain apakah penyidikan dulu selesai dilaksanakan baru ditetapkan tersangkanya? Atau bisakah bersamaan antara penyidikan dan penetapan tersangka? Atau justru penetapan tersangka dulu baru penyidikan?

     

    Berdasarkan wawancara kami via telepon dengan Ahli Hukum Acara Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda, dalam praktiknya, bisa saja kemungkinan-kemungkinan di atas terjadi dan dilakukan oleh penyidik. Hal ini tergantung dari kasus itu sendiri. Bisa saja penyidikan dilakukan, kemudian penetapan tersangka, lalu dilakukan SP3 karena hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP.

     

    Huda menambahkanjika sebelum ditetapkan sebagai tersangka namun dilakukan penyidikan, istilah dalam praktik yaitu: Terlapor atau Terduga. Meskipun dalam KUHAP (bahasa undang-undang) tidak dikenal kedua istilah itu, melainkan “Tersangka”.

     

    Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, sebelum dilakukan SP3 oleh penyidik apakah harus dilakukan  pemeriksaan terhadap tersangka terlebih dahulu, hal ini bergantung pada pemeriksaan pada proses penyidikan itu sendiri. Sebelum ia sah ditetapkan sebagai tersangka, bisa saja penyidikan dilakukan terlebih dahulu kemudian SP3 sehingga dalam praktiknya istilah yang digunakan sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka adalah terlapor atau terduga.

     

    Soal pertanyaan Anda kedua, bilamana penyidik menghentikan penyidikan dengan alasan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, mengapa menetapkan status seseorang menjadi tersangka?

     

    Pada dasarnya penghentian penyidikan karena tidak cukup bukti maksudnya adalah orang tersebut sudah menjadi tersangka, akan tetapi penyidik tidak dapat memperoleh cukup bukti untuk melakukan tuntutan terhadap tersangka. Yang mana agar suatu tuntutan menjadi berhasil untuk mempidanakan tersangka, tentu harus ada bukti-bukti yang kuat.

     

    Namun dalam praktiknya, menurut Huda, hal ini perlu dilihat lagi case by case. Logikanya, jika seseorang telah sah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup tersebut, maka sudah dapat dilakukan penuntutan terhadapnya. Akan tetapi, jika penuntut umum “memberikan petunjuk” kepada penyidik atau menyatakan bahwa peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana, maka bisa saja penuntutan tidak dilanjutkan dan penyidikan harus dihentikan. Jadi, bisa saja seseorang telah sah ditetapkan sebagai tersangka namun dihentikan penyidikan terhadapnya karena menurut Penuntut Umum perbuatan yang dilakukannya bukan merupakan tindak pidana.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

    2.    Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana;

    3.    Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana. 

     
    Catatan:

    Penjawab telah berkonsultasi via telepon dengan Ahli Hukum Acara Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda pada Jumat, 24 April 2015 pukul 15.25 WIB.

     

    Tags

    sp3

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!