Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Pidana Jika Menyerempet Pak Ogah di Putaran Jalan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Adakah Pidana Jika Menyerempet Pak Ogah di Putaran Jalan?

Adakah Pidana Jika Menyerempet Pak Ogah di Putaran Jalan?
Kasih Karunia Hutabarat, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Adakah Pidana Jika Menyerempet Pak Ogah di Putaran Jalan?

PERTANYAAN

Pada saat saya mengendarai mobil dan memutar di putaran jalan ada orang-orang yang biasa meminta recehan untuk jasa membantu memutar mobil (yang sering disebut pak ogah). Secara tidak sengaja mereka terserempet mobil yang saya kendarai. Pertanyaan saya: Apakah saya layak disebut sebagai kelalaian? Sedangkan mereka juga bukan petugas yang bertugas untuk membantu memutar mobil di jalan raya. Apakah ada hukum yang mengatur hal tersebut? Mohon dibantu, terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Intisari:
     
     

    Jika Anda memang sengaja ingin menabrak Pak Ogah tersebut, maka Anda dapat dihukum. Akan tetapi, jika Anda tidak sengaja dan memang kecelakaan disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga (si Pak Ogah) yang mana tidak seharusnya Pak Ogah tersebut berdiri di putaran jalan, maka Anda tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan menjelaskan mengenai pengertian kelalaian atau kealpaan (culpa). Dalam hal ini kelalaian atau kealpaan (culpa) dibedakan atas :

    ·         Kealpaan dengan kesadaran (bewusteschuld). Dalam hal ini pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, akan tetapi pelaku berusaha untuk mencegah, tetapi timbul juga akibat tersebut.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pasal Pelaku Tabrak Lari dan Seret Motor

    Jerat Pasal Pelaku Tabrak Lari dan Seret Motor

    ·         Kealpaan tanpa kesadaran (onbewusteschuld). Dalam hal ini pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedangkan pelaku seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.

     

    Kemudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) diatur mengenai kelalaian atau kealpaan (culpa) yang menyebabkan orang lain mendapat luka, hal tersebut diatur dalam Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut :

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

    (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

     

    Dalam masalah Anda, tidak seharusnya “Pak Ogah” berada di jalan tempat Anda berkendara sebab jalan tersebut merupakan perlintasan kendaraan, tidak untuk melintas orang. Maka sepatutnya tanggung jawab atas kerugian yang timbul tidak dibebankan kepada Anda, kecuali dapat dibuktikan adanya kesengajaan Anda untuk menyerempet atau setidaknya dapat memperkirakan kendaraan yang Anda kendarai mengenai “Pak Ogah” yang tengah berada di jalan perlintasan tersebut dan Anda tidak menghalaukannya.

     

    Apabila dapat dibuktikan adanya unsur kesengajaan pada diri Anda sehingga ketika berkendara “menyerempet” si “Pak Ogah” tersebut, maka Anda sebagai pengemudi dapat dikenakan ketentuan Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), yang berbunyi sebagai berikut :

     

    “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi”

     

    Menurut ketentuan di atas yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah orang yang berada di luar kendaraan bermotor atau instansi yang bertanggungjawab di bidang jalan serta sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan[1].

     

    Selanjutnya, mengenai pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul akibat kelalaian yang dilakukan oleh pengemudi telah diatur dalam undang-undang dan disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian yang ditimbulkan. Pertanggungjawaban atas kerugian tersebut ditentukan berdasarkan putusan pengadilan atau bisa juga dilakukan di luar pengadilan jika terdapat kesepakatan antara para pihak.[2]

     

    Namun, terdapat pengecualian dalam hal memberikan pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan tersebut, yaitu jika:[3]

    a.    Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;

    b.    Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau

    c.    Disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

     

    Berdasarkan dasar hukum di atas, jika Anda dapat membuktikan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh perilaku korban atau pihak ketiga itu sendiri (dalam hal ini “Pak Ogah) dan tidak terdapat unsur kesengajaan dari Anda, maka Anda dapat dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak korban.

     

    Tetapi bilamana ternyata Anda terbukti melakukan kelalaian tersebut maka Anda wajib membayar ganti rugi kepada pihak korban. Perlu kami tegaskan bahwa ganti rugi yang diberikan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 235 ayat (1) dan (2) UU LLAJ,yang berbunyi sebagai berikut:

     

    (1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

    (2)  Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

     

    Adapun tuntutan pidana bagi pihak yang mengakibatkan kecelakaan dimana korban mengalami luka-luka diatur dalam Pasal 310 ayat (2) dan (3) UU LLAJ, yang berbunyi sebagai berikut :

     

    (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah)

    (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

     

    Kemudian untuk tindakan “Pak Ogah yang melakukan pengaturan lalu lintas, ini merupakan tindakan yang keliru dan dilarang. Di daerah DKI Jakarta sendiri hal tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI Jakarta 8/2007”), yang berbunyi sebagai berikut :

     

    Setiap orang yang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa.

     

    Adapun sanksi larangan terkait hal tersebut terdapat dalam Pasal 61 ayat (2) Perda DKI Jakarta 8/2007, yang berbunyi sebagai berikut:

     

    Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

    3.    Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

     

     


    [1] Penjelasan Pasal 234 UU LLAJ

    [2] Pasal 236 ayat (1) dan (2) UU LLAJ

    [3] Pasal 234 ayat (3) UU LLAJ

    Tags

    jalan
    hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!