Tetangga saya baru saja membangun rumah dengan posisi dinding/tembok rumah ngepres/pas-pas-an dengan tanah miliknya. Namun yang menjadi masalah di sini adalah perancak/panjatan untuk memasang batako berada di dalam pekarangan samping rumah saya dan merusak tanaman yang ada. Apakah ini termasuk dalam pelanggaran hukum dan bagaimana solusinya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Soal tembok yang dibangun pas-pasan di atas tanah milik tetangga Anda sebenarnya bukanlah masalah karena didirikan di atas tanah yang memang haknya. Akan tetapi, ada sejumlah aturan di KUH Perdata yang perlu diperhatkan soal pembangunan tembok yang bersebelahan dengan tetangga.
Soal panjatan yang diletakkan di pekarangan samping rumah Anda (yang merupakan hak Anda) inilah yang merupakan masalah hukum karena menyangkut kerugian dan pelanggaran hak. Upaya kekeluargaan wajib dilakukan dalam penyelesaian masalah dalam kehidupan bertetangga. Namun jika tidak berhasil, jalur hukum dapat dijadikan pilihan terakhir.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, kami kurang mengerti yang Anda maksud dengan perancak/panjatan. Panjatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) yang kami akses dari laman Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanadalah tempat memanjat, tempat kaki berpijak ketika memanjat. Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa peletakan panjatan untuk memasang batako berada di dalam pekarangan samping rumah Anda ini sifatnya sementara. Pemilik atau tetangga Anda akan mengambilnya kembali setelah pemasangan batako di temboknya selesai dilakukan.
Berdasarkan keterangan yang Anda berikan ini, kami menangkap bahwa saat ini Anda memiliki masalah dengan tembok rumah tetangga Anda yang pas-pasan dipasang di atas tanah miliknya namun panjatannya melampaui hingga ke pekarangan Anda sehingga merusak tanaman di halaman rumah Anda. Untuk hal ini, soal tembok yang dipasang pas-pasan di atas tanah miliknya bukanlah masalah karena didirikan di atas tanah yang memang haknya. Namun, soal panjatan yang diletakkan di pekarangan samping rumah Anda (yang merupakan hak Anda) inilah yang merupakan masalah hukum.
Namun demikian, masalah dalam kehidupan bertetangga sepatutnya diselesaikan secara musyawarah dengan semangat kekeluargaan. Untuk menghadapinya, Anda perlu berkepala dingin dan membicarakan masalah ini baik-baik dengan tetangga Anda. Jalur hukum hendaknya digunakan sebagai alat terakhir (ultimum remedium) setelah upaya perdamaian tidak berhasil dilakukan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Aturan tentang Hak dan Kewajiban Antara Pemilik-Pemilik Pekarangan yang Satu Sama Lain Bertetanggaan Menurut KUH Perdata
Seperti yang pernah dijelaskan dalam artikel Bermasalah dengan Tetangga karena Tembok Batas Pekarangan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), ada sejumlah pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan. Berdasarkan pasal-pasal dalam KUH Perdata, pemilik rumah berhak saja memasang tembok, namun pelaksanaan hak tersebut tidaklah mutlak. Hak tersebut dapat dilaksanakan sepanjang tidak melanggar hak dan kepentingan orang lain, dalam hal ini hak dan kepentingan Anda.
Hal yang diatur dalam KUH Perdata soal tembok antara lain adalah:
Pasal 640
Tiada sebuah tembok pun boleh dijadikan milik bersama, tanpa kehendak pemiliknya.
Pasal 641
Seorang pemilik peserta, tanpa izin dan yang lainnya, tidak boleh membuat liang atau galian pada tembok bersama atau membuat suatu bangunan yang menyandar pada tembok itu.
Dalam hal, sebagaimana diatur dalam Pasal 636 dan Pasal 637, pemilik peserta dapat menuntut supaya oleh ahli-ahli diadakan perencanaan sebelumnya agar pekerjaan baru itu tidak sampai merugikan haknya. Bila hasil pekerjaan yang baru itu ternyata merugikan hak milik tetangga, ia harus memberi ganti rugi, tetapi kerugian sehubungan dengan keindahan tembok tidak boleh diperhitungkan.
Pasal 642
Di kota, kota satelit, dan di desa, setiap orang berhak menuntut tetangganya untuk menyumbang guna membuat atau memperbaiki alat penutup yang dipergunakan untuk memisahkan rumah, pekarangan dan kebun mereka satu sama lain. Cara membuat dan tinggi penutup itu diatur menurut peraturan-peraturan khusus dan kebiasaan setempat.
Cara Menghadapi Masalah dengan Tetangga Soal Pembangunan Tembok
Soal keberatan Anda atas perbuatan tetangga yang memasang panjatan untuk meletakkan batako guna membangun temboknya ini, kami lebih menyarankan agar masalah dalam kehidupan bertetangga hendaknya lebih mengedepankan upaya musyawarah secara kekeluargaan terlebih dahulu. Anda bisa menyampaikan keberatan ini baik secara langsung kepada tetangga Anda atau melalui ketua lingkungan setempat.
Saran lain yang kami berikan adalah karena sifatnya sementara, Anda dapat bersabar sampai pemasangan tembok tetangga Anda selesai dilakukan dan panjatan diambil kembali oleh tetangga Anda. Soal kerusakan tanaman Anda, Anda dapat meminta tetangga Anda untuk memperbaikinya atau meminta ganti rugi senilai kerusakan tanaman sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Jika upaya tersebut tidak berhasil, apabila dengan adanya peletakan panjatan itu Anda merasa hak Anda dilanggar dan merugikan kepentingan Anda, maka perbuatan tetangga Anda tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”). Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Seperti yang sering dijelaskan dalam beberapa artikel sebelumnya, salah satunya dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, dikatakan antara lain Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) yang menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut:
a.Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
b.Perbuatan itu harus melawan hukum;
c.Ada kerugian;
d.Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
e.Ada kesalahan.
Menurut Rosa Agustina, (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara lain:
1.Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
2.Bertentangan dengan hak subjektif orang lain
3.Bertentangan dengan kesusilaan
4.Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Kasus ini bermula saat penggugat merasa dirugikan akibat pendirian rumah tembok yang didirikan oleh tergugat. Pendirian ini tidak sesuai dengan IMB. Di samping itu, akibat beban berat dari bangunan rumah tersebut berpengaruh pada keadaan tanah dan bangunan disekitarnya, sehingga pondasi bangunan bangunan rumah disekitarnya akan bergerak dan turun, sehingga menimbulkan keretakan kerusakan pada dinding bangunan rumah dan mengakibatkan tembok/dinding rumah Penggugat yang bersebelahan dengan Tergugat keadaan bagian depan kanan pecah.
Akibat pembangunan rumah tergugat ini, penggugat mengalami kerugian materiil dan meminta pengadilan untuk menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum tergugat untuk membayar kerugian materiil yang ditimbulkan oleh tergugat. Ganti kerugian yang diakibatkan rusaknya bangunan rumah milik Penggugat yang dianggarkan sebesar Rp 450.000.000 dan Majelis Hakim sependapat dan oleh karenya tuntutan ganti rugi tersebut dapat dikabulkan. Hakim menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum Tergugat I untuk membayar ganti rugi seketika dan sekaligus sebesar Rp 490.000.000,- ( empat ratus sembilan puluh juta rupiah).